Ilustrator: Artistik Hayamwuruk |
Risma Yulya selaku Ketua Senat Mahasiswa (SM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip), dinilai melanggar prinsip Collective Collegial, yang berarti (keputusan tertinggi ada di tangan forum) sebagai sebuah lembaga legislatif. Hal ini disampaikan oleh Laeli Chumaeroh, selaku Ketua Komisi 6 SM Undip dan delegasi SM Undip dari FIB, saat Hayamwuruk mewawancarainya via daring Rabu (30/10/2019) lalu. “Senat dijalankan dengan prinsip Collective Collegial, keputusan tertinggi ada di tangan forum. Dalam artian, di rapat maupun persidangan,” ujar Laeli.
Hal ini bermula pada Rabu (23/10), saat SM FIB mengunggah pernyataan sikap enam SM Fakultas (FPIK, FIB, FKM, FK, FPP dan FPSI) terkait ketidaksetujuan dengan sikap SM Undip yang tertuang pada SK SM Undip No. 35/SK/SMUndip/X/2019, pada media daring Line lembaganya.
Sebelum pernyataan sikap itu diunggah pukul 20.55, lewat senator delegasi Hayamwuruk pada SM FIB Undip, tim kami menemukan data berupa percakapan antara Risma dan para anggota pada grup Line Senator FIB 2019 pada pukul 11.02.
Lewat percakapan tersebut, Risma meminta izin pada para Senator FIB untuk diberikan wewenang penuh dalam pengambilan sikap SM FIB Undip pada forum rapat ketua enam SM Fakultas yang akan diadakan malam harinya.
“Di Undip lagi ada ramai-ramai Panitia Pemilihan (Panlih) dituduh ini itu sama beberapa SM Fakultas (Sekolah Vokasi, FISIP dan FH). Kayaknya nggak ada waktu sih buat kita diskusiin dulu. Kira-kira kalo wewenang penuh pengambilan sikap mbak (aku) yang handle gimana? Apakah pada ridho?” Tulis Risma pada kolom percakapan.
Terhitung sejak pukul 11.02 saat Risma pertama kali memulai percakapan sampai pukul 15.40, hanya ada tiga orang yang memberikan suaranya untuk memperbolehkan Risma menjadi respresentasi sikap para Senator FIB. Namun hanya dengan tiga orang yang merespons, Risma tetap melanjutkan langkahnya sebagai representasi Senator FIB untuk bersikap pada forum ketua enam SM Fakultas pada malam harinya.
Sabtu (2/11), reporter Hayamwuruk berusaha mewawancarai Risma terkait hal ini. Namun, Risma menolak diwawancarai dengan memberi keterangan, “Sorry, kalau itu ngga bersedia, karena kami sebelum membuat pernyataan sikap meskipun ngga bikin agenda diskusi atau lainnya, kami tetap minta izin dahulu ke Senator di SM Fakultas kami. Dan sejauh ini, di SM FIB sendiri nggak ada yang menyampaikan rasa pertentangan atau apa. Jadi saya kurang berkenan untuk diwawancarai terkait itu.”
Padahal, dalam sebuah lembaga legislatif, terminologi “kepala” tidak dipergunakan. Hal tersebut berdasar pada lembaga ini yang bersifat egaliter, yang artinya semua senator mempunyai hak dan kewajiban sama tanpa mempedulikan statusnya sebagai ketua, wakil ketua, ketua komisi, ketua badan, ketua biro, ataupun senator biasa. “Suaranya (anggota lain) tidak boleh diabaikan begitu saja,” terang Laeli.
Menurut Laeli, keputusan tertinggi ada di tangan forum, maka dari itu sejak awal periode lembaga legislatif akan melakukan sidang mengenai tata-tertib yang nantinya berfungsi untuk merumuskan jenis-jenis forum pengambilan keputusan di Senat. Laeli menanyakan hal ini kepada reporter Hayamwuruk “Apakah dalam Program Legislasi (Proleg) SM FIB mengizinkan pengambilan keputusan melalui media daring seperti Line?”
Untuk mengonfirmasi hal ini, lewat reporter sekaligus senator delegasi Hayamwuruk berusaha meminta dokumen Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) SM FIB kepada Risma pada hari Minggu (10/11). Akan tetapi, Risma melempar reporter kami kepada bagian Badan Legislasi dan Advokasi (Balegad) untuk meminta dokumen tersebut.
Saat itu pula, reporter sekaligus senator delegasi kami langsung menghubungi Sekar selaku Ketua Balegad untuk meminta dokumen tersebut. Namun, Sekar berdalih tidak bisa memberi dokumen itu sebab belum rilis di Official Account (OA) media daring SM FIB Undip.
Reporter kami yang juga seorang senator delegasi pun tidak dapat mengaksesnya. Padahal, sekadar dokumen tata-tertib seharusnya menjadi hak bagi publik untuk mengetahuinya, bukan hanya hak para senator.
“Tata-tertib internal SM Undip itu jangankan cuma senator. Seluruh mahasiswa Undip aja tau semua lho, karena dipublikasikan,” terang Laeli sewaktu Hayamwuruk meminta konfirmasi soal akses dokumen tata-tertib.
“Padahal udah disidangkan di awal tahun, kenapa baru mau dipublikasikan?” tambah Laeli.
Sampai saat ini, ada dua permasalahan yang tim kami temukan. Pertama mengenai dugaan pelanggaran prinsip musyawarah oleh Risma selaku Ketua SM FIB Undip, dan yang kedua mengenai tidak adanya akses bagi publik untuk mengetahui isi AD/ART SM FIB Undip.
Terkait dua hal permasalahan tersebut, tim kami coba menghubungi Mahkamah Musyawarah Fakultas (MMF) FIB untuk meminta pandangannya. Syahrizal, selaku ketua MMF FIB telah kami hubungi pada Minggu (10/11). Mulanya ia membalas, namun ketika kami jelaskan keperluan kami, ia tidak merespons hingga sekarang. Zaki dan Ilham adalah anggota MMF lain yang berhasil kami temui. Ketika kami jabarkan permasalahan, mereka merespons akan membicarakan perihal ini kepada anggota MMF FIB (secara keseluruhan) terlebih dahulu.
Reporter: Zanu, Qanish
Penulis: Qanish
Editor: Nida
Usut tuntas yang seperti ini, dari kepala aja udah gak bener. Itu suara individu bukan semua suara mahasiswa FIB
Bertindak sendiri dengan mengatasnamakan yang lain