Oleh: Akbar Ridwan 1
Revolusi itu bukan sebuah ide yang luar biasa dan istimewa, serta bukan lahir atas perintah seorang manusia
yang luar biasa. Sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari tindakan-tindakan masyarakat atau dalam kata-kata yang dinamis. Dia adalah akibat tertentu dan tak terhindarkan
yang timbul dari pertentangan kelas
yang kian hari kian
tajam.2
yang luar biasa. Sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari tindakan-tindakan masyarakat atau dalam kata-kata yang dinamis. Dia adalah akibat tertentu dan tak terhindarkan
yang timbul dari pertentangan kelas
yang kian hari kian
tajam.2
Dari apa yang dikatakan Tan Malaka tentang revolusi, saya
berpendapat, sejatinya sifat-sifat revolusioner itu ada di dalam diri manusia,
bagai sebuah naluri yang terus berproses hingga suatu saat naluri revolusi itu akan
meledak.3 Revolusi bagaikan seseorang yang sedang mencari pasangan
yang terbaik dalam hidupnya, namun semakin dicari, semakin tiada didapatkan. Revolusi bagai sebuah titik yang tiada pernah dipijak walau kaki sudah melangkah jauh. Sampai hari akhir itu tiba, revolusi tiadakan selesai,
terus berproses, terus berdialektika.
berpendapat, sejatinya sifat-sifat revolusioner itu ada di dalam diri manusia,
bagai sebuah naluri yang terus berproses hingga suatu saat naluri revolusi itu akan
meledak.3 Revolusi bagaikan seseorang yang sedang mencari pasangan
yang terbaik dalam hidupnya, namun semakin dicari, semakin tiada didapatkan. Revolusi bagai sebuah titik yang tiada pernah dipijak walau kaki sudah melangkah jauh. Sampai hari akhir itu tiba, revolusi tiadakan selesai,
terus berproses, terus berdialektika.
Pendidikan, apa itu pendidikan?
Pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.4 Lantas bagaimana hakekat pendidikan?
Pendidikan yang sejati tidak dilaksanakan oleh
A untuk B atau oleh A tentang B,
tetapi justru oleh
A bersama B, dengan dunia sebagai medianya-dunia
yang mempengaruhi dan menantang keduanya,
yang melahirkan pandangan dan pendapat mereka tentang dunia itu.5 Pada akhirnya tujuan pendidikan adalah untuk pembebasan, dan dalam prosesnya tidak boleh ada dikotomi,
karena semuanya mempunyai akses yang sama dalam dunia pendidikan.
Pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.4 Lantas bagaimana hakekat pendidikan?
Pendidikan yang sejati tidak dilaksanakan oleh
A untuk B atau oleh A tentang B,
tetapi justru oleh
A bersama B, dengan dunia sebagai medianya-dunia
yang mempengaruhi dan menantang keduanya,
yang melahirkan pandangan dan pendapat mereka tentang dunia itu.5 Pada akhirnya tujuan pendidikan adalah untuk pembebasan, dan dalam prosesnya tidak boleh ada dikotomi,
karena semuanya mempunyai akses yang sama dalam dunia pendidikan.
Doc. http://citizen.education/index.php/tag/paulo-freire/ |
Persoalan Pendidikan di Indonesia
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”6
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”6
Dari
pembukan UUD 1945 alenia ke-4 kita dapat mengetahui bahwasannya negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang mana pendidikan sudah menjadi tanggungjawab negara. Hal
itu diperkuat dengan
UUD 1945 Pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan,
yang berisi tentang tanggungjawab negara atas pendidikan rakyatnya.
pembukan UUD 1945 alenia ke-4 kita dapat mengetahui bahwasannya negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang mana pendidikan sudah menjadi tanggungjawab negara. Hal
itu diperkuat dengan
UUD 1945 Pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan,
yang berisi tentang tanggungjawab negara atas pendidikan rakyatnya.
Terlepas dari pada itu John Locke berpendapat, bahwa negara diciptakan karena suatu perjanjian kemasyarakatan antara rakyat. Tujuannya ialah melindungi hak milik,
hidup dan kebebasan, baik terhadap bahaya-bahaya dari dalam maupun bahaya-bahaya
dari luar. Orang memberikan hak-hak alamiah kepada masyarakat,
tetapi tidak semuanya.7 Dengan demikian negara haruslah melindungi dan memfasilitasi rakyatnya, bukan sebaliknya. Karena pada dasarnya,
rakyat itu daulat
alias raja atas dirinya.8
hidup dan kebebasan, baik terhadap bahaya-bahaya dari dalam maupun bahaya-bahaya
dari luar. Orang memberikan hak-hak alamiah kepada masyarakat,
tetapi tidak semuanya.7 Dengan demikian negara haruslah melindungi dan memfasilitasi rakyatnya, bukan sebaliknya. Karena pada dasarnya,
rakyat itu daulat
alias raja atas dirinya.8
Lantas apa hubungannya dengan persoalan pendidikan Indonesia saat ini? Saya tiada menggeneralisasikan pendidikan, akan tetapi lambat laun, pendidikan Indonesia berubah sifatnya, dari yang mencerdaskan menjadi “membodohkan”, dari yang membentuk pejuang, menjadi membentuk “budak”, dari murah, sampai mahal. Tanpa disadari hal tersebut terjadi di dalam pendidikan Indonesia kini, peran negara seolah menghilang, negara yang sejatinya melindungi dan memfasilitasi tanpa disadari tak lagi ada.
Belumlah selesai persoalan pergeseran tujuan pendidikan, sudah sejak lama pula pendidikan Indonesia
mengalami persoalan di metode pengajarannya. Tidaklah asing terdengar sebuah kalimat “ganti
menterinya, ganti pula kurikulumnya”. Dengan berbagai alasan, mereka menggantinya
dengan mengatasnamakan kebaikan untuk rakyat, tapi pada akhirnya semua itu hanya
kebaikan bagi dirinya sendiri atau lebih jauh golongannya saja.
mengalami persoalan di metode pengajarannya. Tidaklah asing terdengar sebuah kalimat “ganti
menterinya, ganti pula kurikulumnya”. Dengan berbagai alasan, mereka menggantinya
dengan mengatasnamakan kebaikan untuk rakyat, tapi pada akhirnya semua itu hanya
kebaikan bagi dirinya sendiri atau lebih jauh golongannya saja.
Sungguh keruh sekali pendidikan Indonesia saat ini. Jika kita melihat sistem pendidikan, yang berlangsung adalah sistem pendidikan bercerita, dan sistem pendidikan gaya
bank yang menghasilkan mental-mental budak, dan hal itu saya rasakan sendiri ketika berada
di SD hingga SMA.
bank yang menghasilkan mental-mental budak, dan hal itu saya rasakan sendiri ketika berada
di SD hingga SMA.
Sistem pendidikan bercerita sendiri ialah
guru membicarakan realitas seolah-olah sesuatu
yang tidak bergerak, statis,
terpisah satu sama lain, dan dapat diramalkan. Tugasnya adalah mengisi para murid dengan bahan-bahan
yang dituturkannya—bahan-bahan
yang lepas dari realitas, terpisah dari totalitas
yang melahirkannya dan dapat memberinya arti. Pendidikan bercerita membuat murid-murid mencatat,
menghafal, dan mengulangi ungkapan-ungkapan tanpa memahami. Pendidikan bercerita mengarahkan murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Lebih buruk lagi murid diubah menjadi “bejana-bejana”, wadah-wadah kosong untuk di isi oleh guru. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung,
di mana para murid adalah celengannya dan guru adalah penabungnya.9
guru membicarakan realitas seolah-olah sesuatu
yang tidak bergerak, statis,
terpisah satu sama lain, dan dapat diramalkan. Tugasnya adalah mengisi para murid dengan bahan-bahan
yang dituturkannya—bahan-bahan
yang lepas dari realitas, terpisah dari totalitas
yang melahirkannya dan dapat memberinya arti. Pendidikan bercerita membuat murid-murid mencatat,
menghafal, dan mengulangi ungkapan-ungkapan tanpa memahami. Pendidikan bercerita mengarahkan murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Lebih buruk lagi murid diubah menjadi “bejana-bejana”, wadah-wadah kosong untuk di isi oleh guru. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung,
di mana para murid adalah celengannya dan guru adalah penabungnya.9
Sedangkan dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan
sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan
kepada mereka yang dianggap tidak memilki pengetahuan apa-apa. Guru menampilkan
diri di hadapan murid-muridnya sebagai orang yang berada pada pihak yang
berlawanan; dengan menganggap mereka mutlak bodoh, maka ia mengukuhkan keberadaan
dirinya sendiri.10
sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan
kepada mereka yang dianggap tidak memilki pengetahuan apa-apa. Guru menampilkan
diri di hadapan murid-muridnya sebagai orang yang berada pada pihak yang
berlawanan; dengan menganggap mereka mutlak bodoh, maka ia mengukuhkan keberadaan
dirinya sendiri.10
Dari
penjelasan pendidikan bercerita dan pendidikan gaya
bank, sesungguhnya sistem itulah
yang masih terjadi di
Indonesia.
Saya, atau bahkan para pembaca yang terhormat pun pernah merasakan hal itu ketika duduk dibangku
SD sampai SMA. Barulah pada tingkat universitas,
gaya pengajaran seperti itu tidak lagi dirasakan,
atau bahkan masih ada tetapi intensitasnya sedikit sekali karena adanya sistem Student
Center Learning.
penjelasan pendidikan bercerita dan pendidikan gaya
bank, sesungguhnya sistem itulah
yang masih terjadi di
Indonesia.
Saya, atau bahkan para pembaca yang terhormat pun pernah merasakan hal itu ketika duduk dibangku
SD sampai SMA. Barulah pada tingkat universitas,
gaya pengajaran seperti itu tidak lagi dirasakan,
atau bahkan masih ada tetapi intensitasnya sedikit sekali karena adanya sistem Student
Center Learning.
Lalu apa solusinya?
Solusinya adalah sistem pendidikan hadap-masalah. Dalam pendidikan hadap-masalah, manusia mengembangkan kemampuannya untuk memahami secara kritis cara mereka mengada dalam dunia dengan mana dan dalam mana mereka menemukan dirinya sendiri; mereka tidak akan memandang dunia sebagai realitas
yang statis, tetapi sebagai realitas yang berada dalam proses, dalam gerak perubahan.
Solusinya adalah sistem pendidikan hadap-masalah. Dalam pendidikan hadap-masalah, manusia mengembangkan kemampuannya untuk memahami secara kritis cara mereka mengada dalam dunia dengan mana dan dalam mana mereka menemukan dirinya sendiri; mereka tidak akan memandang dunia sebagai realitas
yang statis, tetapi sebagai realitas yang berada dalam proses, dalam gerak perubahan.
Pendidikan hadap-masalah menegaskan manusia sebagai mahluk berada dalam
proses menjadi (becoming)-sebagai sesuatu yang tak pernah selesai,
mahluk yang tidak pernah sempurna dalam dan dengan realitas yang juga tidak pernah selesai. Lebih lanjut, pendidikan hadap-masalah adalah sikap revolusioner terhadap masa depan.11
proses menjadi (becoming)-sebagai sesuatu yang tak pernah selesai,
mahluk yang tidak pernah sempurna dalam dan dengan realitas yang juga tidak pernah selesai. Lebih lanjut, pendidikan hadap-masalah adalah sikap revolusioner terhadap masa depan.11
Pendidikan kini makin hitam masa depannya. Jika tiada perubahan,
hancurlah masa depan bangsa Indonesia. Sampai kapan sistem pendidikan
yang mencetak budak diterapkan? Sampai kapan pendidikan mahal dibiarkan? Sampai kapan sistem yang buruk tetap diterapkan? Sampai kapan
orang-orang yang tidak pro-rakyat dibiarkan menjabat?
hancurlah masa depan bangsa Indonesia. Sampai kapan sistem pendidikan
yang mencetak budak diterapkan? Sampai kapan pendidikan mahal dibiarkan? Sampai kapan sistem yang buruk tetap diterapkan? Sampai kapan
orang-orang yang tidak pro-rakyat dibiarkan menjabat?
Revolusi pendidikan haruslah disadari keberadaannya,
revolusi pendidikan haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan sebenar-benarnya, dan dengan seadil-adilnya. Jalankanlah keadilan meskipun langit akan
runtuh!12
revolusi pendidikan haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan sebenar-benarnya, dan dengan seadil-adilnya. Jalankanlah keadilan meskipun langit akan
runtuh!12
Sesungguhnya kemerdekaan haruslah diterapkan dengan merdeka,
jika belum, maka perjuangan menerapkan kemerdekaan dengan merdeka harus dilakukan,
harus dijalankan.
jika belum, maka perjuangan menerapkan kemerdekaan dengan merdeka harus dilakukan,
harus dijalankan.
“Kemerdekaan, begitulah
kami sering-sering terangkan di dalam rapat-rapat umum, kemerdekaan tidaklah bagi kami. Kemerdekaan adalah buat anak-anak kami, buat cucu-cucu kami, buat buyut-buyut
kami yang hidup dikelak kemudian hari!” (Bung Karno, Indonesia Menggugat.)
kami sering-sering terangkan di dalam rapat-rapat umum, kemerdekaan tidaklah bagi kami. Kemerdekaan adalah buat anak-anak kami, buat cucu-cucu kami, buat buyut-buyut
kami yang hidup dikelak kemudian hari!” (Bung Karno, Indonesia Menggugat.)
1.
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah
FIB Undip angkatan 2014
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah
FIB Undip angkatan 2014
2.
Tan Malaka, Aksi
Massa, (Yogjakarta, Narasi, 2013) hal. 15
Tan Malaka, Aksi
Massa, (Yogjakarta, Narasi, 2013) hal. 15
3.
Menurut Freud,
naluri dapat digambarkan memiliki sumber,
objek dan tujuan.
Maksud sumber adalah keadaan eksitasi
(keadaan yang mudah sekali dipicu) dalam tubuh. Tujuan menghilangkannya eksitasi itu sendiri; dalam perjalanan dari sumber kepencapaian tujuan, naluri telah beroperasi secara mental. Lihat Reuben Osborn,
Marxisme dan Psikoanalisis,
terj. N. Huda Effendi, ( Yogyakarta, Alenia, 2005) hal. 17
Menurut Freud,
naluri dapat digambarkan memiliki sumber,
objek dan tujuan.
Maksud sumber adalah keadaan eksitasi
(keadaan yang mudah sekali dipicu) dalam tubuh. Tujuan menghilangkannya eksitasi itu sendiri; dalam perjalanan dari sumber kepencapaian tujuan, naluri telah beroperasi secara mental. Lihat Reuben Osborn,
Marxisme dan Psikoanalisis,
terj. N. Huda Effendi, ( Yogyakarta, Alenia, 2005) hal. 17
4.
KBBI
KBBI
5.
Paulo Freire,
Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Tim Redaksi, (Jakarta,
LP3ES, 1985) hal. 80-81
Paulo Freire,
Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Tim Redaksi, (Jakarta,
LP3ES, 1985) hal. 80-81
6.
Pembukaan UUD 1945
Alenia ke-4
Pembukaan UUD 1945
Alenia ke-4
7.
Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan,
dan Ideologi, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
1996) hal. 29
Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan,
dan Ideologi, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
1996) hal. 29
8.
Bung Hatta,
Demokrasi Kita, (Bandung, Sega Arsy, 2008) hal. 24
Bung Hatta,
Demokrasi Kita, (Bandung, Sega Arsy, 2008) hal. 24
9.
Paulo Freire, op,
cit. hal. 49-50
Paulo Freire, op,
cit. hal. 49-50
10. Ibid,
hal. 51
hal. 51
11. Ibid,
hal. 66-67
hal. 66-67
12. Tan
Malaka, op.cit, hal. 69
Malaka, op.cit, hal. 69