Kepercayaan mistika timbul akibat manusia yang memiliki rasa keingintahuan. Hal
ini membuat manusia mencari tahu apa-apa saja yang ingin diketahuinya.
ini membuat manusia mencari tahu apa-apa saja yang ingin diketahuinya.
📷Diskusi bertajuk “Kepercayaan Mistika Sebagai Hasil Kebudayaan” yang diselenggarakan Kamisan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di crop circle FIB,Universitas Diponegoro (Undip), Kamis (16/3).
Dalam buku Sejarah Filsafat Yunani yang ditulis oleh Dr. K. Bertens, dijelaskan, bahwa mitologi dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat. Mitos-mitos yang dipercayai manusia bukanlah
suatu keterbelakangan karena pada saat itu pengetahuan belum berkembang. Hal
itu diutarakan oleh Akbar Ridwan selaku pemantik
dalam forum diskusi Filsafat dan Sains yang diselenggarakan Kamisan Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) di crop circle FIB Universitas Diponegoro (Undip), Kamis
(16/3).
suatu keterbelakangan karena pada saat itu pengetahuan belum berkembang. Hal
itu diutarakan oleh Akbar Ridwan selaku pemantik
dalam forum diskusi Filsafat dan Sains yang diselenggarakan Kamisan Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) di crop circle FIB Universitas Diponegoro (Undip), Kamis
(16/3).
Akbar
menambahkan, awalnya manusia mulai berpikir, lalu manusia membuat sebuah mitos
dan manusia memanfaatkan mitos tersebut. Mitos inilah yang melahirkan sebuah
kebudayaan. “Kalaulah boleh saya berpendapat, saya akan mengatakan bahwa
mitos-mitos atau mite-mite adalah hasil dari proses kebudayaan.” tuturnya.
menambahkan, awalnya manusia mulai berpikir, lalu manusia membuat sebuah mitos
dan manusia memanfaatkan mitos tersebut. Mitos inilah yang melahirkan sebuah
kebudayaan. “Kalaulah boleh saya berpendapat, saya akan mengatakan bahwa
mitos-mitos atau mite-mite adalah hasil dari proses kebudayaan.” tuturnya.
Senada
dengan itu, Qori Dwiky Sandhika, pemantik diskusi, menuturkan pada masa Aufklarung,
manusia mulai meragukan kekuatan yang berada diluar akal, termasuk keberadaan Tuhan
itu sendiri.
dengan itu, Qori Dwiky Sandhika, pemantik diskusi, menuturkan pada masa Aufklarung,
manusia mulai meragukan kekuatan yang berada diluar akal, termasuk keberadaan Tuhan
itu sendiri.
“Akibatnya sering terjadi perdebatan argumen
antara yang percaya dengan keberadaan Tuhan (teis) dengan yang tidak percaya
akan keberadaan Tuhan (ateis),” ujarnya.
antara yang percaya dengan keberadaan Tuhan (teis) dengan yang tidak percaya
akan keberadaan Tuhan (ateis),” ujarnya.
Sandhika
menambahkan teis sering menggunakan argumen Aquinas dan logika Blasise Pascal
(Pascal Wage) untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada.Sementara ateis menyanggah
argumen teis dengan menggunakan pendapat Epicurus, Filsuf Yunani.
menambahkan teis sering menggunakan argumen Aquinas dan logika Blasise Pascal
(Pascal Wage) untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada.Sementara ateis menyanggah
argumen teis dengan menggunakan pendapat Epicurus, Filsuf Yunani.
“Senjata
yang digunakan ialah dari filsuf Yunani, Epicurus, yang dikenal dengan ‘Epicurus: Problems of Evil’.” ucapnya
yang digunakan ialah dari filsuf Yunani, Epicurus, yang dikenal dengan ‘Epicurus: Problems of Evil’.” ucapnya
Berbeda
pendapat dengan Qory, Ridwan Nanda Maulana, mahasiswa Sejarah Undip menuturkan
bahwa ketidakpahaman manusia dalam mempraktikan ajaran agama menyebabkan
terjadinya kekacuan yang ada di dunia.
pendapat dengan Qory, Ridwan Nanda Maulana, mahasiswa Sejarah Undip menuturkan
bahwa ketidakpahaman manusia dalam mempraktikan ajaran agama menyebabkan
terjadinya kekacuan yang ada di dunia.
“Gara-gara Anda tidak memahami agama
secara utuh, gara-gara Anda tidak
mempraktikan secara utuh sesuai ajarannya maka terjadi kekacuan,” ucapnya.
secara utuh, gara-gara Anda tidak
mempraktikan secara utuh sesuai ajarannya maka terjadi kekacuan,” ucapnya.
Sependapat
dengan Ridwan, Aditya Nurullahi, mahasiswa Sejarah Undip menganjurkan agar
manusia menggunakan akal dan iman dengan sebaik mungkin. “Ada kalanya kita
mengggunakan logika untuk memahami akal dan adakalanya untuk memahami dengan menggunakan
iman, yang tidak bisa dinalar logika,” tuturnya.
(HW/Ulil)
dengan Ridwan, Aditya Nurullahi, mahasiswa Sejarah Undip menganjurkan agar
manusia menggunakan akal dan iman dengan sebaik mungkin. “Ada kalanya kita
mengggunakan logika untuk memahami akal dan adakalanya untuk memahami dengan menggunakan
iman, yang tidak bisa dinalar logika,” tuturnya.
(HW/Ulil)