Dok. Hayamwuruk |
Sejumlah komunitas di Semarang berkolaborasi untuk menyelanggarakan Festival Seni Budaya Peduli Alam Nusantara di Taman Indonesia Kaya (TIK), Jalan Menteri Supeno, Kota Semarang, pada Minggu (22/9/2019) pukul 15.30.
Peduli Alam Nusantara adalah bagian dari rangkaian rencana kegiatan “Jeda Untuk Iklim Semarang”. Sementara “Jeda Untuk Iklim” adalah padanan dari Global Climate Strike, aksi warga sedunia pada 20-27 September 2019 untuk mendesak pemerintah mereka masing-masing agar melakukan sesuatu untuk menghambat laju pemanasan global.
Koordinator Jeda Untuk Iklim Semarang, Ellen Nugroho, menyampaikan bahwa festival ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pemanasan global yang terjadi. Karena menurutnya masih banyak warga Semarang yang belum mengetahui bahwa krisis tersebut sudah darurat.
“Kita hanya tinggal punya waktu kurang lebih dari 11 tahun untuk mempertahankan suhu Bumi agar tidak naik lebih dari 1 derajat celcius. Bukan hanya Semarang yang terancam, tapi juga semua umat manusia terancam kelestariannya,” kata Ellen.
Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), batas waktu maksimal untuk menentukan apakah manusia bisa menahan laju kenaikan suhu Bumi agar tidak melampaui 1,5 derajat Celcius atau tidak adalah tahun 2030.
Agenda festival dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama pukul 15.30-18.00 WIB, menampilkan musik dan tarian Nusantara serta aneka bincang publik dan lokakarya soal pelestarian hutan, membuat ecobrick, memilah sampah, pengamatan alam, keanekaragaman hayati, konseling menyusui sebagai cara pemberian makan anak yang ramah lingkungan, dan pembuatan majalah indie (zine) bertema lingkungan.
Sesi kedua pukul 18.00-21.00 WIB, gelaran konser musik dari para musisi Semarang yang bersolidaritas pada gerakan Jeda Untuk Iklim. Antara lain, grup musik Serambi, Tridhartu, Sore Tenggelam, Lilin Semasa Hujan, Dahnatraya, dan saksofonis Gerald Khima.
Salah satu peserta festival, Zaky, mengapresiasi acara ini. Ia juga mengusulkan agar acara seperti ini sering diadakan. “Dalam bentuk festival bisa, dalam bentuk aksi bisa. Tapi dari saya pribadi lebih baik turun langsung ke masyarakat,” tutur Zaky.
Komunitas yang tergabung dalam acara ini ialah: Pelita, LBH Semarang, CMid, Perkumpulan Homeschooler Indonesia, Klub CMid Semarang, PMII Kota Semarang, Hikmahbudhi, PMKRI Semarang, Semogabarokahwerk, AIMI Jateng, Semarang On Fire, Edumommies, Tridhatu, Rangkul, Eduhouse, SHINE, Jemaat Allah Global Indonesia, Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, Klub Merby, Ein Institute, Gusdurian Semarang, YIPC ID, Propaganda Hysteria, Lindungihutan, Seangle Semarang, dan World Merit Semarang.
Reporter: Airell, Ige
Penulis: Airell
Editor: Qanish