Oleh : Hendra Friana
Rabu pagi (18/6) halaman parkir gedung Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum (LPPU) Undip terlihat ramai oleh kendaraan. Beberapa mahasiswa terlihat mengantri di pintu masuk aula utama gedung LPPU Undip, untuk mengikuti acara bedah visi-misi dan rekam jejak Capres dan Cawapres 2014. Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Sosial-Politik (Sospol) BEM KM Undip, bekerja sama dengan Political-Tracking Institute. Meskipun sempat tertunda selama dua hari karena kendala teknis, acara tersebut tidak kehilangan antusiasme dari kalangan mahasiswa Universitas Diponegoro. Terlihat dari hampir penuhnya bangku-bangku yang disediakan oleh panitia.
Acara yang mengangkat tema “Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan Yang Bersih, dan Kepastian Hukum” ini dimoderatori oleh Hanta Yuda A.R selaku Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute dan menghadirkan perwakilan tim pemenangan dari masing-masing Capres-Cawapres 2014. Dari kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yaitu Tanto Wiyahya sedangkan dari kubu Joko Widodo dan Jusuf kalla yaitu Ferry Mursidan Baldan. Selain itu, hadir pula ketiga panelis, yang akan menguji pendalaman visi-misi masing-masing kubu, yaitu: Drs. Warsito, Pembantu Rektor III; Prof. Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Undip; dan Taufik Aulia Rahmat, Presiden BEM KM Undip.
Dalam sambutannya Hanta Yuda mengatakan, Berdasarkan survei yang dilakukan Pol-Tracking Institute, informasi yang paling penting dibutuhkan masyarakat yang pertama adalah visi, misi dan program kerja kedua pasangan Capres dan Cawapres secara detail dengan persentase 36%, disusul dengan rekam jejak kedua pasangan Capres dan Cawapres sebesar 35%, dan yang lainnya seperti latar belakang keluarga dan partai pengusung dibawah 20%. Oleh karena itu, Poltracking Institute bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Indonesia mengadakan acara bedah visi-misi dan rekam jejak Capres dan Cawapres 2014. Ia juga berpendapat jika debat capres dan cawapres diselenggarakan di perguruan-perguruan tinggi Indonesia dan diuji oleh pakar-pakar, guru besar dan mahasiswa yang ada maka jalannya debat mungkin dinamikanya akan jauh lebih menarik ketimbang yang ada sekarang ini.
Acara ini dibagi menjadi lima sesi. Pertama, penyampaian visi dan misi oleh kedua perwakilan timses; kedua, pendalaman materi dari moderator kepada kedua perwakilan timses; ketiga, pertanyaan panelis terhadapa kedua perwakilan timses; keempat, sesi tanya jawab antar perwakilan timses; dan kelima tanya jawab antar peserta acara dengan perwakilan timses.
Hanta Yuda selaku moderator melontarkan pertanyaan untuk mengupas lebih dalam visi dan misi dari masing-masing kubu untuk memilihi mana yang lebih utama antara demokrasi dengan kesejahteraan.
Ferry dari kubu Jokowi dengan tegas mengatakan kesejahteraan yang lebih utama. “Kesejahteraan! sejahtera menimbulkan sikap yang demokratis, toleran, peduli dan suka menolong orang lain” ujarnya.
“Definisi dari sejahtera adalah rakyat ketika kebutuhan sandang, pangan dan papan terpenuhi plus ada tabungan sehingga mereka bisa berpergian, berkreasi dan berekreasi. Indonesia melalui prabowo hatta ingin menggunakan demokrasi untuk mencapai kesejahteraan, dan yang kami inginkan adalah rakyat sejahtera dan hatinya bahagia tidak ada tekanan, tidak ada hak-hak yang diambil”, timpal Tantowi Yahya.
Berbagai pertanyaan dilontarkan oleh ketiga panelis terkait pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih dan kepastian hukum pada sesi kedua. Di sela pemaparannya tentang Politik transaksional dan kedaulatan ekonomi kontrak kerja dan bagi hasil, Tantowi menjelaskan tentang masalah renegosiasi terhadap kontrak bagi hasil dengan perusahan-perusahaan pertambangan yang telah disepakati namun kurang menguntungkan bagi masyarakat. Ia mengatakan bahwa kontrak atau agreement bukanlah Al-Quran yang tidak dapat diubah. Karena kontrak merupakan kesepakatan antara dua pihak, kalau pihak yang melakukan kontrak dengan kita berpikir bahwa setuju untuk melakukan renegosiasi demi menjaga hubungan baik, maka tidak ada yang salah dengan itu. Itulah yang akan dilakukan prabowo-hatta dalam rangka memperkuat kedaulatan ekonomi jika terpilih pada 9 juli mendatang.
Sedangkan dari kubu Jokowi-JK, Ferry memaparkan bahwa revolusi mental adalah kebutuhan kita pada saat ini, karena hanya dengan revolusi mental kita bisa mengatasi problema kita yang makin lama makin akut yaitu korupsi. Dan hal tersebut telah dimulai oleh Jokowi saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yaitu dengan sistem “lelang jabatan”. Menurutnya, hal ini merupakan langkah awal yang telah dilakukan oleh pak Jokowi dalam mencegah politik transaksional.
Taufik Aulia Rahmat ketua BEM KM Undip yang juga menjadi salah satu panelis memanfaatkan kesempatan pada sesi ini untuk menantang perwakilan dari kedua kandidat berjanji jika nanti salah satu kandidat telah terpilih menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia untuk mau berdiskusi dengan mahasiswa dalam masa pemerintahan. Tantangan tersebut kemudian dijjawab tegas oleh kedua kubu. “Siap” kata Tantowi dan “no problem, kami memang membutukan itu” ujar Ferry. Tentunya hal ini disambut dengan gegap-gempita oleh tepuk tangan mahasiswa yang hadir dalam acara tersebut.
Di sesi Tanya Jawab antara peserta dengan perwakilan timses, pertanyaan terkait isu investasi asing yang memasuki pemilu di Indonesia digulirkan oleh salah satu mahasiswi Ilmu Pemerintahan Undip. Ferry menjelaskan bahwa mungkin saja itu terjadi. Tapi menurutnya dengan Nasionalisme pada kubu masing-masing Capres dan Cawapres hal-hal seperti itu dapat ditangkal. Sedangkan Tantowi mengutip ungkapan bungkarno “yang tidak dicintai oleh Negara asing karena dia akan menyelamatkanmu, jangan pilih presiden yang disukai asing karena justru dia yang akan memperdayaimu”. Menurutnya adanya upaya-upaya yang dilakukan pihak asing melalui lembaga-lembaga survey dan LSM-LSM asing terntentu untuk menurunkan dan menghalangi elektabilitas Prabowo karena mereka takut jika Indonesia dipimpin oleh Pemimpin yang kuat, tegas, berwawasan luas merekas sulit untuk berkreasi dalam mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia.
“Apakah anda sekalian tidak berpikir, Amerika dan Kanada yang mempunyai investasi besar Freeport dan New moon gugup jika yang menjadi presiden nanti Prabowo Subianto. Kita bukan sedang sekedar memilih kepala daerah yang cangkupan wilayahnya hanya 600km² tapi kita mencari presiden RI dengan penduduk 240 juta jiwa yang luas wilayahnya dan sumber daya alamnya luar biasa melimpah. oleh karena itu kita membutuhkan pemimpin negara yang kuat, interkreatif, berwawasan luas dan mengerti persolalan baik dalam maupun luar negeri”, Imbuhnya.
Di akhir acara para panelis mengingatkan perwakilan dari masing-masing timses untuk tetap memegang teguh komitmen yang telah mereka buat ketika salah satu capres dan cawapres yang mereka usung terpilih pada tanggal 9 Juli mendatang. Taufik Aulia Rahmat juga kembali mengingatkan kedua kubu untuk tidak mengekang gerakan mahasiswa dan janji mereka untuk mau duduk berdiskusi dengan mahasiswa jika salah satunya nanti telah terpilih menjadi presiden RI. “Siapapun yang akan terpilih nanti pada 9 juli mendatang, jangan pernah mengekang gerakan mahasiswa, karena semakin dikekang, semakin kuatlah kita. dan jangan lupa janji bapak-bapak ini untuk mau head to head berdiskusi dengan mahasiswa jika nanti terpilih disaksikan oleh ribuan pasang masa yang hadir di sini. Jangan sampai kepemimpinan bapak-bapak sekalian akan kami gulingkan kembali seperti yang terjadi tahun 1998”, ujarnya.
Yuda, salah satu peserta yang merupakan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang mengaku tidak menyesal datang pada pagi itu dari Gunung Pati ke Tembalang. “Acaranya sangat bagus untuk mahasiswa, karena kan sekarang ini media-media suka tidak objekitf dalam menyiarkan berita, jadi acara seperti ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kedua kandidat capres dan cawapres daplam memahami persoalan Negara. Dan benar kata mas Yuda tadi, kalau saja debat capres cawapres diadakan di kampus-kampus pasti akan lebih seru” imbuhnya.***