Semangat Paramuda Mendapatkan Legalitas UKM

Oleh : Achmad Dwi Afriyadi
Peliput: Destaayu Wulandari

Belum genap setahun perpindahan kampus Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip, dari kampus Pleburan yang akhirnya menetap di kampus Tembalang, menunjukan kemajuan yang signifikan. Hal ini terlihat dari bangunannya yang dulu “orang-orang tua” sering menyamakan kampus lama seperti sekolah inpres, kini lebih layak dan benar-benar bisa disebut kampus, walaupun penyakit lamanya masih terbawa sampai ke kampus atas, diantaranya terdapat beberapa ruangan yang bocor, parkiran yang gersang, dll. Tidak berhenti hanya pada bangunan saja, kemajuan juga bisa dilihat dari kegiatan kemahasiswaannya. Pasca penerimaan Mahasiswa Baru (Maba) 2011, organisasi fakultas kini banyak diserbu peminat, tentu saja oleh mahasiswa baru.

Sore di hari aktif perkuliahan, lantai III gedung FIB, kegiatan keorganisasian begitu terlihat. Ada yang berlatih, ada juga yang berdiskusi. Namun, baru-baru ini ada atmosfer yang berbeda, seolah ingin memperkenalkan dan menunjukan identitasnya di mata publik FIB. Sekelompok mahasiswa menyanyikan lagu secara bersamaan berlatih di depan pintu masuk lantai II kampus. Mereka menamakan diri sebagai sebagai Paduan Suara Mahasiwa Ilmu Budaya (Paramuda).

Kori, mahasiswa Sastra dari jurusan Inggris ‘09 yang merupakan salah satu dari anggota Paramuda menuturkan bahwa organisasi tersebut berdiri sekitar Juni atau Juli 2011 dibawah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Departemen Minat dan Bakat (Mikat). Tujuannya untuk memberikan warna baru di FIB, karena faktanya FIB tidak memiliki organinasi yang bergerak di bidang paduan suara, guna mengisi acara wisuda dan menjadi sarana penyaluran bakat mahasiswa dibidang tarik suara.

“Iya rencanya sih besok November itu kan ada kongres, nah dari kita sendiri dibawa dari departemen Mikat dari BEM itu sendiri, ya maunya sih jadi UKM, soalnya di fakultas lain berdiri sendiri, insyallah nanti kongres bakal dibahas, kemudian tahun depan berdiri sendiri” tuturnya ketika ditanya Hayamwuruk tentang alasan Paramuda ingin berdiri sendiri.

Jika benar demikian maka seefektif apakah Paramuda dalam menyalurkan minat dan bakat mahasiswa dalam bidang tarik suara? Karena menjadi kesepahaman bersama bahwa sudah ada Wadah Musik Sastra (WMS) yang menampung minat dan bakat mahasiswa di bidang musik yang sudah lama berdiri di Fakultas Sastra (kini FIB). Bagi Kori, WMS dan Paramuda memiliki jalur yang berbeda. “Sebenarnya paduan suara dengan WMS Beda ya mas, Kalo paduan suara lebih tahu tentang jenis suaranya sendiri, kalo WMS kan suara bagus bisa nyanyi” tambahnya.

Jawaban berbeda diberikan oleh Ido, ketua WMS saat ditemui Hayamwuruk. Pada awalnya Ia mengira Paramuda bergabung dengan PRMK karena melihat pamflet oprec Paramuda hanya berada di depan pintu UKM PRMK. Ido mengatakan bahwa pada dasarnya WMS adalah musik dan Paramuda juga musik, yang membedakannya hanya pada instrumen. Jika WMS instrumennya lebih kental sedangkan Paramuda lebih mengutamakan vokal tapi tidak banyak menggunakan instrumen. “Kalo orang tahu musik dalam artian musik luas, tahu arti WMS kan? Wadah Musik Sastra. Namanya musik kan juga luas entah itu musik vokal, perkusi, beatbox, macam-macam bisa masuk di WMS asal berhubungan dengan musik” ucapnya. Argumen tersebut dikuatkannya saat dia menghadiri acara sambung rasa, dia sepakat dengan apa yang di utarakan oleh Dekan FIB ketika menanggapai UKM Olahraga yang ingin memunculkan UKM Catur pada tahun 2012. Dekan menyarakan agar UKM Catur di gabung saja dengan UKM Olahraga karena alasan satu genre, yakni olahraga.

Ketika dikroscek ulang, Kori tetap bersikeras menjadikan Paramuda sebagai UKM sendiri. Anggapannya tetap sama, WMS dan Paramuda berbeda. “Gak sih mas sebenarnya gini WMS sama padus (paduan suara) beda, bener-bener beda, kalo padus itu kan ada jenis suara-suaranya gitu ya, gak bisa langsung kita kalo misalnya sopran suruh nyanyi dengan WMS, nyanyiin dengan WMS lagu itu gak akan bisa, jadi kalo WMS kan pure pakai suara asli. Kalo dari padus sendiri beda-beda, kalo bass suara dalam, kalo sopran lebih ke nada tinggi. Sopran suruh nyanyi sendiri kan jadi aneh kan ya mas, kalo padus lebih ngutamain kerjasama tim dan kecocokan jenis suara, maksudnya mencocokan jenis suara sopran, alto, tenor, bass di jadikan satu. Kalo WMS lebih ke musik tapi kalo misalnya WMS mau gabung sama kita gak bisa juga kalo mengiringi justru bisa” tegas Kori.
Kemunculan Paramuda memang tidak terlepas dari BEM. BEM pun menjelaskan bahwa berdirinya Paramuda dikarenakan posisi yang mendesak, diminta oleh fakultas guna mengisi kegiatan wisuda. Atas rekomendasi dan saran oleh Pembantu Dekan III akhirnya BEM membentuk Paramuda dan sampai sekarang masih bernaung dibawah BEM. “Ya karena kondisi yang mendesak yang harus kita turuti, kita mncoba bicara dengan WMS, artinya bukan berarti ini melangkahi daripada kerja WMS dibidang seni dan musik. Tapi lebih dari kegiatan yang mendesak yang kemudian harus kita eksekusi dan kebetulan kita ada departemen Mikat, disana sebenernya juga garis koordinasinya ada WMS, EMKA, dan kawan-kawan (UKM lainnya)” jelas taufik, presiden BEM FIB ketika ditanya masalah Paramuda.
Taufik tidak mempermasalahkan apakah nantinya Paramuda berdiri sendiri atau tidak. Menurutnya semua keputusan tergantung pada Kongres Mahasiswa, bukan pada dirinya sebagai presiden BEM. Bagi taufik, asal WMS tidak keberatan tidaklah menjadi masalah, karena selama ini kegiatan Paramuda menggunakan kas BEM.

Di bidang kemahasiswaan, Pembantu Dekan III Mujid Fahrihul Amin menerangkan bahwa WMS dan Paramuda tidak bisa dijadikan satu. Dia menjelaskan bahwa WMS dan Paramuda memiliki wilayah yang berbeda. Jika WMS mewadahi mahasiswa yang suka dibidang musik dan Paramuda mewadahi mahasiswa di bidang seni suara. Karena hal itu mengacu rujukan di universitas, di universitas paduan suara berdiri sendiri. Saat ditanya tentang mekanisme pendirian UKM, Mujid Fahrihul Amin menyampaikan bahwa fakultas tidak bisa campur tangan. “UKM lewat kongres FIB dulu, dari dan oleh untuk mahasiswa, kalo fakultas tidak campur tangan, keputusan kongres, baru saya mengesahkan” ungkapnya.

Permasalahan pendirian Paramuda menjadi UKM sendiri yang utuh sampai saat ini belum menemui titik temu. Pro kontra kemunculannya mewarnai keberadaan Paramuda. Namun menjadi catatan penting, untuk mendirikan sebuah UKM bukan langkah yang mudah. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Bukan tanpa alasan, kantor sekretariat UKM sampai sekarang masih minimalis dan mengharuskan kerelaan beberapa UKM berbagi “rumah”. Jika pada kongres besok Paramuda berdiri sendiri mampukah mereka menyesuaikan keadaan sekretariat UKM yang pelik seperti ini? Semoga saja hasil kongres tahun ini memberikan jalan terbaik kepada Paramuda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top