Dokumen Hayamwuruk
Peringatan Hari Buruh Internasional di Semarang yang mengusung tema “Tegakkan Hukum Ketenagakerjaan”, pada Senin (1/5) kembali diisi dengan aksi unjuk rasa oleh persatuan pekerja buruh Kota Semarang dan Jawa Tengah. Unjuk rasa yang sebelumnya diawali dengan long march dari Tugu Semarang ini kemudian terpusat di Gelanggang Olahraga (GOR) Trilomba Juang, terhitung dari pukul 09.15 WIB. Menurut laporan panitia, diketahui terdapat sekitar 10.250 massa aksi yang turut serta. Jumlah ini terpaut lumayan jauh dari perkiraan panitia yang hanya sejumlah 8.000 orang.
Ketua panitia penyelenggara May Day kota Semarang, Karmanto, dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan tahun ini diselenggarakan dengan adanya bantuan anggaran oleh pemerintah kota melalui dana APBD. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di mana tidak pernah ada bantuan dari pemerintah, tahun ini total dana sumbangan yang terkumpul adalah sejumlah Rp 48.300.000,00. Meskipun mendapat bantuan yang cukup besar, Karmanto mengingatkan kepada para buruh untuk tidak terlena selagi pemerintah masih membuat kebijakan yang tidak pro kepada buruh.
Tidak jauh berbeda, Ketua DPW Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah, Nanang Setiono, dalam sambutannya mengatakan bahwa sekarang ini hak-hak buruh seringkali dilanggar oleh pengusaha. Salah satunya adalah melalui sistem kontrak kerja dan outsourcing yang menjadikan kondisi buruh semakin tidak pasti.
“Mengenai peningkatan kesejahteraan buruh, dari mulai upah buruh yang tercantum dalam Undang-Undang. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015, sudah ada batasan mengenai sistem pengupahan yang terpatok antara sembilan sampai sepuluh persen”, tambahnya
Aksi May Day dan unjuk rasa ini juga diikuti para jurnalis yang tergabung dalam Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah. Mereka menuntut kepada pengusaha dan industri media untuk menyejahterakan pekerjanya, mulai dari asuransi jiwa hingga jaminan sosial. Hal ini mereka utarakan mengingat jurnalis juga memiliki resiko tinggi dalam menjalankan pekerjaannya, terlebih masih ada pekerja di bidang media yang terlambat menerima upah dari tempat mereka bekerja. Lebih jauh, diketahui masih ada wartawan yang menerima upah hanya sebesar Rp 5.000,00 per berita yang mereka tulis.
Para buruh mengajukan delapan tuntutan kepada para pemangku kebijakan ketenagakerjaan. Delapan tuntutan tersebut adalah:
1. Mencabut PP 78/2015 agar ditetapkan upah yang layak bagi buruh sesuai kebutuhan hidup dengan adanya pertumbuhan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Menghapus sistem kerja outsourcing karena telah mencabut harkat dan martabat kaum pekerja buruh dan generasi selanjutnya.
3. Menegakkan norma-norma hukum pidana ketenagakerjaan dengan melakukan pengawasan dan perlindungan serta memberlakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran hak-hak buruh dengan tujuan terpenuhinya kesejahteraan bagi buruh atau pekerja dan keluarganya.
4. Menghentikan Union Busting (Pemberangusan Serikat Pekerja/buruh)
5. Memperbaiki sistem jaminan sosial, baik BPJS kesehatan maupun BPJS ketenagakerjaan.
6. Memperbaiki sistem peradilan dalam perselisihan hubungan industrial yang benar-benar murah, tidak bertele-tele dan berkeadilan.
7. Memberikan perlindungan hukum bagi pekerja rumah (Putting Out System/Home Base Worker)
8. Melawan gugatan UMK 2017 yang dilakukan oleh Apindo terhadap UMK kota Semarang di PTUN Semarang.
(HW/Habib)