Oleh : Lana Fitria Saida*
Peliput : Annisa Intan P, Novia Rachmawati
Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memiliki sebuah perpustakaan yang terletak di ujung selatan, tepatnya di Gedung Sejarah lantai 1. Perpustakaan tersebut semakin berkembang dibanding sewaktu masih di Pleburan. Perkembangan itu meliputi bangunan, tampilan dan fasilitas di dalamnya. Penataan buku pun sudah semakin baik.
Petugas perpustakaan, yang akrab dipanggil Lia menceritakan kondisi perpustakaan ketika masih di Pleburan. Menurutnya ruangan perpustakaan kurang nyaman, baik dari segi pencahayaan maupun sirkulasi udara. Bukan hanya itu, Ia juga merasa kesulitan mencari buku karena belum adanya katalog.
Sedikit demi sedikit Perpustakaan FIB mengalami perkembangan. Dimulai dari tata letak, hiasan dinding dan beberapa variasi pengaturan ruang yang menarik minat mahasiswa untuk berkunjung. Fasilitas seperti komputer dan wifi menjadi nilai tambah.
Dalam Master Plan, gedung sejarah seluruhnya akan menjadi perpustakaan yang ditargetkan selesai pada tahun 2020. Lalu, dengan kondisi perpustakaan FIB sekarang, apakah realisasi Master Plan tersebut akan terwujud? Tugri, selaku koordinator UPT Perpustakaan optimis dapat terwujudnya Master Plan. “Ya betul. Tetapi masalahnya adalah sebagian besar gedung sejarah masih digunakan sebagai ruang kuliah. Jadi, menunggu pembangunan gedung baru. Untuk realisasinya, kemungkinan bisa mencapai target tahun 2020,” terangnya.
Setiap tahun perpustakaan mendapat dana dari mahasiswa baru. Pada tahun 2011, mahasiswa baru diwajibkan membayar iuran perpustakaan sebesar Rp. 100.000, dan itu berlaku selama masa studi. Namun, cukupkah uang Rp. 100.000 per mahasiswa itu untuk bisa mengembangkan perpustakaan? Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan, Sri Ati beranggapan bahwa dana dari mahasiswa baru masih kurang mencukupi pengembangan perpustakaan. Sedangkan menurut Tugri, semuanya tergantung kebutuhan. Tugri mengatakan bahwa jika ingin membuat perpustakaan yang mewah tentu tidak cukup. Melihat mahasiswa yang kemampuan ekonominya berbeda-beda, jumlah iuran dibuat standar saja. Beliau juga menerangkan prihal pengalokasian dana tersebut. “Dana dari mahasiswa baru sementara ini dialokasikan untuk buku dahulu,” tuturnya sambil menunjukkan proposal pengadaan buku tahun 2011.
Masih terlihat beberapa rak kosong yang belum terisi buku. Menurut Agus Sugiharto, salah satu mahasiswa FIB yang dalam seminggu berkunjung 2-3 kali ke perpustakaan menyatakan bahwa buku di Perpustakaan belum cukup menunjang kebutuhan mahasiswa. Agus juga menyayangkan keadaan rak kosong yang mengganggu pemandangan.
Sebenarnya perpustakaan selalu mendatangkan buku-buku baru setiap tahunnya. Lia menanggapi pernyataan mengenai buku-buku di perpustakaan, “kalau sebenarnya buku sudah ada yang baru. Mungkin kita belum bisa mensuplai seluruh kebutuhan buku mahasiswa. Dulu sih pernah ada kotak saran untuk mengetahui buku yang diperlukan. Tapi itu memerlukan proses yang lama. Sedangkan dana ada batas waktunya. Jika terlalu lama bisa hangus dan tidak terpakai. Mereka atau mahasiswa bisa mengatakan koleksi buku tidak lengkap mungkin karena buku yang diharapkan tidak ada. Padahal sudah banyak buku baru, meskipun pengeluarannya perlu proses dari klasifikasi dan lain-lain.”
Tugri memaparkan bahwa setiap tahun pihak perpustakaan membuat proposal pengadaan buku. Realisasi dananya diambil di akademik sekitar bulan Juli hingga September. Sedangkan untuk input buku, diambil dari jurusan-jurusan dan mahasiswa. Pihak Perpustakaan FIB mengajukan dana buku sebesar Rp. 60.012.940.
Mekanisme pengadaan buku di perpustakaan FIB harus melalui beberapa proses. Hal itu sudah terprogram sejak tahun 2010. Pengadaan buku tersebut juga dari dana mahasiswa baru yang langsung masuk ke rekening rektor. “Semua dana itu kan masuk ke rekening rektor. Jadi, kita harus mengajukan proposal untuk mengadakan suatu kegiatan termasuk pengembangan perpustakaan, dan sekarang kami sudah mengajukan proposal untuk menurunkan dana bagi pengembangan Fakultas.” Tutur Dewi Yuliati, selaku Pembantu Dekan I.***
*Penulis dan reporter merupakan peserta Magang LPM Hayamwuruk 2011. Reportase ini sebelumnya diterbitkan di Hawe Buletin4/Maret/2012 Edisi Magang.
HALO HAWE!!! 🙂
Ternyata sudah lama berdiri perpustakaannya