Mahasiswa Ideal (JUARA I SYEMBARA MENULIS HAYAMWURUK 2014)

Oleh : Nur Hakimah*

Mahasiswa Ideal! Ya, gabungan dua kata dari ‘mahasiswa’ dan ‘ideal’ di mana dari kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda namun berkolerasi dengan baik. Untuk definisi ‘Mahasiswa’ sendiri masih memiliki pernyataan yang berbeda-beda dari berbagai sumber prospek pemikiran setiap orang. Mulai dari pendefinisian bahwa ‘Mahasiswa’ adalah orang siswa yang berada di level paling tinggi. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘Mahasiswa’ adalah mereka, kaum intelek yang memiliki jiwa nasionalis dan semangat membara sebagai aset pejuang negara. Ya, segelintir pendapat itu hanyalah memandang ‘Mahasiswa’ dari satu sudut pandang yang berbeda saja, bukan pendefinisian secara menyeluruh atau universal. Namun secara singkat, ‘Mahasiswa’ dapat didefinisikan sebagai orang yang berorientasi ke masa depan, rasional, memiliki tanggung jawab penuh terhadap diri sendiri dan segala sesuatu yang bersangkutan, serta berkepribadian. Maksudnya adalah seorang mahasiswa memang benar memiliki status yang paling tinggi di deretan tingkat satuan pendidikan. Namun tak hanya itu saja, mahasiswa adalah mereka yang memiliki orientasi, prospek ataupun tujuan ke depan, kepada cita-cita yang luhur, berpikir secara rasional dan realistis, memiliki tanggung jawab atas semua yang menjadi tanggungan untuknya baik secara materiil maupun non materiil, serta mereka yang memiliki ciri, watak, kekhasan sebagai kepribadian yang baik.

Sedangkan untuk ideal itu sendiri adalah sangat sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Secara garis besarnya, mahasiswa ideal dapat diartikan sebagai seseorang mereka yang berkepribadian dan memiliki orientasi ke masa depan. Seseorang dapat dikatakan sebagai ‘mahasiswa ideal’ harus memiliki unsur-unsur pokok yang menjadi landasan, mengapa mereka bisa dikatakan sebagai ‘mahasiswa ideal’. Memang tak banyak dari sekian ribu mahasiswa di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai ‘mahasiswa ideal’. Mengapa demikian? Salah satu faktor utamanya adalah, mereka, mahasiswa Indonesia belum menyadari betul apa peranan mereka, apa yang menjadi tanggung jawab mereka ketika mereka menyandang status sosial sebagai ‘mahasiswa’. Kebanyakan dari mereka hanya menyadari bahwa mereka adalah putra/putri bangsa yang agung dengan pangkat ‘maha-nya’ yang melekat pada kata ‘siswa’. Mereka yang hanya sekadar melaksanakan kewajiban mereka untuk datang ke kampus dan sekadar menyatakan bahwa, “Saya hadir dan datang untuk sebuah pengisian presensi” dan selebihnya mungkin tiada, maksudnya adalah tiada untuk menyibukkan diri dengan konsentrasi yang tinggi untuk mendengarkan dosen mata kuliah, menjelaskan materi yang menjadi tanggung jawab untuk disampaikan kepada mahasiswanya. Bagi mereka yang memiliki daya fokus yang tinggi, mungkin akan sedikit menyandarkan hati mereka untuk bisa memahami apa yang  dosen sampaikan. Namun, bagi mereka, mahasiswa yang hanya menyandarkan hati mereka pada status ‘kehadiran’ mungkin hanya akan diam dan sekadar untuk menggangguk-anggukan kepala bila mereka paham dan menggeleng-gelengkan kepala mereka, ketika tidak paham.

Salah satu kendala yang sering menjadikan mahasiswa Indonesia tidak menyadari betapa pentingnya peranan mereka sebagai ‘maha-nya siswa’ di negeri ini adalah konsistensi. Bila kita, sebagai mahasiswa Indonesia yang ideal, memiliki konsistensi yang tinggi, tentunya kita akan melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab kita sebagai ‘maha-nya siswa’ di kampus dan di masyarakat serta di negeri tercinta ini, Indonesia. Kita tidak hanya sebatas memenuhi ruangan perkuliahan dan membuat coretan di atas kertas presensi untuk sekadar pengisian kehadiran, namun kita juga perlu mengabdikan diri kita untuk masyarakat, sebagai aplikasi dari ilmu yang kita dapatkan selama kita belajar di bangku perkuliahan. Tidak hanya diam, duduk manis, dan menanti panggilan pekerjaan. Yang lebih utama untuk saat ini adalah bagaimana diri kita, mahasiswa Indonesia dapat mengaplikasikan ilmunya dengan baik  kepada masyarakat sekitar. Masyarakat yang perlu tahu dan mengerti dengan segala aspek kehidupan di sekitarnya. Menerapkan ilmu yang didapatkan untuk dedikasi yang tinggi kepada masyarakat yang sangat mengharapkan kehadiran ‘seorang mahasiswa’ yang mampu memberikan perubahan yang baik dan inovasi, di masyarakat tentunya, sebelum kita akan membenahi negeri kita ini.

Salah satu hal yang dapat kita lakukan sebagai ‘pemanasan awal’ sebelum kita mempersiapkan diri secara penuh untuk pengabdian kepada masyarakat adalah dengan berorganisasi. Kita dapat bersosialisasi, berkomunikasi, berbaur dengan berbagai macam, bentuk, sifat dan pribadi yang berbeda-beda dari setiap mahasiswa dalam satu organisasi. Tentunya ilmu pertama yang sangat-sangat perlu kita dapatkan dan kita tanamkan dalam diri mahasiwa adalah leadership (kepemimpinan). Mengapa demikian? Ya, tentunya sebagai manusia yang sempurna dengan akal yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai pembeda antara makhluk ciptaan-Nya yang lain. Kita ini adalah pemimpin, sifat dasar manusia yang telah tertanam pada diri kita semenjak kita dilahirkan di bumi ini. Sifat dasar manusia yang masih perlu diasah kembali agar terbentuk menjadi pemimpin yang terbaik, untuk diri sendiri dan orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman ini, tak sedikit dari kita  yang belum menyadari bahwa kita adalah ‘pemimpin’, pemimpin untuk diri kita sendiri. Tentunya, naluriah pemimpin adalah mengajarkan kita, bagaimana kita dapat bersosialisasi, bertanggungjawab, disiplin untuk diri sendiri, yang nantinya, dari keterbentukan pemimpin ini akan berdampak baik atau buruk di masyarakat.

Perihal kedua adalah tanggung jawab. Tanggung jawab kepada diri sendiri yang paling utama. Terhadap apa yang menjadi tugas kita sebagai mahasiswa, yaitu menyelesaikan segala tugas, makalah, skripsi hingga lulus tepat waktu, untuk D3 tak lebih dari 6 semester, dan untuk S1 tak lebih dari 8 semester. Jika kita juga mengikuti beberapa organisasi yang menjadi minat dan bakat kita, lakukanlah dengan penuh tanggung jawab! Tekuni dan jalani semua aktifitasnya dengan sebaik mungkin. Tanpa perlu keluar dari koridor yang ada.

Yang terakhir adalah orientasi ke masa depan. Mahasiswa ideal akan terus optimis dan bergairah untuk prospek masa depan. Mulai sejak dini, membuat planning terdekat hingga beberapa tahun ke depan untuk membangkitkan gairah hidup yang penuh tantangan ini. Jika kita telah mempersiapkan segala sesuatunya saat ini, kita akan terus bersemangat dan optimis untuk masa depan kita. Tak perlu menunggu nanti, besok, lusa, ataupun beberapa hari kemudian untuk mengerjakan segala sesuatunya, bila saat ini juga kita mampu untuk menyelesaikannya.“Kebiasaanmu adalah pembentuk pribadimu. Jika engkau malas, pribadimu akan lemah. Jika engkau rajin, pribadimu akan kuat” (Mario Teguh).

Ya, jelas tergambarkan sedikit keterangan bahwasanya semua kembali pada diri kita. Apakah kita akan maju dan menjadi mahasiswa ideal, ataukah sebaliknya, kita akan mundur dan terpuruk hingga menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja? Sebesar apapun cita-cita kita, bila tiada usaha, ya tiada hasil. Pengorbanan sedikit untuk sesuatu hal yang besar tidaklah berat untuk dijalankan, meski awalnya terasa berat dan menjadi beban untuk permulaannya. Seperti halnya mahasiswa ideal yang sangat diidam-idamkan oleh setiap calon mahasiswa dan mahasiswa senior yang telah menyandang status mahasiswa bertahun-tahun. Jiwa kepemimpinan, rasa tanggung jawab yang tinggi, dan orientasi ke masa depan merupakan modal utama untuk kita bisa menjadi mahasiswa ideal bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. Ya, tak hanya intelektualitas yang diagung-agungkan, tetapi tindakan nyata kita yang dapat membangun dan membuat perubahan positif di lingkungan sekitarlah yang paling penting. Tetap optimis, berjiwa besar, dan teruslah bermimpi serta berusaha! Tiada kata malas dan menyerah untuk masa depan yang realistis dan inovatif!
Hidup Mahasiswa Indonesia yang Berbudaya!
Salam Budaya!***

*Penulis merupakan mahasiswa Sastra Indonesia 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top