Oleh: Risma Widyaningsih
(FIB Undip), tampak berbeda pada hari Minggu (08/11/2015). Suasana bernuansa
Jepang menjadi pertanda Festival Orenji sedang berlangsung kala itu. Terlihat
beberapa panitia menggunakan happi
(rompi tradisonal jepang berlengan lurus) berwarna hijau dan deretan pengunjung
memenuhi pintu masuk. Tidak sekadar untuk memberikan tiket masuk serupa gelang,
pengecekan barang bawaan pengunjung pun dilakukan di sana. Sepasang laki-laki
dan perempuan menyambut pengunjung di depan torii
(gapura tradisional jepang berwarna merah yang terbuat dari kayu) dengan memakai
pakaian tradisional Jepang.
stan-stan makanan, minuman dan barang-barang bertema Jepang. Di Crop Circle berdiri sebuah panggung yang
dihiasi berbagai ornamen Jepang. Berbagai bentuk origami khas Jepang terjuntai di dahan-dahan pohon kersen
menambah ramai dekorasi yang disuguhkan untuk pengunjung.
Orenji adalah sebuah festival kebudayaan Jepang yang
sering disebut Jepang Festival (JFest). Acara ini diselenggarakan oleh jurusan Sastra
Jepang. Di tahun keempat diselenggarakannya Orenji tahun ini mengangkat tema reikamatsuri (musim panas yang sejuk). Tahun-tahun
sebelumnya Orenji bertemakan Aki yang berarti musim gugur(2012), Fuyu yang
berarti musim salju (2013) dan haru yang berarti musim semi(2014).
Dalam Orenji kali ini, acara dihelat dari pagi
hingga malam hari. Pengunjung akan disuguhi berbagai penampilan dari peserta
lomba, bintang tamu, flashmob dan puncaknya pengunjung akan melihat hanabi (kembang api). Hal yang berbeda
tahun ini selain tema dan dekorasi adalah adanya pertunjukan taiko (drum gendang besar) yang berjumlah
14 buah. Pertunjukan taiko ini dibawakan oleh mahasiswa Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang (PIP Semarang) yang berjumlah 13 personil laki-laki.
acara. Dilanjutkan oleh sambutan ketua
panitia, Dekan dan Pembantu Rektor (PR) III. Cininta selaku ketua panitia
memberikan sambutannya, “yang saya banggakan teman-teman panitia yang sudah
sangat antusias mengerjakan, mengorbankan segala usaha, tenaga, daya, pikiran
demi kelangsungan acara ini.” Ucapnya disela-sela sambutan.
bangga dengan diberlangsungkannya Orenji. Beliau juga berharap jurusan lain di
FIB mengikuti jejak Jurusan Sastra Jepang, yaitu dengan mengadakan acara besar.
Redyanto juga mempersilahkan dipergunakannya ruang-ruang untuk keberlangsungan
acara.
Berbanding lurus dengan apa yang disampaikan Dekan,
Elizabeth Ika Hesti ANR selaku ketua jurusan Sastra Jepang memberikan
pendapatnya, “ tahun lalu, yang membuka masih PD III nah kalau tahun ini pak
dekan kebetulan bersemangat sekali. Pak Dekan itu, bangga sekali dengan
mahasiswa Sastra Jepang jadi ingin pamer kepada pak Rektor, ingin
memperlihatkan bahwa di FIB itu ada kegiatan mahasiswa yang seperti ini tapi karena pak Rektor berhalangan jadi digantikan
dengan PR III”
Keramaiaan acara di pelataran FIB juga terlihat di
gedung A. Ruang A 1.3 dan A 1.2 dialih fungsikan menjadi ruang make up lomba cosplay. Tetapi, menjelang siang peserta lomba cosplay meningkat. Sejatinya ruang A 1.3 digunakan untuk laki-laki
dan A 1. 2 digunakan untuk perempuan, akan tetapi karena membludaknya peserta
akhirnya mereka pun berbaur.
“Aku datang jauh-jauh dari Pekalongan mau costreet,
tapi sayang sekali ruang ganti cosplaynya di luar balkon.” Sebuah
pesan, tertempel di papan kritik dan saran Orenji. Ketersediaan toilet dan
ruang salat yang minim pun juga menjadi masalah pada Orenji tahun ini. Toilet
putri di lantai satu menjadi sangat kotor akibat membludaknya pengunjung.
Neilis Vika, selaku panitia dekor juga menyayangkan
ketidak terbukaannya masalah dana dan tidak diperhitungkannya jumlah dekorasi
origami. “Kita kan panitia, seharusnya sama-sama terbuka dong ya soal dana. Sama origaminya tu sisa banyak, kan sayang. Harusnya diperhitungin dulu berapa buahnya.
Enggak cuman ingin yang mewah aja, tapi juga diperhitunkan.” ujarnya.
demikian “Alhamdulilah kalau dari segi dana dan dukungan dari bapak Dekan dan
petinggi-petingi fakultas itu tidak ada. Namun mungkin dari masalah faktor
internal dari paitianya itu sendiri, kurang koordinasi.” Imbuhnya saat ditanya
mengenai kendala.
Terlepas dari beberapa kekurangan, Orenji tahun ini
dapat dikatakan sebagai Festival Orenji yang paling berhasil. Terbukti dengan membludaknya
pengunjung Orenji mencapani sekitar 7200 pengunjung. Walaupun di malam hari
hujan sempat mengguyur, antusiasme pengunjung tetap baik. Cininta berharap,
Orenji pada tahun berikutnya akan lebih sukses, persiapan lebih matang, dan
panitia lebih kompak lagi. Serta dapat berkembang, bukan lagi tingkat Jawa
Tengah tetapi berubah menjadi Event Jepang Nasional.***