Serikat Rakyat Sastra: Sudah Dipukul, Ya Pukul Balik

Dok. Hayamwuruk
Kalau kita bilang mereka pendekar rasanya terlalu sakti, kalau kita bilang mereka adalah wujud asli dari Power Ranger sepertinya tidak nyambung sama sekali. Sebentar, jadi apa yang cocok untuk melabeli mereka ini? Iya saya sedang membicarakan: Pudi, Julius Prabowo, Akbar, Sigit, dll, yang jika Anda semua sepakat dengan kata-kata di Anime Naruto: Mereka adalah para Kage. Banyak, banyak sekali yang mengenal mereka, terutama di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip).
Wawancara pada Rabu (25/9/2019) dengan salah-satu Kage yang saya panggil Mas Pudi ini sangat berisik sekali. Jelas berisik, karena pada saat itu merupakan momentum bangkit dari kuburnya Serikat Rakyat Sastra atau yang akrab disapa SRS. Serikat Supporter-an ini belum juga memiliki kejelasan tentang apa-apa saja jalan yang ingin mereka tempuh nanti. Mas Pudi menjelaskan bagaimana awal terbentuknya SRS yang bermula pada tahun 2015, tepat saat Olimpiade Diponegoro waktu itu. Pria ini mengutarakan alasan yang sangat-sangat klise tentang tujuan dibentuknya SRS. Katanya: “Untuk mendukung teman-teman FIB yang bertanding di Olimpiade Diponegoro.” Ah, klise bukan?
Sorak-sorai nyanyian peserta terus berlangsung di tengah Crop Circle FIB dan pernyataan Mas Pudi tentang arah yang akan diambil SRS kedepan nampaknya bukan hanya angan-angan semata. SRS mulai membuka beberapa divisi seperti Kreatif, Keuangan, Massa, Media, dan Perlengkapan. Tindakan SRS untuk membentuk berbagai divisi bukan tanpa sebab. Iklim kampus sekarang yang jarang sekali ada wadah untuk mempertemukan tiap-tiap mahasiswa FIB adalah kalimat yang jelas masuk ke dalam telinga saya. Mas Pudi lanjut bercerita bahwa kondisi kampus yang dulu dan sekarang sudah sangat berbeda. Kegiatan-kegiatan seperti: pentas teater, puisi, dll, sudah jarang nongol ke permukaan merupakan bukti keringnya suasana guyub di FIB. 
Keresahan yang sama dirasakan oleh Zaki, mahasiswa Sejarah Undip 2016 dan Hisyam, mahasiswa Ilmu Perpustakaan Undip 2016 ketika saya temui pada saat yang sama bertemu Mas Pudi.

Zaki memaparkan dua poin yang menurutnya menjadi keresahan bersama dalam internal SRS: pertama; iklim FIB yang sudah sangat gersang dan saya melihat kebulatan tekad dari salah satu anggota SRS ini tentang bagaimana sebisa mungkin SRS akan menjadi wadah yang akan membuat semua mahasiswa FIB di sana bertemu, kedua; bahwa yang menjadi permasalahan atau penyakit di dalam tubuh SRS ini adalah tidak adanya kepengurusan yang jelas. Kepengurusan ini tidak serta merta bertolak belakang dengan slogan SRS yaitu No Leader Just Together

Pemaparan Zaki saya rasa mengubah pandangan awal saya tentang konsep kepengurusan dan slogan SRS. Zaki bercerita bahwa kepengurusan disini berarti masing-masing dari anggota mempunyai tanggung jawab atas kelima divisi yang sudah dijelaskan di atas. Dan pada tahap eksekusi, semua anggota bergerak bersama.
Hisyam menambahkan bahwa kepengurusan cukup penting, mengingat pandangan masyarakat FIB atau mungkin banyak manusia-manusia lain berpikir tentang sebuah perkumpulan yang tidak mempunyai bagan atau sturktur yang jelas akan dipandang sebelah mata. Dalam pengaturannya, semua anggota mempunyai peran saling mengisi dan mengingatkan satu sama lain, tidak ada yang diistimewakan. Tidak lupa, Hisyam menjelaskan sekali lagi bagaimana sikap SRS terhadap politik kampus, slogan No Politica menjadi suatu bentuk pernyataan sikap tegas daripada anggota-anggota SRS. Pernyataan sikap ini sudah menjadi fondasi awal dibentuknya SRS. Tidak tiba-tiba slogan No Politica ini muncul dari langit.
Hisyam bercerita, suatu waktu pernah terjadi masalah ketika salah-satu organisasi ekstra mencoba memasuki FIB melalui SRS yang notabene mempunyai anggota yang banyak. Pendekatannya terbilang halus, dengan mengajak kumpul bareng di tempat atau sekre organisasi tersebut. Melihat ada yang janggal dan tau arahnya akan seperti apa, peran saling mengisi dan mengingatkan satu sama lain muncul di sini dan pada akhirnya terselamatkan.
Dalam akhir wawancara saya dan teman saya, saya menangkap bagaimana suatu perkumpulan yang tidak mempunyai rasa takut, khawatir yang berlebih sehingga menimbulkan delusi yang berkepanjangan, untuk membuat satu wadah yang bertahan begitu lama, sampai pada akhirnya menemukan titik temu dalam kembali berjalan bersama, hormat!
Reporter: Ban, Raihan, Nida
Penulis: Ban
Editor: Qanish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top