Doc:LPM Hayamwuruk
SEMARANG – Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti mengadakan pameran museum yang berjudul “Museum Goes to Campus” dengan tema “Merawat Kebhinekaan Memajukan Kebudayaan” bertampat di Gedung Serba Guna (GSG) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip). Serangkaian acara “Museum Goes to Campus” ini berlangsung selama lima hari, mulai dari tanggal 26-30 Agustus 2019. Peserta yang hadir dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa sampai terbuka untuk umum. Ada beberapa serangkaian acara diantaranya: Ceremonial Museum Goes Campus, Seminar Tokoh Kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gusdur) Multikulturalisme dan kemaritiman, Workshop fotografi, Pentas seni, Workshop membatik, Pemutaran bioskop keliling, dan aksi lukis mural.
Dalam ceremonial acara Museum Goes to Campus ini diawali sambutan dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Nurhayati M.Hum., Ia menyampaikan bahwa di era milenial yang pesat adalah perkembangan teknologi yang berbanding dengan pendidikan karakter bangsa yang kuat. Selain itu ia menjelaskan bahwa dengan adanya acara “Museum Goes to Campus” ini adalah sebagai bentuk pelestarian cagar budaya ditengah era modern saat ini.
“Oleh karena itu adanya Museum Goes to Campus sebagai pelestarian cagar budaya dan permuseuman kami mendukung sepenuhnya acara ini sampai selesai. Saya mengapresiasi dari teman-teman museum yang melakukan suatu trobosan-trobosan untuk mengajak kaum milenial mulai anak-anak sampai mahasiswa ini bagaimana melihat museum di zaman sekarang. Bahwa kita sudah memanfaatkan teknologi yang maju sehingga dengan adanya pameran museum ini kita bisa mengubah paradigma lama bahwa museum juga bisa mengikuti perkembangan zaman seperti saat ini.” tuturnya.
Disambung sambutan dari Prof. Singgih Tri Sulistiyono M.Hum., sebagai kurator “Museum Goes to Campus” dalam pidatonya ia menjelaskan bahwa pameran museum ini memberikan dampak yang baik bagi para mahasiswa ataupun pelajar, di mana museum mendapat peranan penting dalam membangun kohesifitas sebagagai suatu komunitas bangsa.
“Pameran museum ini sangat baik sekali dalam rangka mengenalkan lebih lanjut baik kepada para mahasiswa maupun pelajar yang ada di Jawa tengah ini. Museum di sini mendapat peranan penting sebagai suatu komunitas yang bisa membangun kohesifitas atau kebersamaan sebagai suatu komunitas bangsa. Apalagi ditengah-tenhah situasi yang sangat marak terjadinya konflik suku, agama, ras, maka upaya untuk menghidupkan kembali sebagai kolektif memori kohesifitas itu.” jelasnya.
Ia juga menerangkan bahwa tema yang diangkat ini merupakan tema yang sangat penting dan fundamental, bahwa kebhinekaan itu merupakan jati diri dari bangsa. Dengan kebhinekaan itu kita mampu membangun kebudayaan yang maju. Oleh sebab itu , di dalam pameran ini akan dibagi menjadi beberapa tahapan periodisasi. Nanti digambarkan dalam visualisasi museum/pameran tentang diaspora atau liberasi bangsa Indonesia, tambahnya.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Drs. Fitra Arda, M.Hum dalam pidatonya menyampaikan bahwa keragaman adalah kenyataan bagi masyarakat dan sikap dasar publik atas keragaman itu. Jadi diharapkan museum dapat memberikan kontribusi dan melampaui batas lintas budaya yanga ada di Indonesia, jelasnya.
Doc: LPM Hayamwuruk
Lalu acara disambung dengan seminar yang berjudul “Seminar Tokoh Kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Multikulturalisme dan Kemaritiman” membahas mengenai soal multikulturalisme dan kemaritiman yang ada di Indonesia.
Restu Gunawan, perwakilan dari Kementrian Penididikan dan Kebudayaan dalam seminar menjelaskan bahwa gagasan-gagasan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau adalah sosok yang sangat aktual, futuristik di saat pada masa jabatannya sebagai presiden.
“Gus Dur adalah tokoh yang fenomenal saya kira dari semua, beliau sangat aktual, futuristik dan saya kira menjadi tantangan bagi kalian semua khususnya kawan-kawan yang di FIB, membedah pemikiran gus dur itu tidak ada habisnya, dari antropologinya, dari sejarahnya dan dari konteks yang lain saya kira luar biasa.”
Lalu disambung pemaparan dari Prof Singgih Tri Sulistiyono M.Hum, ia menjelaskan mengenai persoalan negara maritim di Indonesia terkait dengan soal cara berpikir. Bagaimana sebuah Negara maritim itu mampu memanfaatkan dan mendayagunakan potensi kelautannya dan hal-hal yang yang terkait untuk kesejahteraan dan kejayaan bangsa dan negara itu sendiri.
“Pertama, paradigma yang harus kita ubah adalah sebetulnya negara kita adalah negara laut karena secara geografis 80 persen wilayah teritorial kita adalah laut. Oleh sebab itu, sebetulnya secara historis bahwa kalau kita belajar sejarah seni dan budaya maka mereka yang mampu menjadi negara maju dan besar adalah kekuatan politik yang mampu mensinergikan antara darat dan laut.”
Prof. Dr. Mujahidin Tohir, yang disebut sebagai Gus Durnya Jawa Tengah (Jateng) menjelaskan bahwa multikultural itu kata yang nyata bahwa Indonesia sebagai negara bangsa itu demikian beragam, pertanyaan dibalik keragaman itu apakah sebagai ancaman ataukah dari keberagaman itu menjadi logis kalau kita seringkali bertengkar atau yang lebih positif bagaimana mengubah kemungkaran itu menjadi sebuah kekuatan.
“Bicara soal mutikulturalisme itu esensinya adalah mengajak Anda semua yang akan memimpin negeri ini mengubah kondisi-kondisi ini yang negatif yang destruktif menjadi energi yang energik dan konstruktif, jawabannya adalah pada multikulturalisme.” jelasnya.
Muhammad Akbar selaku panitia penyelenggara menjelaskan apakah tujuan serta bagaimana persiapan dalam acara pameran museum ini.
“Ini rangkaian acara setiap tahun jadi kumpulan dari berbagai museum kebudayaan disinergikan bersama jadi kami mengkoordinasi itu dari museum kepresidenan. Tujuan diadakannya ini untuk memperkenalkan apa fungsi museum itu yang sifatnya untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa bagaimana mempelajari aspek sejarah yang kita muatkan dalam museum. Persiapan sendiri kita sowan ke berbagai tempat di mana kita mau menyelenggarakan pameran. Serta ditindak lanjuti dengan rapat-rapat dan membagi job desk masing-masing.” Jelasnya saat ditmuai oleh tim Hayamwuruk.
Serangkaian acara ini tergantung dari tema masing-masing museum jadi setiap tahun temanya berbeda-beda. Kita juga ingin memberikan dampak yang positif tentang budaya, bahwa dari masing-masing museum pasti punya keunikan sendiri-sendiri dari berbagai aspek untuk dipamerkan, tambahnhya.
Indah, mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia 2017 mengaku senang dan antusias saat mengikuti pameran museum ini.
“Enak, acaranya asyik dan suka banget bisa bertemu langsung dengan narasumber-narasumber yang hebat dan semoga ini menjadi kegiatan rutin agar para mahasiswa tahu apa yang kita miliki di negeri ini.”
Reporter: Airell, Della, Yessi
Penulis: Della