![]() |
Dok. Hayamwuruk |
Jum’at
(2/3/18) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (Undip) mengadakan talkshow bertema “Problematika Cantrang dan Impor
Garam di Negara Maritim”
di Gedung
Auditorium FPIK. Talkshow hari pertama ini berfokus pada
tema problematika impor garam di Indonesia.
(2/3/18) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (Undip) mengadakan talkshow bertema “Problematika Cantrang dan Impor
Garam di Negara Maritim”
di Gedung
Auditorium FPIK. Talkshow hari pertama ini berfokus pada
tema problematika impor garam di Indonesia.
Acara yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta ini menghadirkan
Yeti
Rochwulaningsih (akademisi FIB Undip), Hartono (perwakilan PT. Garam), dan Setiyawan (perwakilan nelayan
Pati).
Yeti
Rochwulaningsih (akademisi FIB Undip), Hartono (perwakilan PT. Garam), dan Setiyawan (perwakilan nelayan
Pati).
Tedy prayoga, selaku ketua pelaksana, mengatakan bahwa
acara ini diadakan sebagai wujud pengabdian BEM FPIK terhadap permasalahan yang
sedang melanda masyarakat Indonesia. Selain itu, acara ini juga sebagai bentuk
apresiasi kepada Susi Pujiastuti, menteri perikanan dna kelautan, yang sedang
gencar-gencarnya mengadakan perbaikan pada aspek-aspek kemaritiman.
acara ini diadakan sebagai wujud pengabdian BEM FPIK terhadap permasalahan yang
sedang melanda masyarakat Indonesia. Selain itu, acara ini juga sebagai bentuk
apresiasi kepada Susi Pujiastuti, menteri perikanan dna kelautan, yang sedang
gencar-gencarnya mengadakan perbaikan pada aspek-aspek kemaritiman.
Yeti, selaku pembicara pertama, mengatakan bahwa saat
ini Indonesia memang masih harus mengimpor garam industri. “Kalau kita bicara
impor garam saat ini, memang kita tidak bisa menghindarkan kebutuhan objektif
impor garam industri memang saat ini kita masih butuh. Saat ini. Untuk saat
ini,” ujarnya.
ini Indonesia memang masih harus mengimpor garam industri. “Kalau kita bicara
impor garam saat ini, memang kita tidak bisa menghindarkan kebutuhan objektif
impor garam industri memang saat ini kita masih butuh. Saat ini. Untuk saat
ini,” ujarnya.
Setiyawan pun mengungkapkan meskipun Indonesia
merupakan negara yang sebagian besarnya berupa lautan, tidak berarti Indonesia
dapat menjadi penghasil garam yang stabil. “Buat garam itu bukan karena lautnya
yang luas. Tapi ada beberapa faktor, harus ada tanah, angin, sama panas. Lah nek ora ana panase, meh mbok nganti modar
mati yo, bahasane nggeh, wis ra bakal entuk uyah (kalau tidak ada panasnya,
mau sampai mati, bahasanya ya, tidak akan dapat garam),” ucapnya.
merupakan negara yang sebagian besarnya berupa lautan, tidak berarti Indonesia
dapat menjadi penghasil garam yang stabil. “Buat garam itu bukan karena lautnya
yang luas. Tapi ada beberapa faktor, harus ada tanah, angin, sama panas. Lah nek ora ana panase, meh mbok nganti modar
mati yo, bahasane nggeh, wis ra bakal entuk uyah (kalau tidak ada panasnya,
mau sampai mati, bahasanya ya, tidak akan dapat garam),” ucapnya.
Sedangkan Hartono mengatakan untuk
dapat mengawal percepatan garam swasembada nasional terdapat empat faktor yang harus diperbaiki, “Terdapat
empat faktor terkait permasalahan garam nasional; 1. Kelembagaan, 2.
Infrastruktur dan fasilitas produksi, 3. Permodalan dan manajemen usaha, dan 4.
Regulasi dan tata niaga impor.”
dapat mengawal percepatan garam swasembada nasional terdapat empat faktor yang harus diperbaiki, “Terdapat
empat faktor terkait permasalahan garam nasional; 1. Kelembagaan, 2.
Infrastruktur dan fasilitas produksi, 3. Permodalan dan manajemen usaha, dan 4.
Regulasi dan tata niaga impor.”
Yeti pun berharap kedepannya Indonesia dapat berhenti
dalam mengimpor garam. “Sebagai bangsa yang besar dengan potensi sumber daya
laut yang sangat luar biasa, tentu kita wajib menyanggupi. Intinya bagaimana,
bahwa kedepan yang namanya impor garam ini harus stop,” pesannya.
dalam mengimpor garam. “Sebagai bangsa yang besar dengan potensi sumber daya
laut yang sangat luar biasa, tentu kita wajib menyanggupi. Intinya bagaimana,
bahwa kedepan yang namanya impor garam ini harus stop,” pesannya.
Reporter: Alfi dan Erna (magang Hayamwuruk)
Editor: Dwi