Kemenangan Sementara Warga Tambakrejo


Dok. Hayamwuruk

“Merdeka… Merdeka… Merdeka…” secara serempak
ungkapan warga Tambakrejo di Taman Pendidikan
Al-Quran (TPQ) Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara,
Kota Semarang, Jumat (2/3/2018) usai mendapatkan kabar bahwa
kediamannya
tidak akan direlokasi Senin (5/3/2018) nanti.  
Raut wajah sedikit gusar  itu tergambar oleh warga Tambakrejo  usai melakukan audiensi dengan Pemerintah Kota
(Pemkot) Semarang.   Dalam audiensi
tersebut, Rahmadi, Ketua RT 5 RW 16 Dusun Tambakrejo,  menjelaskan 
 informasi dari Camat Semarang
 Timur Aniceto Magna da Silva dan Asisten 1 Walikota, Triyono,  masih memberikan waktu untuk warga Tambakrejo
berdialog dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Rahmadi menjelaskan
berdasarkan informasi dari Eko, Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) normalisasi
BKT
(Banjir Kanal Timur) menemui kendala yakni mengenai stok
Rusunawa Kudu, Genuk, Kota Semarang, yang disediakan 
tidak mencukupi untuk  warga yang
terdampak.
Saat ini Rusunawa  Kudu yang digunakan untuk warga yang
terdampak BKT seperti yang berada di wilayah Selatan termasuk Barito, Sawah
Besar,  hanya tersedia 60 unit yang
kosong sementara warga yang  mengajukan
ada sekitar 200-an lebih.  
“Dari pihak camat tenang- tenang saja. Jadi
masih banyak kendala yang diputuskan  
pertama antara yang menggajukan rusun (sangat banyak) dengan rusun yang
tersedia (sedikit), itu tidak (sesuai),” ujarnya.
Meskipun begitu, ujar Rahmadi,  warga Tambakrejo sendiri terbagi menjadi dua
soal relokasi ke Rusun, ada yang menolak dan ada yang mendukung relokasi ke rusun.
Mayoritas  warga yang menolak Rusun  berprofesi nelayan. Dari 168 Kepala Keluarga
(KK) yang mendukung relokasi, hanya  60
KK yang tidak berprofesi nelayan.
“Tidak semuanya menolak (tinggal di) rusun
dan yang menolak (tinggal di) rusun (berprofesi) nelayan, yang mendukung
(tinggal di) rusun tanpa syarat bukan nelayan. Jadi di sini kami adalah nelayan.
Mohon dipertimbangkan.”
Ia menambahkan, “Karena kami bernegosisasi
dengan pihak (Pemkot Semarang) tidak memui kata sepakat, kami tetap
menginginkan selain rusunawa,” ujarnya. 
Senada dengan itu, Aksis, (32), salah satu warga
Tambakrekjo, mengungkapkan menolak rusunawa karena tinggal di rusun akan membuat
kesusahan dalam menjalani profesinya sebagai nelayan.
“Kalau (direlokasi di) rusunawa saya kira
tidak setuju, karena saya pribadi asli nelayan saya punya kapal, alat- alat tangkap,”
ujarnya.
Nico Andi Wauran, kuasa hukum dari LBH Semarang,
mengungkapkan dalam audiensi tersebut, warga Tambakrejo menyampaikan untuk mendukung
program pemerintah normalisasi BKT. Namun  dengan syarat, memperhatikan hak-hak warga
tambakrejo  sesuai dengan Pasal 28 UUD
1945 dan UU 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, seperti hak untuk
mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupan, hak rasa aman-damai-sejahtera
lahir dan batin, dan juga hak mendapatkan ganti rugi.
Nico menyebut ganti rugi harus dilaksanakan oleh
pemerintah berdasarkan UU 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum: mekanisme ganti rugi juga memiliki  hak apa
yang ada di atas tanah tanah seperti bangunan, tanaman, dan aset
lain.  
“Warga tambakrejo  tidak 
menuntut untuk diganti tanahnya, mereka punya bangunan (rumah), mereka
punya  TPQ, mereka punya mushola,  itu dari pemerintah harusnya mengganti itu,
dari pemerintah tidak memperhatikan itu,” ujar Nico.
 
Reporter : Ulil, Erna (magang Hayamwuruk)
Editor : Ririn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top