Darurat UKT, FIB bentuk Satgas Setelah Diskusi

Diiringi suara hujan, diskusi betajuk “Darurat
UKT” berlangsung di pelataran Gedung Serba Guna Fakultas Ilmu Budaya (FIB),
Kamis Sore (17/3). Acara yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa dan Senat Mahasiswa FIB tersebut membahas
dua hal, yakni Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi
(SPI) yang kabarnya akan diberlakukan kepada mahasiswa baru jalur Ujian Mandiri
2016.
 Akbar
Ridwan yang memandu jalannya diskusi menuturkan, selama ini UKT dirasa belum
sepenuhnya tepat sasaran. Hal tersebut karena masih banyak mahasiswa yang
mendapatkan golongan UKT tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya. Problem lainnya
muncul ketika mahasiswa yang keberatan dengan penetapan UKT tidak dapat
mengajukan banding. Seperti dialami oleh Annas Chairunnisa Latief. Mahasiswi
jurusan Sastra Indonesia tersebut pernah beberapa kali banding UKT, tapi selalu
ditolak oleh pihak birokrat.
 
Lain halnya dengan yang dialami Narendra
Wicaksono, mahasiswa Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP). Kepada forum ia
membagi pengalamannya saat banding UKT dan berhasil. “Kami diberikan kesempatan
untuk melakukan banding dengan diberi form
dengan jumlah 18 halaman dan disitu kita disuruh mengisi dengan data-data dan akhirnya
disetujui dengan catatan paling rendah UKT 4” tuturnya.
Meski demikian, menurut Annas,
seharusnya pihak birokrat melakukan transparansi dana UKT, agar tidak ada
kecurigaan diantara mahasiswa. “Kemudian saya berpikir, daripada terus
merengek-rengek minta nominal UKT diturunkan, bagaimana kalau kita melakukan
hal yang lebih mendasar dulu. Transparansi. Bukankah dari kita semua itu akan
lebih lega kalau tahu uang yang kita gelontorkan itu perginya kemana”
ungkapnya.
Pembahasan berlanjut ke rencana
pemberlakuan SPI bagi mahasiswa baru Undip 2016. Rencana tersebut muncul dikarenakan
Undip, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), belum mampu
mendanai dana operasional secara mandiri. Badan usaha yang dimiliki Undip seperti
Pom Bensin, Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), dan Rumah Sakit Nasional
Diponegoro (RSND) dirasa masih kurang untuk membantu pengeluaran Undip sebesar
Rp. 800 Milyar/tahun. Kesiapan Undip sebagai PTN-BH lalu dipertanyakan oleh mahasiswa
yang hadir dalam forum.
Hutomo Yoga, salah satu peserta
diskusi, mengatakan bahwa secara peraturan, Undip dapat memberikan pembenaran
jika SPI jadi diberlakukan. Sebab hal tersebut diatur dalam Permenristek Dikti
Nomor 22 Tahun 2015 yang berbunyi “PTN
dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa
baru Program Sarjana dan Program Diploma
”.
Ketua Senat Mahsiswa FIB, Adlin Maulavan
menyampaikan, di dalam PP Nomor 52 Tahun 2015 tentang statuta Undip sebagai
PTN-BH dijelaskan, bahwa pendanaan penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh Undip
tidak hanya berasal dari mahasiswa. Karena itu, imbuhnya, jangan dulu mahasiswa
merasa sebagai titik tumpu pembangunan Undip. “Dasarnya kita koyak, tapi kita
juga punya sikap bagaimana yang harus kita lakukan. Nggak cuma kita menolak, tapi dasarnya tetap dan kita nggak bisa apa-apa” imbuhnya.
Mendekati pukul 22.30 WIB, pembahasan dihentikan
karena dirasa “mentok” di Peraturan Pemerintah yang dapat menjadi dalih bagi
Undip memberlakukan SPI. Namun, Akbar memaparkan, lobbying ke pihak rektorat masih bisa dilaksanakan mengingat belum
adanya SK terkait SPI. Di akhir diskusi, Satuan Petugas (Satgas) UKT
FIB dibentuk untuk terus mengawal isu tersebut.
(Iftaqul Farida)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top