Dicari Figur Dekan Ideal

Dua periode dipimpin orang yang sama, kini Fakultas Sastra Undip berburu dekan baru.

Hawe Pos Edisi 16/V/Agustus 2006
Headline

ADA agenda penting di tanggal 14 Agustus 2006. Kursi panas orang nomor satu Fakultas Sastra (FS) Undip jadi rebutan. Sembilan bakal calon akan beradu kompetisi. Mereka adalah Dra Chusnul Hayati Ms, Drs Mulyono MHum, Dr H Mudjahirin Thohir MA., Dra Ngesti Lestari Msi, Prof Nurdien H Kristanto MA Ph D, Dr Sarjana Sigit Wahyudi MHum, Dr Singgih Tri Sulistyono M.Hum, Prof Dr H Sudaryono, dan Drs H Widodo Agus Syahrir Syam MEd.

Abdul Nasir sebagai ketua pelaksana, menceritakan proses penjaringan sampai terpilihnya sembilan bakal calon. Pertama, sekretariat menyiapkan data-data calon yang memenuhi persyaratan. Syarat mutlak yang menjadi ketentuan peraturan universitas, calon minimal lektor kepala.

Pertimbangan lainnya, usia calon di bawah 61 tahun, belum pernah menjabat dekan selama dua periode, dan minimal golongan IV. Dari 40 calon yang masuk kriteria awal, 4 sudah pernah menjabat, dan 6 orang telah berusia di atas 61 tahun. Selanjutnya, dari 30 yang tersisa, panitia mengirimkan surat kesediaan menjadi kandidat dekan. Sembilan dosen bersedia, dan 21 dosen lainnya menyatakan mundur.

Alasan keikutsertaan sembilan calon dekan FS periode 2006-2010 itu bermacam-macam. Jika Chusnul ingin belajar menerapkan pemikiran strategis dan program kerjanya, Mulyono berobsesi membangun sastra lebih baik dengan berbekal pengalaman beberapa puluh tahun mengenal FS.

Sedangkan Mudjahirin merasa berhutang budi dan harus membayarnya dengan menjadikan sastra lebih baik lagi. Ngesti sekadar ingin menyampaikan pikiran bagaimana caranya mengembangkan fakultas, Nurdien ingin mengembangkan berbagai kegiatan dan perubahan politik serta struktur organisasi fakultas, dan Sigit mengadakan pembaharuan yang menyangkut tri dharma perguruan tinggi yaitu tentang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Kemudian, Singgih ingin menjadikan FS sebagai fakultas yang bergengsi dan berwibawa di Indonesia bahkan tingkat Asia Pasifik, dan Sudaryono merasa punya pengetahuan yang ingin disalurkannya untuk pengembangan FS. Widodo, yang sekarang menjabat Pembantu Dekan (PD) II, tak berkomentar.

Kandidat-kandidat tersebut bakal dipilih langsung oleh senat fakultas dalam rapat tertutup pertengahan Agustus mendatang. Tampuk pimpinan senat langsung dipegang dekan saat ini, Prof. Dr. Th Sri Rahayu Prihatmi MA. Sebagai sekretaris adalah Drs. Supriyo Priyanto MA. Sedangkan anggotanya terdiri dari 19 orang dan 6 diantaranya bagian dari bakal calon dekan. Mereka adalah Chusnul, Mulyono, Nurdien, Singgih, Sudaryono dan Widodo. Apakah mereka juga punya hak Suara?

“Ya, mereka punya hak suara,” kata Prihatmi.
“Jika ada satu suara berarti dia sendiri yang milih. Mereka berhak milih dirinya sendiri,” lanjutnya sambil tersenyum.

Sedangkan sivitas akademika lainnya di luar anggota senat, seperti mahasiswa, dosen maupun karyawan disediakan kotak aspirasi. Tak ada hak pilih buat mereka. Ketetapan sistem tertutup ini, ternyata banyak menuai kontra. “Yang namanya dekan kan milik sivitas fakultas, semuanya, nggak cuma senat tok. Sebenarnya mahasiswa pun memiliki. Mereka berhak memilih,” ujar Karel Juniardi, Sejarah 2001.

“Itu memang disediakan kotak aspirasi, kita disuruh ngisi tapi akhirnya senat juga kan yang menentukan. Percuma kan suara kita. Tapi beberapa dosen ada yang masukin,” kata Sari Ninggawati, sekretaris di jurusan Sastra Indonesia (Sasindo).

Hermintoyo, dosen jurusan Sastra Indonesia berpendapat senada. “Kalau menurut saya kurang pas karena sekarang situasinya sudah berbeda. Pemilihan bupati saja langsung jadi mungkin suara-suara orang yang berani bicara, suara-suara orang yg tadinya tidak berani bicara bisa tersalurkan. Ya, kalau bisa ada perubahan. Kalau bisa dilibatkan semua, mulai dari dosen, karyawan, dan mahasiswa. Sehingga aspirasi mahasiswa bisa didengar.” Selain mereka juga ada Riyanto, karyawan S2, dan Mulya (Sasindo 2005) yang berpikir sama.

Menanggapi hal itu, Prihatmi, ketua senat merangkap ketua panitia, menjawab demikian. “Ya memang di mana-mana mekanismenya seperti itu (tertutup, Red.). Kami juga sudah cukup mengenalnya lama sehingga kami harapkan tidak salah pilih. Di luar negeri juga seperti itu. Bukannya kami mengadop, tapi karena memang tradisi di dunia akademik seperti itu. Karena ini nggak jabatan politis.”

Sabiq Wafiyudin, Presiden BEM FS Undip, tak sepakat dengan pernyataan Prihatmi. “Bukan masalah politis, tapi jauh yang lebih penting adalah bagaimana mengetahui suara dari bawah,” ungkapnya.

Menurutnya, pemilihan dekan kali ini kurang melibatkan mahasiswa. Misalnya dalam penjaringan bakal calon. Mahasiswa di sini tidak diberi kesempatan untuk memilih bakal calonnya. “Saya menghargai upaya pihak panitia untuk merangkul mahasiswa dengan melakukan penggalangan kotak aspirasi. Tapi mohon maaf, kami menolaknya,” ungkapnya, kecewa.

Lebih lanjut Sabiq menjelaskan perihal penolakannya itu. Sedianya BEM diminta oleh pihak panitia untuk mengedarkan kotak aspirasi dan saran kepada mahasiswa. Panitia juga telah menyiapkan ratusan formulir untuk diisi oleh mahasiswa. Setelah terkumpul, semuanya diserahkan kembali kepada panitia.

“Saya jelas menolak. Kalau kita menurut, seolah-olah kita kayak jadi corong fakultas. Saya bilang ke panitia, kami mau mengedarkan, tapi kami berhak mempublikasikan hasil aspirasi dan kami tidak mau menyerahkannya kepada panitia. Jika usul ini tidak diterima, saya akan mengembalikan, dan akan membuatnya sendiri,” ucapnya ketika menemui salah seorang panitia pemilihan dekan.

Sabiq menganggap senat kurang berani untuk melakukan perubahan. Ia membandingkan dengan sistem pemilihan di FISIP. Dikatakan, pemilihan dekan di FISIP lebih progressif. Penjaringan calon melibatkan mahasiswa. “Dan yang lebih penting, harusnya senat di sini juga berani menanggalkan ego pribadi. Tidak lantas karena kedekatan, senioritas, apalagi sentimen jurusan?”

Kritikan lebih keras diungkapkan oleh salah satu bakal calon yang keberatan disebutkan namanya. “Harusnya anggota senat perlu direformasi. Senat yang ada saat ini, tidak mewakili aspirasi dari bawah.”

DELAPAN tahun sudah Prof. Dr. Th Sri Rahayu Prihatmi MA menjabat sebagai dekan FS. Kini giliran calon lain untuk membawa FS undip menjadi fakultas idaman. Apa rencana kerja andalan yang mereka tawarkan untuk perbaikan FS?

Mulyono mengaku telah menyusun program kerja. Waktu 4 tahun yang relatif singkat baginya akan digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkait dengan pengamalan tri darma, penelitian, dan meningkatkan mutu pendidikan. Mudjahirin akan berorientasi pada pengembangan kebudayaan fakultas Sastra. Yang pertama kali akan dilakukan jika ia terpilih adalah memperbaiki fasilitas yang paling mendasar. Misal kebersihan kamar mandi, perbaikan AC, dan memperhatikan kenyamanan belajar dengan menyediakan ruang kuliah yang representatif.

Ngesti ingin mengembalikan fungsi awal Sastra. Sastra harus dekat dengan budaya. Ia juga akan menata kembali kelembagaan. “Aspirasi semua prodi harus terakomodir dan warna fakultas sastra harus mencuat,” komentarnya saat diwawancara disela-sela kesibukannya.

Calon lain seperti Nurdien juga unjuk rencana kerja. Ia akan bertekad membenahi organisasi untuk membangun suatu sistem, sistem yang demokratis, terbuka, dan transparan. Ia juga akan membangun kepribadian pemimpin yang memenuhi asas-asas keadilan dan demokratis. “…membangun dalam diri sendiri dulu untuk bertekat dalam pengembangan good governance,” ungkapnya di ruang Jurusan Sastra Inggris beberapa hari yang lalu.

Sedangkan Sigit ingin memajukan kualitas SDM terutama mahasiswa dan dosen yang mengarah pada hasil yang diinginkan pasar. Ia akan mendirikan laboratorium bahasa, budaya, dan komputer serta prasarana penunjang lainnya yang akan meningkatkan SDM. Singgih tak jauh beda dengan Sigit, hanya saja ditambah pengelolaan sistem administratif dan memperbaiki atmosfir akademik.

Dan Sudaryono lebih mengarah ke akademik. Ia akan berusaha agar mahasiswa-mahasiswa Sastra lulus dengan IP minimal 3 dalam waktu kuliah yang relatif cepat. Caranya dengan menawarkan matakuliah pada tiap semester. Ia takkan membagi genap ganjil karena sistem ini menghambat mahasiswa yang ingin mengulang. Mahasiswa harus menunggu setahun kemudian.

Ia juga akan menawarkan sistem double subjek seperti yang telah dijalankan di program DIII. Contohnya DIII Inggris. Mahasiswa tak hanya mendapat matakuliah bahasa Inggris tapi juga ilmu lain seperti kepariwisataan dan manajemen.Di samping itu juga ia akan memperluas jaringan. Chusnul dan Widodo tak berkomentar dalam hal ini.

Bagaimana kriteria figur dekan yang diinginkan oleh warga kampus?

“Kata Dik Doang membumi, merakyat. Kita pengennya seperti itu,” kata Sari.

Sebagai karyawan, Sari berharap dekan ke depan bisa mengerti dan menanggapi permasalahan-permasalahan warganya. Sari kemudian berbagi pengalaman tentang kisahnya menjadi karyawan honorer. Sari dan beberapa rekannya yang telah lama jadi honorer berharap dapat diangkat sebagai karyawan tetap. Diantara karyawan honorer itu ada yang sudah menjadi karyawan honorer selama lima sampai sembilan tahun. Namun hingga sekarang, nasibnya tak kunjung berubah.

Salah seorang dosen Jurusan Sastra Indonesia mengatakan, kelemahan dekan periode ini karena kurangnya dukungan dari para pembantu dekan. “Bagaimana kalau dekan sendiri tak di support oleh pembantu dekannya?” tanyanya.

Oleh karena itu, ia berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Pembantu dekan harus sepenuhnya mendukung kinerja dekan terpilih.

Terlepas dari kekurangan itu, Tugirin, karyawan perpustakaan menilai kinerja dekan periode ini berhasil. Dekan sekarang mampu mewujudkan pembangunan kampus di Tembalang, meski baru sebagian.

Selain itu, juga berhasil membuka program magister (S2). Dirinya juga mengaku dilibatkan dalam pengambilan kebijakan kampus. Ia mengatakan, setiap akhir tahun diadakan rapat karyawan. Yang dibicarakan tentang kinerja staf akademik, keuangan, kesejahteraan. Lantas bagaimana kriteria figur dekan yang diinginkan? “Pinter harus, ramah, ngayomi semuanya termasuk karyawan seperti saya ini”

Kriteria figur dekan lainnya dikemukakan oleh Mulya. Mahasiswa angkatan 2005 itu mengatakan, “Lebih dekat dengan mahasiswa, kalau dicari (dibutuhkan) harus ada (gampang dihubungi).” Tak beda dengan Sari dan Mulya, Mahendra Puji Utama, Dosen Sejarah, juga berpendapat demikian.

Sedangkan Karel menyoroti masalah fasilitas yang minim terhadap lembaga kemahasiswaan. Ia mengharapkan dekan selanjutnya akan memikirkan hal itu. Pendapat senada disampaikan oleh Vita Yektiani, mahasiswa Sejarah 2002. Ia berharap dekan mendatang dapat membenahi fasilitas kampus jadi lebih baik.

Vita menambahkan, pemanfaatan kampus Sastra di Tembalang belum maksimal. Masih banyak ruang kosong yang belum digunakan. Sedang kampus bawah banyak ruang kuliah yang tidak kondusif dan ruangannya juga sempit.

Meski tak punya hak pilih, para mahasiswa, karyawan, dan dosen yang tidak terlibat dalam pemilihan, juga punya figur ideal yang nanti diharapkan bisa terpilih jadi dekan. Riyanto misalnya. Ia mengidolakan Mujdahirin. Baginya dosen Sasindo itu sosok yang tepat untuk menjadi dekan ke depan.

“Saya sering memperhatikan ketika dia mengajar, dia itu loyal. Dalam memecahkan masalah itu kelihatannya kok bisa tuntas gitu lo. Dia bisa berbuat adil, apa lagi dia itu orangnya kalau dilihat majemuk dengan agama. Jadi memecahkan masalah itu dengan proposional,” terang Riyanto.

Karel dan Abu Bakar Alaydrus memilih Singgih. Abu berpendapat, “Kalau pak singgih itu orangnya pinter. Dia itu go internasional. Dia one of the forum doctor atau apa itu. Dari segi ilmu saya yakin dia baik tapi kalau manajer yang baik belum tentu. Karena tidak ada korelasi yg positif tentang itu.” Karel mengatakan, Singgih itu orang yang sederhana, pintar, dan peduli pada mahasiswa.

Berbeda dengan Riyanto, Karel, dan Abu Bakar, Sabiq tak mau menyebutkan nama calon yang dijagokannya. Baginya, siapapun calon yang akan jadi, yang penting punya visi dan misi untuk untuk membangun Sastra ke depan. Namun ketika didesak, ia akhirnya menyebutkan nama juga. “Kalau saya pribadi lo ya, saya lebih memilih Pak Mujahirin. Dia pintar, punya banyak prestasi, dan orangnya enak diajak ngobrol.”

Siapa yang berpeluang besar terpilih menjadi dekan?

“Siapa yang berpeluang saya tidak tahu persis, tapi yang saya idealkan adalah Pak Mujdahirin dan Pak Singgih. Alasannya… secara akademis mereka bagus,” kata Mahendra Puji.

Sementara itu, Tugirin juga menunjuk dua nama. “Kalau saya, milih laki-laki. Kira-kira ada dua. Dari Inggris pak Nurdin. Kalau dari Indonesia pak Mujahirin,” katanya. “Saya pilih Pak Mujahirin. Dia ramah. Sering ngobrol bareng, jajan bareng di pojok (warung pojok dekat ekstensi). Dan sering main pingpong bareng,” ia menimpalinya sambil tersenyum.

Dua nama calon yang berpeluang juga disebutkan oleh Wiranto. Pegawai tata usaha itu menunjuk Widodo AS dan Mujahirin sebagai calon terkuat.

Selain yang disebutkan itu, tentu saja masih ada calon lainnya yang mendapat dukungan dari para warga Sastra. Seperti kata Anhari Basuki, tiap orang punya pilihan sendiri. Anhari adalah mantan dekan periode 1992-1995 dilanjutkan periode 1995-1998.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top