Dok. Official Account Line PEMIRA FIB 2018 |
Pada pesta demokrasi Pemilihan Umum Raya (Pemira) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Pemira Universitas Diponegoro (Undip) 2018, Lukman, bukan nama sebenarnya, mahasiswa Ilmu Perpustakaan 2016 lebih memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias golongan putih (golput). Golput menjadi pilihan Lukman ketika ia tidak mengetahui banyak tentang pasangan calon (paslon) Ketua—Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB 2019 dan paslon Ketua-Wakil Ketua BEM Undip 2019.
“Alasannya, yang pertama gak terlalu tau soal paslonnya. Terus kalaupun milih kotak kosong kaya kasihan sama pasangan yang udah niat untuk mendaftar. Jadi, saya milih golput,” ujarnya.
Sama halnya dengan Lukman, Mohammad Ilham Pratama, mahasiswa Antropologi Undip 2017, tidak memilih menggunakan hak pilihnya pada kontestasi Pemira Undip dan Pemira FIB. Ilham beralasan pada Pemira FIB, ia tidak mengetahui banyak tentang paslon Ketua-Wakil Ketua BEM serta kurang tertarik karena paslon yang maju hanya satu. “Sedangkan pada Pemira Undip saya kurang mendapat dan mencari informasi tentang calon (Ketua-Wakil Ketua BEM Undip, red),” ujar Ilham.
Bedahalnya dengan Lukman dan Ilham, Audrian Firhannussa, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2015, yang juga menjabat sebagai Ketua Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) 2018, terpaksa golput pada Pemira Undip karena tidak bisa ke kampus—melayat ke rumah temannya.
Tingginya Angka Golput
Berdasarkan data Panitia Pemilihan (Panlih) Pemilihan Umum Raya (Pemira) Universitas Diponegoro (Undip) dan Panlih Pemira FIB 2018, tercatat partisipasi mahasiswa FIB sangat rendah.
Pada Pemira Undip 2018, dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 2.744 suara, hanya 446 suara (16 persen) yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan 2.298 suara (84 persen) golongan putih (golput). Sedangkan pada Pemira FIB 2018, dari total DPT sebanyak 2.743 suara, hanya 511 suara (19 persen) yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan 2.232 suara (81 persen) golput.
Zulfatus Syarifah, anggota Panlih Pemira Undip 2018 menyayangkan tingginya angka golput di FIB.
“Tentu sangat disayangkan, padahal itu ajang Pemira, pesta demokrasinya Undip. Seharusnya semua bisa lebih peduli dengan tidak golput, karena suara mereka yang menentukan siapa yang akan jadi pemimpin yang sebenarnya akan sangat berpengaruh besar terhadap keberjalanan Undip,” ujarnya.
Sependapat dengan Zulfatus, Naufal Alhadil, Ketua Panlih Pemira FIB Undip 2018, mengatakan penyebab tingginya angka golput kemungkinan karena minimnya pengetahuan mahasiswa FIB angkatan 2018 terkait informasi Pemira.
“Mungkin golput ini terjadi kurangnya pemilih juga dari anak 18 yang baru. Kayaknya adanya pemira pun mereka masih sedikit yang tau,” ujarnya ketika dihubungi Hayamwuruk, Selasa (4/12).
Adanya golput ini membuat gagalnya target realisasi Panlih terhadap partisipasi Pemira, seperti Panlih Pemira Undip yang menargetkan 65% partisipasi suara dari total DPT. Sedangkan Panlih Pemira FIB yang menargetkan sebanyak 800 partisipasi suara.
Penyebab Golput
Menurut Noorma Fitiatia M Zain, dalam artikel “Matinya Demokrasi Kampus” yang ditulis dalam Suara Merdeka, 22 Desember 2007, ada empat faktor penyebab mahasiswa apatis (golput) dalam proses demokrasi kampus. Pertama, para pemimpin mahasiswa yang terpilih pada Pemira kurang mampu memberikan perubahan dalam dunia kampus, terutama bagi kepentingan mahasiswa itu sendiri. Kedua, kurang adanya sosialisasi yang jelas dari panitia penyelenggara kepada mahasiswa dan pemahaman mahasiswa terhadap demokrasi kampus sangat minim. Ketiga, kurangnya dukungan dari pejabat kampus dengan masih adanya perkuliahan aktif ketika Pemira dilaksanakan. Keempat, adanya “politik pesanan” yang membuat kepentingan mahasiswa malah justru terabaikan.
(Ririn, Tyas, Qanish, Ulil).
Kalau kita sadar akan pentingnya partisipasi dalam memberikan suara di Pemira, kita akan berpikir dua kali untuk golput.