Perda PKL Menjadi Dalih Pembenaran Represi terhadap PKL

Dok. Okezone.com

Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang nomor
3 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL—yang kerab disebut Perda
PKL—menjadi pembenaran bagi  pemerintah
untuk melakukan represi kepada PKL di kota Semarang.

Pendapat itu diutarakan oleh
Lembaga Badan Hukum (LBH) Semarang dalam keterangan tertulis yang
diterima Hayamwuruk, Senin (5/3/2018).

“Perda yang baru diundangkan pada 25 Januari
2018 ini, menimbulkan sejumlah pertanyaan dan catatan terkait substansi serta
relevansinya terhadap upaya perlindungan dan keberlanjutan usaha PKL di Kota
Semarang,” ujar Herdin, salah satu anggota LBH Semarang.

Menurut Herdin, beberapa
aturan dalam Perda PKL
sangat
merugikan bagi PKL yang membutuhkan lokasi yang strategis untuk keberlanjutan
usaha. Hal tersebut bertentangan dengan jaminan pemenuhan hak atas peningkatan
taraf  hidup sesuai ketentuan Pasal 11
ayat 1. Pasal 2 ayat (1) kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya yang
mengamanahkan pemerintah untuk secara bertahap dan maju memenuhi hak-hak
warganya.

Seperti terlihat dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d
angka 5 yang mensyaratkan PKL untuk membuat surat pernyataan berupa kesanggupan
pengosongan, mengembalikan atau menyerahkan tempat usahanya apabila lokasi yang
dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan dan/atau dikembalikan pada fungsinya.

Akibatnya, kata Herdin, PKL tidak mendapatkan
jaminan kepastian hukum untuk lokasi usaha.Padahal, seharusnya PKL memliki legalitas
hukum yang  diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW).

“Hal  ini juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah
dalam membuat perencanaan tata kota yang baik dengan berkeadilan ekonomi dan
lingkungan,” ujar Herdin.

Herdin menambahkandalam Perda PKL tidak disebutkan
secara jelas  mekanisme pemberian sanksi
maupun klasifikasi (jenis-jenis) pelanggaranya. Terlihat dalam  Pasal 34 ayat (2) yang hanya menyebutkan jenis
sanksi administratif meliputi teguran atau peringatan, paksaan pemerintah dan/atau
pencabutan Tanda Daftar Usaha(TDU).

“Jika ada PKL yang melakukan pelanggaran,
maka pemerintah memiliki keleluasan untuk memilih dan menentukan jenis sanksi
administratif apa yang hendak diberikan terhadap PKL,“ ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa Perda PKLmemuat penambahan
sanksi pidana berupa denda maupun kurungan didalam Pasal 47 ayat (1) juga
sangat rentan untuk menimpa PKL.

Terlebih, ujar Herdin, PKL kota Semarang
rentan terkena klasifikasi (jenis-jenis) pidana yang lain, seperti berjualan di
jalan, pedestrian, dan bentuk pelanggaran lain dalam Pasal 33 ayat (1) huruf
(b) dan (d) serta Pasal 34 ayat (1) huruf (f) dan (g).

“Jika norma yang diberlakukan demikian
buruknya, maka tentu akan membuka kemungkinan-kemungkinan yang merugika
masyarakat, khususnya PKL dalam aplikasinya,”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top