Oleh: Krisnaldo Triguswinri*
Membicarakan Che Guevara, artinya membicarakan kemanusiaan. membicarakan kemanusiaan, inheren dengan kebebasan dan kesetaraan manusia. Pada suatu ketika, dalam perjalanan ke luar negri yang panjang, Che Geuvara sempat mengirimkan sebuah surat yang ditujukan kepada seorang sahabatnya yang radikal, Carlos Quijano. Ia adalah seorang editor Marcha, majalah mingguan independen yang politis di Montevideo, Uruguay. Surat yang berisi keyakinan-keyakinan membahagiakan dari upaya untuk menyelenggarakan masyarakat sosialis yang berbasis pada bonafiditas dan dignitas manusia.
Sebagai seorang revolusioner, Che adalah seorang yang memiliki perbendaharaan kata dalam perpustakaan kepala untuk menghasilkan narasi romantik yang tidak hanya berdampak pada kelirisan perasaan ketika membacanya, namun mampu secara mistik menyihir kobaran semangat dan api perjuangan bagi mereka yang membacanya.
Dalam surat tersebut, Che melontarkan kritik keras terhadap argumen yang diedarkan oleh kaum kapitalis, dalam rangka perang ideologi melawan sosialisme yang, misalnya, para kapitalis sedang berupaya mengganggu periode pembangunan sosialisme yang sedang diberlangsungkan di Kuba.
Dalam periode kepahlawanan pertama perjuangan Revolusi Kuba, dalam kerangka pemikiran proletarisasi mereka yang terlibat mengambil pernanan dalam menumbangkan kekuasaan kapitalisme, individu merupakan faktor fundamental perjuangan. Oleh karena itu, Che dan sahabatnya, Fidel Castro. Berupaya memberikan pendidikan revolusioner sebagai konsep primer tumbuh kembangnya dedikasi dan pengorbanan masyarakat Kuba dalam rangka mempertahankan konsistensi hingga fasilitas untuk mengisi hari-hari paska revolusi.
Kecintaan dan kehendak atas cita-cita bersama para revolusioner berdampak pada keterlibatan massa dalam reformasi agraria dan tugas sulit untuk mengelola perusahaan-perusahaan negara. Memang terdapat subordinasi individu dan negara dalam pendistribusian kerja-kerja revolusioner membangun Kuba. Namun kerja-kerja seperti itu dilakukan oleh kaum revolusioner dengan antusiasme dan totalitas kesukarelaan agar supaya proyek sosialisme tersebut lekas tecapai. Akhirnya, distribusi yang egaliter berdampak pada kesejahteraan bersama. Sebaliknya, disebabkan oleh akumulasi, berdampak pada kesengsaraan kolektif.
Oleh karena itu, yang paling menarik bagi Che adalah paktek tindakan Fidel Castro sebagai pemimpin tertinggi revolusi yang selalu melibatkan peran keterlibatan dari massa untuk menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang diproduksi dalam rapat-rapat raksasa yang selalu klimaks dalam kobaran jeritan perjuangan dan kemenangan. itu sebabnya, Sesuatu yang sulit dipahami bagi seseorang yang tidak hidup melalui pengalaman revolusi adalah keeratan dialektika antara individu dan massa, di mana massa, sebagai kumpulan individu, saling berinterkoneksi dengan para pemimpinnya.
Tidak seperti masyarakat sosialisme, proyek kapitalisme justru senantiasa menghadirkan jarak antara masyarakat dan negara. Masyarakat dikontrol oleh hukum tanpa belas kasih, masyarakat teralienasi oleh hukum nilai. Hukum kapitalisme yang mengelabui dan tak pernah nampak oleh orang kebanyakan, yang selalu berlaku atas individu-individu tanpa mereka sadari. Pada intinya, bagi Che, kesadaran masyarakat kapitalisme adalah kesadaran palsu, sedang kesadaran masyarakat sosialisme adalah kesadaran aktif. Itu sebabnuya, dalam sosialisme, masayrakat bukan lagi menjadi subyek yang ditundukkan, melainkan menjadi subyek yang politits.
Marx memaparkan periode transisi sebagai hasil dari ledakan transformasi dari sistem kapitalis yang dihancurkan oleh kontradiksinya sendiri. Namun, dalam kenyataan sejarah, kita menyaksikan bahwa beberapa negara yang ikatan dahannya dengan pohon imperialisme lemah akan lepas pertama kali, sebuah fenomena yang diramalkan oleh Lenin.
Oleh karena itu, perjuangan negara-negara yang baru terbebas dari injakan neokolonialisme dimulai dengan memabangun pendidikan revolusioner agar berguna pada pengorganisiran kerja-kerja sosial. Itu sebabnya amat penting memilih metode pedagogis untuk memobilisasi massa demi pembangunan ekonomi-politik masyarakat sosialisme. Metode itu harus berkarakter moral, pun berkarakter sosial.
Berbeda dengan pola pendidikan kapitalis yang pada sejarah awalnya memang meniscayakan masyarakat kelas; akumulasi. Apakah melalui teori asal-usul takdir atau teori mekanika hukum alam. Dalam pendidikan sosialisme, dalam rangka menghadirkan masyarakat baru, pendidikan diberikan justru semata-mata untuk menginternalisasi wacana kritis; keadilan, demokrasi, dan agensi. Akhirnya, pendidikan kapitalisme diandaikan pada kompetisi, sedangkan pendidikan sosialisme diedarkan demi aktifnya soliditas dan solidaritas antar terpendidik guna pembangunan nasional.
Bagi Che, pendidikan dihasilkan untuk mendistribusi keadilan, bukan mengakumulasi kekayaan.
*Penulis adalah Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro