Oleh : Nurul M.W. Zain
Reporter : Reza Mustafa, Deviana K.,
Bila waktu adalah rangkaian titik, inilah saat yang menjadi titik-titik akhir masa kepemimpinan Birokrasi setiap fakultas di Universitas Diponegoro (Undip), sebelum akhirnya dilakukan pergantian. Hal ini merujuk pada Surat Keputusan (SK) Rektor No. I Tahun 2010 tentang tata cara pemilihan pimpinan Undip dan Pimpinan fakultas di Undip, yakni pada Pasal 15 yang berbunyi “Pengusulan pengangkatan Dekan didasarkan pada hasil pemilihan dan pemberian pertimbangan Senat Fakultas.” didukung Pasal 16 ayat (1) yang berbunyi “Pemilihan dan pemberian pertimbangan serta penetapan nama calon Dekan dilakukan melalui rapat Senat Fakultas yang khusus untuk maksud tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa tugas Dekan berakhir.”
“Dalam kepanitiaan Pildek ada ketua, sekretaris, dan lima Orang anggota, Saya sebagai ketua, dan Bu Yaning sebagai Sekrataris”, Papar Yety Rochwulaningsih saat ditemui tengah bersama Sukarni Suryaningsih di ruang Pusat Studi Asia (PSA) Gedung B FIB. Lebih lanjut wanita berambut pendek ini menjelaskan bahwa lima orang yang menjadi anggota adalah Prof. Iriyanto Widisuseno, M. Hum., Drs. Muhammad Muzakka, M. Hum., Dra. Rukiyah, M. Hum., Dr. Alamsyah, S.S., M. Hum., dan dari Kepala Tata Usaha ada Tri Wardoyo.”
Saat kami konfirmasi mengenai persiapan Pildek beliau menjawab persiapannya baru sampai pada tahap pemilihan anggota, rencananya bulan Juli minggu pertama akan diselenggarakan rapat panitia guna menentukan hal-hal yang terkait Pildek. Yety juga menuturkan persyaratan menjadi calon dekan yang paling utama adalah sudah mempunyai pengalaman struktural sebagai Ketua atau Sekretaris Jurusan/Prodi, kemudian jabatan fungsional minimal Lektor Kepala, pada saat mendaftar menjadi Balon (Bakal Calon) Dekan, usianya belum mencapai 60 tahun, masalah pendidikan pihak Universitas belum mensahkan, tetapi dalam statuta perguruan tinggi sudah ada rencana pendidikan minimal Strata 3. Ketika ditanya harapan ke depannya, Yety dan Yaning berharap dekan yang kelak terpilih dapat membawa fakultas ke jenjang yang lebih baik, dan punya rasa keberpihakan terhadap yang dipimpin.
Iriyanto Widisuseno, Ketua Program Studi (Kaprodi) D3 Bahasa Jepang menyampaikan penjelasannya mengenai mekanisme pemilihan Dekan FIB saat Tim magang Hayamwuruk (Hawe) temui di kantornya. Iriyanto menuturkan mekanisme Pemilihan Dekan (Pildek) mengacu pada tradisi Universitas dan fakultas, yakni yang pertama dilakukan adalah penyusunan Tim panitia pemilihan. Langkah selanjutnya adalah melakukan penjaringan siapa yang mau mencalonkan. Iriyanto juga menambahkan kriteria Dekan harus mencakup dua aspek, yaitu aspek akademis dan aspek non akademis. Aspek akademis sendiri dilihat dari standar minimal jenjang pendidikan, sedangkan aspek non akademis ditinjau dari integritas moral.
Rukiyah, Salah satu anggota panitia memaparkan, Pildek dilaksanakan setiap bulan Agustus, anggotanya berjumlah minimal lima orang, yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan selebihnya menjadi anggota. Ketua dan Sekretarisnya harus berasal dari Senat Fakultas, sedangkan anggotanya diambil dari Senat Fakultas, Dosen, dan tenaga pendidikan. Rukiyah menambahkan setelah Balon dekan mencalonkan diri dan dipilih oleh Senat Fakultas, lalu yang terpilih mensosialisasikan visi dan misinya.
Mekanisme Pildek yang diselenggarakan FIB tak jauh berbeda dengan Fakultas lain. “Karena memakai Undang-Undang (UU) yang sama, maka setiap fakultas sistemnya sama.” Demikian menurut Ngadiwiyana selaku Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Sains dan Matematika (FSM). Beliau mengungkapkan Dekan merupakan Idol yang pasti bisa mengembangkan fakultas, selain itu juga harus sejalan dengan Visi dan Misi Undip, sehingga sinkron dengan Universitas. Ngadiwiyana berharap untuk Dekan yang terpilih kelak bisa menjadi Top Leader di masing-masing fakultas, dan tidak sekadar menjadi pimpinan, tetapi benar-benar bisa mengoptimalkan sumber daya dan mengembangkan semua yang bisa dikembangkan. Dosen, Karyawan dan Mahasiswanya diberi ruang untuk berkembang. Beliau juga berpendapat, bahwa Mahasiswa tidak perlu turut serta dalam Pildek maksudnya disini yang penting bukan fisiknya yang langsung memilih, tetapi bagaimana aspirasi Mahasiswa bisa masuk ke sana, karena dalam aturan Mahasiswa tidak bisa.
Suharyo, selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia berpendapat, mengenai mekanisme Pildek di FIB sudah merujuk terhadap aturan yang sudah ada. Tetapi, ketika beliau ditanya mengenai peranan mahasiswa dalam Pildek, Lelaki berkumis ini menuturkan, secara normatif mahasiswa belum bisa memilih secara langsung, karena dalam aturan yang sudah ada tadi, dekan hanya dipilih oleh anggota senat fakultas. Walaupun begitu, pihaknya cenderung senang jika melibatkan Civitas akademika, karena tingkat legitimasinya akan semakin kuat dibanding jika hanya dari anggota senat fakultas.
Belum semua mahasiswa FIB mengetahui perihal Pildek yang akan dilaksanakan akhir tahun ini, Andre findy misalnya, Mahasiswa S1 Sastra Indonesia 2013. “Kurang paham, saya kurang mengetahui tentang permasalahan ini, tapi saya berharap dekan yang akan terpilih nanti lebih bisa transparan terhadap lingkungan kampus, dan dapat merangkul mahasiswa, itu saja sudah cukup.”, ungkap Andre. Dirinya juga berharap mahasiswa bisa terlibat dalam mekanisme Pildek kelak.
Jika menilik ulang makna yang terkandung dalam SK Rektor di atas, mahasiswa memang tidak dapat terlibat secara langsung dalam Pildek. Namun mahasiswa diharapkan untuk tidak berpangku tangan menunggu keputusan saja. Mahasiswa harus terus menyuarakan aspirasinya agar sampai ke telinga pemegang birokrasi kampus. Bukanlah suatu kemustahilan jika aspirasi mahasiswa dapat berpengaruh dan mempunyai andil yang besar dalam Pildek kali ini.***