“Aku Stres jadi Kacung”

Oleh Desta Ayu Wulandari dan Hasna Fuadilla H

Tanpa sengaja, secarik kertas bertuliskan “Aku stres jadi kacung” ditemukan menempel pada dinding gudang di samping toilet laki-laki lantai 1 gedung A FIB Undip oleh Adi (ketua panitia Kongres Mahasiswa 2011, red) 25 November lalu. Tulisan itu menimbulkan rasa penasaran kami. Muncul dugaan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, terutama bagi para pekerja cleaning service (CS). Berangkat dari tulisan tersebut, Hayamwuruk melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai sistem kerja dan kesejahteraan CS.

Kami berhasil memperoleh informasi dari salah satu CS lantai 2 bernama Arif. Gambaran mengenai bagaimana suka-duka bekerja selama hampir setahun di FIB mulai menjadi jelas. Dari 10 pegawai awal yang ada, kini tinggal 5 orang, sisanya telah keluar dan digantikan pegawai yang baru. Alasannya, pertama ketidakbetahan yang mendorong mereka untuk mengundurkan diri. Kedua, disebabkan SP (surat peringatan). “Ya gak tau, maksudnya ini, mungkin masalah gajinya kurang dari CV, maksudnya di bawah standar UMR sekalilah gitu,” terangnya.

Bekerja di perusahaan outsourcing nyatanya seperti main tebak-tebakan. “Kontrak kesepakatan kerja itu tidak terlalu transparan. Dibilangin nanti gajinya segini ya kita tinggal terima karena tadi kan gak tertulis. Nanti penempatannya dikabari. Saya waktu ditawarin sih oke-oke aja, terus saya ditempatin di sini. Padahal sudah tau, dia ngasihnya gak persis seperti yang dibilang segini, eh ternyata kurang,” tambahnya

Permasalahan gaji menjadi prihal yang selalu muncul dari para CS yang berhasil kami wawancarai. Setelah selesai melakukan wawancara di lantai 2 kami turun ke lantai 1 untuk mewawancarai CS yang bertugas di sana. Waktu itu sekitar pukul 15.00 WIB setelah ashar. Kami sengaja menunggu CS yang sedang sholat di mushola. Setelah sempat tawar-menawar waktu wawancara, CS bernama Nardi bersedia duduk di antara kami.

Nardi (30) mengaku, walaupun tidak betah karena faktor gaji yang minim, ia tetap asyik bekerja. “Ya kan alasan utamanya gajinya kurang itu lho, yang bikin asyik menurutku di sini banyak ceweknya,” pria itu tertawa geli. “Yang enak dilihat, haha,” lanjutnya sambil tetap tertawa.

Di kalangan para CS di lantai 1-3, selain Nardi ada satu lagi yang senang bercanda. Hal tersebut setidaknya agak mengatasi ketidakbetahan yang Nardi katakan di awal. “Adakah CS yang sekiranya merasa tertekan?” tanya kami. “Kalau tertekannya itu sih tergantung orangnya, kalo kita ngerasa happy gak tertekan. Mungkin malu kerja jadi CS,” pria itu tersenyum getir. “Selain itu kalo ada siswa yang (tidak) respect kan memperberat kami juga. Istilahnya membantu kami menjaga kebersihan. Nanti kan timbul jengkel, bisa depresi lho”, lagi-lagi ia tertawa.

Pria tersebut masih tertawa ketika kami menanyakan tanggapannya mengenai sebuah tulisan pada kertas di dinding gudang. “Wah, ya biasa. Dari temen-temen kan guyonan. Itu yang bikin temen saya mungkin. itu yang sering pake kacamata lantai 3. Dulu kan temen saya di toilet yang namanya Jodi sering dikerjain”.

Masih di waktu yang sama pada hari berikutnya, kami berhasil mewawancarai target yang sempat tertunda, CS yang bekerja di lantai 3. Ditemui di depan ruang istirahatnya, Imam, pria berkacamata itu meminta waktu sebentar untuk membersihkan ruang A.3.11 sebelum diwawancarai. Ia nampak terburu-buru karena jam kerjanya sudah habis.
Tidak sampai 5 menit, Imam telah berada di antara kami. Meski tampak lelah, ia masih tersenyum menanggapi beberapa pertanyaan. Ia bahkan tertawa saat ditanyai mengenai suka dukanya bekerja bekerja sebagai CS selama ini. “Ya sukanya kerjanya agak ringan ya mbak bisa santai, waktunya lebih banyak. Dukanya, ya paling kalo sampahnya banyak aja gitu”.

Kami pun mengarahkan pertanyaan mengenai hubungan di antara para CS. Jawaban yang keluar ternyata sama seperti yang diutarakan Nardi. Mereka sering bercanda untuk sekedar melepas penat. “Yang paling (sering bercanda), oo temen saya yang dulu mba, tapi sekarang udah pindah. Jodi itu lo mbak yang giginya hilang satu.Ya bercandanya lucu aja.Ya kan itu buat ejek-ejekan temen.” Jodi merupakan CS yang sering menjadi korban candaan CS lain. Imam sambil tertawa mengaku bahwa yang sering membuat tulisan “lelucon” adalah dirinya. Tulisan tersebut biasanya ditempel di bagian punggung. Tercipta kesan akrab antarCS.

Jodi, sosok ini digambarkan sebagai pribadi yang lucu, selalu menerima saja perlakuan jail teman-temannya. Tapi, kini ia sudah tidak lagi bekerja di FIB. 1 Desember lalu ia telah dipindahkan ke SMA 15 Semarang. Saat kami singgung tulisan di lantai 1, Imam menjawab, ”Oo itu. Itu saya yang naro.Ya kan Cuma becanda-becandaan mbak, lucu. Kaya bahan tertawaan. Tulisan lain yang juga pernah dibuat adalah “Aku jual tahu Sumedang”.

Masalah kesejahteraan seringkali memiliki keterkaitan dengan besar-kecilnya penghasilan para CS. Fakta yang berhasil Hayamwuruk telusuri lebih mengarah pada kurangnya kesejahteraan para CS. Tri, koordinator CS, berpendapat bahwa kesejahteraan CS masih rendah disebabkan oleh minimnya upah yang mereka terima. “Ya gaji pokoknya saja kecil. Kalau gaji secara keseluruhannya 500 pas. 500 saja nanti dipotong untuk koperasi 10 ribu. Sudah nggak ada tambahan lagi” Tutur Tri saat kami temui di Pos Satpam FIB.

Masalah ini tentu menjadi sensitif, apalagi jika melihat fakta bahwa pekerjaan CS tidaklah ringan.Pekerjaan ini menuntut perhatian penuh dengan jam kerja yang dimulai dari pukul 06.00-16.00 WIB. Pekerjaan berat yang tidak diimbangi dengan upah yang memuaskan tentu saja akan memunculkan keluhan dari para pekerja. Selain itu, CS terkadang masih dibebankan dengan beratnya tanggung jawab untuk membersihkan ruangan kelas dalam waktu singkat sebelum mahasiswa dan para staf berdatangan.
Kenyataannya, pekerjaan dengan sistim kontrak ini tidak memberikan banyak fasilitas. Menurut Tri, sejauh ini fasilitas yang diberikan hanya berkisar pada jatah makan siang setiap hari, dana kesehatan sebesar 250 ribu pertahun, dan kesempatan cuti 12 hari dalam satu tahun.

Mengenai fasilitas, Puji (29), CS di lantai 1 mengemukakan keluhannya.“Kalo gaji karena outsourcing, kan pakai sistem kontrak, saya juga sudah lihat kontraknya.Ya memang kurang memuaskan sih.Terus ya kemaren pas lebaran itu gak dapat THR (Tunjangan Hari Raya). Padahal saya sudah bilang ke teman-teman, kerjanya lebih baik lagi, siapa tahu dapat THR. Kita tunggu-tunggu, mendekati lebaran bukannya dapat THR malah kampus makin sepi,”

Mendengar hal tersebut, Hayamwuruk menanyakan langsung ke Tri perihal tidak adanya THR tersebut. Ia menjelaskan bahwa CS yang bersangkutan kemungkinan masih terhitung sebagai karyawan baru. Para pekerja yang berhak mendapatkan THR harus sudah bekerja minimal selama 6 bulan.

Apa saja suka duka bekerja sebagai CS di FIB? “Ya kalo masalah sukanya ya, sukanya itu kan enaklah kita kerja 5 hari seperti PNS. Kalo duka sih, ya, urusan kebersihan itu kan relatif. Orang memandang kebersihan itu kan, buat kita mungkin itu sudah cukup bersih, tetapi nanti jatuh pada siapa kan masih kurang.” Jawab Arif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top