SELASA pagi, 27 Maret 2007 di pelataran parkir sebelah timur Fakultas Sastra digelar “Temu Penulis dan Bincang Buku bersama Andrea Hirata.” Acara yang didukung oleh Renjana Organizer, Hawe Pos, Toko Buku Toga Mas, dan Penerbit Bentang Pustaka ini akan memperbincangkan dua buku pertama sekaligus pre-launch buku ketiga Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi.
Selain Andrea Hirata, turut hadir Aulia Muhammad (Pemimpin Redaksi suaramerdeka.com) sebagai pembedah karya dan Agus M Irkham (Pegiat komunitas perbukuan) bertindak sebagai moderator.
Menurut Aulia, Laskar Pelangi, yang acapkali dibandingkan dengan novel Tetsuko Kuroyanagi, Totto-Chan, merupakan salah satu bentuk kenarsisan Andrea. Novel pertama Andrea penulisannya masih bersifat sangat subjektif. Namun, Andrea mulai memperbaikinya secara perlahan dalam buku kedua, Sang Pemimpi.
Aulia juga menambahkan bahwa memoar itu ditulis dengan pendekatan orang dewasa yang terperangkap dalam tubuh anak kecil. Andrea membenarkan komentar Aulia.
Andrea mengakui bahwa novel tersebut memang ditulis berdasarkan sudut pandang dia yang sudah dewasa. Lewat tetralogi yang ceritanya bergerak linear sesuai tingkatan pendidikan yang dienyamnya, Andrea ingin berpesan bahwa hidup haruslah mempunyai integritas. Mungkin karena integritas itulah, alumni Fakultas Ekonomi UI itu mampu meracik novel yang bertema tidak populer menjadi karya yang menarik.
Kehidupan yang dramatis penuh dengan perjuangan hidup, namun mengesankan. “Aku membaca novel itu tertawa-tertawa sendiri di kamar. Bisa menangis juga. Pokoke nyentuh,” kata Zumala, Sastra Indonesia 2005.
Fajar, mahasiswa Teknik Sipil Undip 2001, mengatakan Laskar Pelangi merupakan bacaan alternatif yang segar dan jujur. Selain menghibur, novel itu juga membuat orang ikut bergerak untuk melakukan sesuatu.
Sosok Andrea Hirata, tak pernah dikenal sebelumnya. Tak pernah menulis sepotong pun cerpen, tiba-tiba muncul dengan tetralogi. Out of the Blue, metafora yang pantas digambarkan Sapardi Djoko Damono untuk Andrea. Melalui dua karyanya, Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi Andrea mampu menempatkan dirinya sebagai salah satu penulis muda Indonesia yang berbakat. Bahkan novel pertamanya telah beredar di luar negeri dan mencapai best seller di Malaysia.
Laskar Pelangi bercerita tentang kehidupan 11 anak Belitong yang bersekolah di SD dan SMP Muhammadyah. Sekolah tertua di Belitong yang hampir roboh. Karena kondisinya yang memprihatinkan, pemerintah berencana menutupnya. Namun Bu Muslimah dan Pak Harfan tetap berjuang agar sekolah itu tetap berdiri. Itulah satu-satunya sekolah yang tidak menarik bayaran. Sekolah untuk anak-anak miskin di Belitong.
Nama Laskar Pelangi diambil Andrea dari julukan bu Muslimah untuknya dan kesepuluh temannya. “Laskar itu kan punya pengertian patriotik ya, punya pengertian pejuang. Jadi, karena waktu itu banyak siswa di sekolah yang tidak kuat mental terus keluar dari sekolah, sebab dia terpinggirkan oleh keadaan, gitu. Nah terus makanya beliau menamai kami Laskar Pelangi. Agar kami punya nuansa dan moralitas,” kata Andrea.
Untuk mengabadikan kehidupan masa kecilnya, ia menulisnya dalam bentuk novel. Karya tersebut dipersembahkan khusus untuk bu Muslimah, pak Harfan, dan kesepuluh temannya. Tak ada niat dikirim ke penerbit. “Buku ini dikirimkan oleh teman saya ke penerbit. Jadi karena penerbitnya ya Alhamdulillah dia senang dengan karya saya, kemudian proses editing selama dua bulan. Dan langsung terbit,” lanjutnya. Lalu, dalam waktu dua minggu, novel itu telah mencapai best seller.
Laskar Pelangi ditulis Andrea hanya dalam waktu tiga minggu. Ia menulisnya setelah pulang dari kantor. Bila sudah telanjur menulis, ide-ide itu langsung mengalir begitu saja sehingga ia tak ingin berhenti.
Satu kejadian yang masih diingat Andrea hingga kini, tentang kegigihan gurunya. “Saya inget ibu Muslimah datang ke sekolah dengan berpayungkan daun pisang, romantis kan? Dengan basah kuyup, belajar dengan air setinggi lutut. Banjir, ” ungkap Andrea.
Berkat tulisannya, bu Muslimah diusulkan menjadi salah satu kandidat penerima penghargaan yang diberikan salah satu departemen kementerian Indonesia. Tak hanya itu, novel Laskar Pelangi ini juga akan segera difilmkan oleh sineas kenamaan Indonesia, Riri Reza. ****
hoho…salam buat Aul ya.sepertinya tambah makmur saja dia. apakah teman2 masih sering kontak ma mas Aulia mantan PU HW itu.tolong titip salam…