Surat Pembaca

Sekadar Curhat

Setelah belajar selama hampir tiga tahun di Jurusan Sastra Indonesia, saya merasa tak mendapat sesuatu yang berarti. Rasanya otakku kosong. Benarkah karena saya termasuk golongan mahasiswa yang malas? Mungkin. Ataukah bodoh? Mungkin juga. Tapi setelah berbincang-bincang dengan kawan-kawan, ternyata mereka merasakan hal yang sama. Apakah karena teman-teman saya malas belajar ataukah bodoh? Masih ada kemungkinan.


Hawe Pos Edisi 14/Mei/2006

Sekadar Curhat
Setelah belajar selama hampir tiga tahun di Jurusan Sastra Indonesia, saya merasa tak mendapat sesuatu yang berarti. Rasanya otakku kosong. Benarkah karena saya termasuk golongan mahasiswa yang malas? Mungkin. Ataukah bodoh? Mungkin juga. Tapi setelah berbincang-bincang dengan kawan-kawan, ternyata mereka merasakan hal yang sama. Apakah karena teman-teman saya malas belajar ataukah bodoh? Masih ada kemungkinan.
Setelah saya amat-amati, dosen-dosen Sastra Indonesia ternyata tidak banyak. Hingga satu dosen pun mendapat tugas mengajar beberapa matakuliah. Di samping itu, banyak juga dosen-dosen “tingkat lanjut”. Dengan seperti itu bisakah mereka mengajar secara optimal? Masalah sepele misal mengenai vokal. Suara mereka yang nyaris tak terdengar membuat kita sebagai pendengar tak paham apa yang diajarkan karena tak mendengar apa yang diomongkan. Sedangkan dosen yang mengajar rangkap biasanya kurang fokus pada satu bidang ilmu yang seharusnya menjadi eksplorasi mereka. Dan hasilnya menjadi setengah-setengah.
Mungkin ada yang berpikir bahwa dosen-dosen Jurusan Sastra Indonesia hebat-hebat karena beberapa kali memenangkan hibah kompetisi. Ya, memang tidak salah. Tapi benarkah hanya itu yang dibutuhkan dari seorang dosen?
Menurut saya, dosen yang pintar tak hanya pintar untuk diri sendiri, melainkan pintar untuk orang lain. Maksudnya, cara mentransfer ilmunya bisa lebih enak diterima mahasiswa hingga membuat mereka tidak malas untuk masuk kuliah.
Untuk itu, bila ingin mengetahui dirinya pintar untuk diri sendiri atau untuk orang lain, caranya gampang. Tanyakan saja pada mahasiswa. Bagaimana menurut mahasiswa tentang metode mengajarnya? Mudah diterima atau tidak. Membuat bosan atau malah membuat mahasiswa kangen?
Dan untuk lebih baik lagi, mungkin bisa didiskusikan dengan mahasiswa bagaimana sebaiknya metode yang digunakan untuk matakuliah tersebut?
Atau dosen bisa juga melihat film-film luar yang memperlihatkan bagaimana cara mengajar yang kreatif. Sekian dari saya, terima kasih.

Penulis adalah Penghuni Kasela on 7

Mahasiawa Sastra Indonesia


Apa Kabar Hawe Pos?


Salam Kenal. Saya adalah penggemar baru Hawe Pos. Saya mengenalnya pas pertama kali kuliah, September lalu. Saat itu saya membaca edisi Juni 2005. Pada edisi tersebut, redaksi menyatakan bahwa Hawe Pos tampil dengan gaya baru, yang tadinya bergaya Feature menjadi bergaya Sastrawi. Jurnalisme Sastrawi? Sepertinya istilah baru? Hmmmh…sepertinya menarik.
Dan benar saja, setelah membacanya, saya menyukainya. Isinya enak dibaca. Lengkap, berisi, dan nyastra. Bikin ketagihan. Saya tak sabar menanti edisi berikutnya.
Dua bulan berlalu, edisi Oktober 2005 akhirnya hadir juga, walau sedikit terlambat. Kali ini, rupanya Hawe Pos berubah lagi, menjadi lebih imut, lebih ramping. Apakah ini dampak dari kenaikan BBM? Banyak yang hilang. Di mana puisi? Dimana ruang sastra? Di mana mereka? Bukankah rubrik-rubrik itu seharusnya ada pada tabloid terbitan Fakultas Sastra? Saya merasa kehilangan.
Okey, mungkin dampak dari melambungnya harga BBM begitu hebat hingga menyingkirkan puisi dan ruang sastra. Tapi saya mohon Hawe Pos edisi mendatang bisa hadir kembali bersama mereka. Saya mohon dengan sangat. Dan juga, semoga selanjutnya Hawe Pos dapat hadir tepat waktu. Sekian dan terimakasih.

Eva Ardiana I.
Sasindo 2005

Tanggapan Redaksi
Hawe Pos tak mengubah format awal yang telah disepakati. Memang, untuk edisi sebelumnya, 13/IV/Oktober 2005, Hawe Pos tampil lebih ramping. Itu bukan karena kenaikan BBM, tapi karena edisi khusus untuk mahasiswa baru. Beberapa rubrik tidak ditampilkan. Hawe Pos lebih fokus memperkenalkan dunia kampus yang belum banyak dikenal oleh mahasiswa baru.
Untuk edisi ini, kami tampil dengan format semula. Ruang sastra dan puisi, yang Anda minati, kembali kami sajikan. Terima kasih atas perhatiannya.
Lagi-lagi Saol Perpus

Dalam kuliah Seminar on Job training, ketua jurusan kami menghimbau agar mahasiswa segera membuat TA (Tugas akhir) sehingga dapat segera lulus dan bulan Juli dapat diwisuda.

Atas himbauan tersebut maka saya dan teman-teman berjuang untuk segera menyelesaikan pembuatan TA tersebut. Dengan asumsi bahwa wisuda pada bulan Juli maka pada awal Maret kami sudah harus membuat bab I dan persiapan membuat bab II yang berisi tentang landasan teori.
Tetapi saya sangat kecewa karena ketika saya akan mencari referensi ke Perpustakaan ternyata Perpus ditutup. Perpus saat itu (sekitar Maret) tidak memberikan pelayanan peminjaman dan ditutup karena sedang direnovasi. Akhirnya saya berinisiatif untuk mencari referensi ke Perpustakaan daerah, lagi-lagi saya harus menelan kekecewaan karena Perwil (Perpustakaan Wilayah) juga sedang tidak melayani peminjaman dalam jangka waktu 1 bulan yaitu selama bulan Maret.
Saya bertanya kepada teman lain, kapan Perpus akan dibuka? Sayangnya mereka tidak ada yang tahu, akhirnya saya mencoba tanya pada salah satu petugas Perpus tetapi dia juga tidak bisa memastikan kapan Perpus akan melayani peminjaman buku.
Dalam hati saya bertanya “Kenapa baru sekarang direnovasi? Kenapa bukan saat liburan semester kemarin? Kenapa saat Kuliah sudah aktif kok baru direnovasi?”
Saya kelabakan mencari referensi. Ternyata bukan saya saja, teman-teman yang lain juga mengalami hal serupa.
Akhirnya saya mencari referensi ke Widya Puraya. Syukurlah saya mendapatkan buku-buku yang saya butuhkan. Saya juga senang, perpus sekarang sudah lebih baik. Dengar-dengar perpus akan dipasang layanan internet gratis bagi mahasiswa. Nah, gitu dong!
Untuk kedepannya saya berharap agar pihak Fakultas lebih mengkaji setiap keputusan yang akan diambil terutama jika berkaitan dengan kepentingan mahasiswa.
Wiwik,
Mahasiswa DIII Inggris ’03
Kabar Baru BEM FS Undip
Pertama, perlu kami informasikan bahwa sejak semester genap lalu, kepengurusan BEM FS Undip periode 2006/2007 telah terbentuk. Sebagai pengurus baru, kami mohon dukungan dari kawan-kawan mahasiswa agar BEM kali ini bisa bekerja lebih maksimal.
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam kepengurusan kami. Masih minimnya partisipasi mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan menjadi salah satu pekerjaan pokok BEM kali ini. Meski persoalan ini telah beberapa kali diwacanakan, namun belum juga membuahkan hasil yang menggembirakan.
Kami melihat ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Pertama dari lembaga kemahasiswaan sendiri. Sudah menjadi keharusan bagi setiap lembaga kemahasiswaan di fakultas ini untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Telah beberapa kali dikemukakan oleh pembantu dekan bidang kemahasiswaan bahwa HMJ/HMPSD seyogyanya berkonsentrasi pada kegiatan akademik di lingkup jurusan ataupun program studinya masing-masing. Sedang UKM, yang memang memiliki cakupan yang lebih luas oleh karena anggotanya tidak terbatas oleh satu jurusan tertentu, melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya.
Namun dalam prakteknya, kinerja lembaga kemahasiswaan belum maksimal. Tumpang-tindih kegiatan HMJ/HMPSD dan UKM masih terjadi. Lahan-lahan akademik belum sepenuhnya digarap oleh HMJ/HMPSD. Padahal dalam bidang ini masih terbuka luas kesempatan untuk membawa nama jurusan atau program studi. Bukannya malah melaksanakan kegiatan yang bisa dikerjakan oleh UKM, ataupun melaksanakan kegiatan yang bersifat seremonial, seperti acara kumpul-kumpul pengurus. Kritik ini juga berlaku bagi UKM.
Kurangnya komunikasi antarlembaga kemahasiswaan menjadi salah satu penyebab persoalan di atas. Menyikapi hal ini, BEM akan memfasilitasi komunikasi lembaga kemahasiswaan di FS Undip. Untuk itu kami sangat mengharapkan komitmen rekan-rekan yang duduk di lembaga kemahasiswaan untuk bekerjasama memecahkan persoalan bersama itu.
Sementara BEM yang juga merupakan bagian dari lembaga kemahasiswaan akan mewadahi aspirasi mahasiswa baik dalam kaitanya dengan kegiatan mahasiswa maupun dengan pihak birokrat kampus. Kami berharap rekan-rekan mahasiswa semua untuk tidak segan-segan berkunjung ke sekretariat BEM, anggaplah sebagai “rumah mahasiswa”.
Kami mengajak kawan-kawan mahasiswa semua untuk turut berpartisapasi aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dengan merasa memiliki, karena sukses tidaknya kegiatan kemahasiswaan menjadi tanggung jawab kita bersama. Tangan terkepal, maju kemuka….

Salam,
Presiden BEM FS Undip
Muhamad Sabiq Wafiyuddin
Ralat Hawe Pos Edisi 13
Saya hanya ingin membenarkan kesalahan yang ada pada Hawe Pos edisi 13/IV/Oktober/ 2005. Dalam edisi tersebut, wawancara khusus dengan Ketua Jurusan Sejarah, Dr. Singgih Tri Sulistyono, M. Hum. menyebutkan bahwa saya, Rabith Jihan Amaruli, mendapat peringkat 2 dalam Kompetisi Mahasiswa Berprestasi tingkat Universitas. Padahal itu tidak benar. Dalam Kompetisi itu, saya hanya mendapat peringkat 8, sedangkan peringkat 2 diraih oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran.
Demikian harap menjadi perhatian. Terima kasih.

Rabith Jihan Amaruli
A2C001108
Tanggapan Redaksi
Data yang kami sampaikan itu seperti yang dikatakan oleh narasumber. Kami punya bukti transkip dan rekaman wawancaranya.
Kami sampaikan apresiasi atas klarifikasi Anda. Ini menjadi pembelajaran bagi kami agar ke depan kami perlu mengkroscek data yang diberikan narasumber. Sekali lagi, terima kasih.

Adakah Manfaat BEM Bagi Mahasiswa Tembalang
BEM dalam pandangan saya adalah sosok aktivis yang mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat kampus pada khusunya dan masyarakat di luar kampus pada umumnya. Namun apabila melihat kondisi riil di lapangan, amatlah bertolak belakang. Kondisi kampus sastra yang saat ini terbagi atas kampus atas (Tembalang) dan kampus bawah (Pleburan) dalam prakteknya menjadi salah satu kendala.
Selama saya kuliah di kampus atas, peran BEM perlu dipertanyakan. Menurut saya BEM selama ini belum bisa menjembatani komunikasi antara mahasiswa atas (Sejarah dan Arsip) dengan birokrat kampus maupun UKM yang ada di kampus bawah.
Bayangkan apabila harus meminta tanda tangan dekan untuk kepentingan proposal atau surat lainnya, mahasiswa atas harus naik “turun gunung”. Belum lagi masalah pengajuan beasiswa untuk mahasiswa juga masih berpusat di bawah. Dan juga kendala bagi mahasiswa atas dalam mengikuti kegiatan dari UKM di FS karena masih terpusat di kampus bawah pula. Uang saku mahasiswa malah habis untuk pengeluaran transportasi. Lantas di mana peran BEM, bukankah kami yang di atas juga warga sastra?
Mungkin saya terlalu menuntut. Tapi saya sangat prihatin melihat keadaan warga atas yang seperti dianaktirikan. Oleh karena itu, saya berharap agar BEM kali ini bisa memaksimalkan fungsi dan perannya, tidak hanya di kampus bawah tapi juga di kampus atas.
Selain itu, kami berharap BEM bisa memfasilitasi keinginan mahasiswa atas untuk berpartisipasi aktif dalam UKM kampus tanpa terbebani dengan masalah dana untuk transportasi. Menurut kami faktor ini yang mungkin menjadi alasan bagi mahasiswa atas untuk tidak bisa intens dalam kegiatan UKM.
Rasanya percuma jika selama dua periode ini presiden BEM berasal dari kampus atas, toh sampai saat ini geliat kampus bawah belum terasa di kampus atas. Semoga ini bisa menjadi PR buat BEM sekarang.
Penulis adalah mahasiswa Sejarah 2004

One thought on “Surat Pembaca

  1. Best regards from NY! allegra Forex trading bank currency exchange foreign forex research Atarax tramadol contradictions 1961 pontiac for sale Maple syrup urine botox cholesterol good reading Incorporating math and science in the classroom pain ultram internet marketing What does imitrex look like Adipex bontril ionamin meridia phentermine xenical bluetooth wireless bluetooth headphones

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top