Sumber: Kompas.com |
Puluhan massa yang tergabung dalam Kamisan Semarang menggelar aksi pada Kamis (26/9/2019) sore hari. Aksi ini menyampaikan kecaman terhadap tindak represif aparat terhadap massa aksi di berbagai daerah Indonesia pada 23-24 September 2019.
Koordinator Kamisan Semarang Frans Napitu, mengatakan bahwa aparat, polisi dan tentara, adalah pelayan rakyat, bukan perpanjangan tangan oligarki.
“Jutaan massa dari berbagai kota di Indonesia melakukan aksi serentak, melawan korupsi terhadap Reformasi yang dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan Koruptor yang tergabung dalam oligarki kekuasaan. Namun, sangat disayangkan massa aksi yang membawa suara rakyat justru disambut dengan pentungan, gas air mata dan water canon dari Kepolisian,” kata Frans.
Frans menambahkan, bahwa pemerintah sekarang semakin menunjukkan mentalitas Orde Baru melalui represifitas yang mereka lakukan terhadap massa aksi di berbagai daerah Indonesia.
“Polisi yang memiliki tugas pokok memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat telah melecehkan diri mereka dengan menjadi perpanjangan tangan oligarki,” kata Frans.
Tidak hanya polisi, lanjut Frans, TNI yang memiliki fungsi sebagai alat pertahanan negara terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri telah mempermalukan martabat TNI dengan ikut memukuli para massa aksi.
“Keterlibatan TNI dalam represifitas terhadap massa aksi juga menunjukan pola-pola Dwifungsi ABRI yang masih melekat dalam diri TNI dan pemerintah,” tutur Frans.
Frans berpendapat, jika praktik represif ini masih dilakukan, sangat mungkin akan memakan korban sampai jutaan korban.
“Kami, Kamisan Semarang, mengecam represifitas yang dilakukan oleh Polisi dan TNI dan menuntut Kepolisian RI untuk menghentikan segala represifitas, pemukulan kepada massa aksi dan menghukum Polisi yang terlibat dalam pemukulan kepada massa aksi,” pungkas Frans.
Perlu diketahui, dilansir dari Kumparan (26/9), ada satu korban tewas terkena tembakan peluru saat demonstrasi menolak RKUHP dan revisi UU KPK di Kota Kendari, yaitu Randi (22) mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Reporter: Airell
Penulis: Airell
Esitor: Qanish