Keberadaan stand sebagai sarana media penyampai informasi pada umumnya memang sudah seharusnya ada dan disediakan. Tetapi jika pada kenyataan di lapangan, komunikasi yang berjalan tidak seiring antara stand fakultas dengan stand daerah. Maka dari itu harus ada pihak yang menengahi agar tidak terjadi sikap ‘paling berkuasa’ dalam birokrasi tersebut.
Kegiatan tahunan di Gedung Prof. Sudarto masih belum begitu terlihat di halaman depan. Semarang (28/5) beberapa mahasiswa dari berbagai Fakultas di Universitas Diponegoro yang dikoordinir oleh BEM KM Undip sedang melakukan persiapan di stand masing-masing. Pagi itu adalah hari kedua verifikasi calon mahasiswa yang telah diterima melalui seleksi SNMPTN undangan (dulu PSSB) dan beasiswa bidik misi.
Sekitar pukul 7 stand FIB masih kosong. Dua orang perwakilan UKM LPM Hayamwuruk menjadi yang pertama saat kemudian seorang mahasiswa yang mengaku dari FIB juga menyambut dan sempat mengira mereka berdua adalah perwakilan HMJ Edsa. Koordinasi antara BEM KM FIB dengan jajaran LKM memang sangat mendadak. Kabar adanya stand pagi itu baru disampaikan sore, hasilnya dari total 19 LKM di FIB hanya setengahnya yang hadir. Dan HMJ Sastra Jepang yang memang baru diresmikan tersebut mendominasi stand FIB dengan membawa tiruan pohon sakura dan menampilkan cosplay pakaian jepang.
Ketua BEM KM FIB, Taufiq, sempat hadir menengok teman-teman stand sambil mengingatkan agar jika ada Mahasiswa Baru (Maba) yang datang ke stand untuk mengisi daftar hadir sebagai data. Ia mengakui bahwa ini memang mendadak dikarenakan kabar dari BEM KM Undip pun mendadak. Setelah itu ia meninggalkan lokasi dikarenakan sedang ada acara LDO di kampus FIB yang diadakan oleh BEM.
Hari semakin siang, meja dibiarkan ketumpahan cahaya matahari yang kian garang, sementara para penjaga stand mundur teratur mencari tempat teduh. Tetapi di sisi semakin banyak yang sliweran, baik para Maba dan orang tuanya maupun para penjaja dagangan yang bahkan diantaranya adalah mahasiswa Undip sendiri.
Selain menunggu di stand, ternyata mereka juga berdiri menjemput bola sambil membawa papan bertuliskan nama fakultas masing-masing, semacam penjemput di bandara. “Waktu keluar itu kan banyak banget yang bawa tulisan ada FK, ada Teknik ada apa aja bingung ini apa ngapain” ujar Vida, calon mahasiswa asal Tuban yang diterima di Fakultas Kedokteran Umum. Suasana di teras utama Gedung Prof. Sudarto memang begitu ramai bahkan menurut keterangan seorang mahasiswa Akuntansi 2005, Ari, sempat terjadi keributan kecil di sana.
Keributan itu terjadi antara pihak BEM KM Undip dan teman-teman penjaga stand daerah. Menurut mahasiswa asal Aceh tersebut, keberadaan stand-stand daerah tidak disambut baik oleh teman-teman BEM. Awalnya mereka membuat stand daerah itu setiap tahun, hanya saja di beberapa tahun terakhir tidak rutin. Mereka diprotes pihak BEM KM Undip khususnya Departemen Kesma yang memang membuat stand tepat di pintu keluar ruang verifikasi. “Sebenernya stand fakultas itu gak perlu mbak. Iya. Yang dari rektorat sebenarnya gak ada masalah ya, cuma yang jajaran Bem sendiri yang mempermasalahkan stand daerah. Ini kan PSSB undangan, dari jalur undangan, harusnya kan dari luar Jawa anggotanya paling banyak. Beda ceritanya kalau SNMPTN dari jalur tes. Dan kemungkinan dari lokal sangat banyak…” secara tiba-tiba pria itu nyletuk saat wawancara dengan seorang calon Mahasiswa asal Aceh.“Cuma bawa itu (papan stand dareah) diprotes sama anak BEM KM. Katanya gak boleh lagi. Rektorat aja gak ada apa-apa kok mereka yg sentimen”.
Pria yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Aceh Semarang (IPAS) tersebut mengaku hanya ingin memberikan sambutan kepada teman-teman dari daerah. Bahkan ketika Undip masih dipimpin Eko Budiharjo, beliau sangat longgar terhadap stand daerah. “Kita boleh menampilkan tari Saman. Pas sambutan dari rektor, abis tes, kita boleh nampil disitu” kenang Ari masih dengan logat khas Sumatranya. Tahun ini mereka memang merasakan rumitnya proses seleksi membuat mereka kesulitan untuk mendapatkan data mahasiswa Aceh yang baru diterima di Undip. Sebelumnya saat seleksi diadakan di tingkat lokal, begitu pengumuman mereka bisa langsung meminta data di Widya Puraya. Tapi sekarang saat beberapa hari lalu menemui pihak WP mengaku belum menerima data dari Dikti. “Makanya kita kocar kacir sekali tahun ini. Jadi gak tahu ni berapa orang jumlah. Alhamdulillah ini baru 6 orang. Biasanya pertahun 20 orang”.
Aceh bukanlah satu-satunya stand daerah yang siang itu masuk ke kawasan Sudarto melainkan Lampung, Bengkulu, Batak (Medan), Klaten dan beberapa daerah Jawa Barat. Saat ditanya mengenai keributan kecil yang sempat terjadi itu, ternyata teman-teman dari stand daerah Lampung yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Pelajar Lampung (Kamapala) tidak mengetahui kejadian tersebut. Tetapi Hamdani, Ketua Umum Kamapala yang sedang kuliah di fakultas syariah IAIN Walisongo tersebut ikut memberikan pandapatnya bahwa stand daerah bukanlah persoalan sukuisme. “Intinya memandu teman teman dari daerah. Kalaupun belum kenal kalo sama daerah asal kan lebih enak”. Siang itu stand mereka telah sepi.
Stand fakultas maupun stand daerah pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, perbedaannya hanyalah pada status resmi atau tidaknya keberadaan mereka di sana. “Kalo menurut aku ya kak, stand fakultas itu udah menanungi gitu lo kak”, Fiqih yang siang itu sedang menjaga stand Fakultas Kesehatan Masyarakat turut mendukung maksud BEM KM Undip. Menurutnya ketika Maba masuk ke stand, dselain mendapatkan info seputar perkuliahan ia juga bisa bertemu kakak angkatan yang berasal dari daerah meskipun tidak ke stand daerah.
Bagi Vida, keberadaan stand fakultas sangat penting. Pertama mereka bisa mengena parasenior yang mungkin memiliki banyak pengetahuan, harapannya adalah mereka bisa menularkannya. “Apalagi aku kan dari Tuban dari luar jawa gatau apa-apa tentang Semarang”. Ia sempat menanyakan info tentang lokasi dan kerja sama FK. Lain lagi dengan Rudolfo Trinadi yang diterima di Fakultas Teknik, ia merasa canggung bila harus ke stand fakultas, “ya walaupun sebenernya di stand daerah juga canggung”. Ketika itu petugas keamanan meminta penanggung jawab stand daerah untuk melepas karton bertuliskan HORAS yang ditempelkan di dinding.
Sementara saat dikonfirmasi di sela kesibukannya, pihak BEM KM Undip Departemen Kesma, Naufa (Peternakan 2008) menyampaikan bahwa pihak BEM hanya khawatir ada orgasnisasi semacam NII yang masuk. Itulah mengapa organisasi ekstra kampus tidak diizinkan masuk kawasan Sudarto. “Tapi memang bagusnya sih stand daerah itu dibuat UKM aja, jadi resmi”.
Departemen Kesma sendiri memiliki fungsi sebagai media informasi seputar registrasi dan verifikasi, selain itu mereka juga menjual buku beasiswa. Ia menambahkan bahwa masalah yang sering muncul adalah belum adanya surat panggilan bagi calon mahasiswa yang lolos seleksi SNMPTN Undangan. Solusi untuk ini adalah dengan cara datang ke sekretariat LPPMP kemudian memasukkan Nama serta NIM agar segera dibuatkan surat. Ia menambahkan bahwa Tes Penjajakan tanggal 31-1 hanya dilaksanakan oleh peserta yang SNMPTN Undangan, sedangkan PSSB D3 tidak perlu.
Oleh: Destaayu Wulandari
Juru Foto: Galang Ari Pratama