Kobar Ingatkan Ancaman Krisis Pangan di Jawa Tengah

Infografis Ketersediaan Pangan
Rilis Pers Kobar 18/04/2020
Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) tidak hanya
mengancam kesehatan, tetapi juga ketahanan pangan. Hal ini dikhawatirkan oleh
Koalisi Rakyat Bantu Rakyat (Kobar) yang terdiri dari 60 organisasi masyarakat
sipil di Jawa Tengah (Jateng). Kobar melalui siaran persnya mengingatkan adanya
ancaman krisis pangan di Indonesia, terutama Jateng.

Perwakilan Kobar,Cornel Gea mengatakan bahwa pandemi
Covid-19 membawa dua gelombang krisis besar. “Gelombang pertama itu adalah
krisis kesehatan masyarakat dan gelombang kedua adalah krisis pangan,”kata Cornel
melalui siaran pers secara daring pada Sabtu (18/04/2020) sore hari.

Pada akhir Maret lalu, Organisasi Pangan dan Pertanian
Dunia (FAO) sudah memperingatkan kepada berbagai negara akan adanya krisis
pangan akibat dari pandemi. Sementara itu, sejumlah negara sudah menghadapi
krisis pangan. Seperti Italia yang terancam tidak bisa memaksimalkan masa panen
karena kehilangan 200 ribu pekerja akibat kebijakan lockdown.

“Permasalahan krisis pangan di berbagai belahan dunia
disebabkan oleh gagalnya negara dalam melindungi rantai pasokan pangan,” kata
Cornel.
Awalnya,Cornel menuturkan, Kobar telah memantaukondisi
pangan di Jateng melalui kuesioner secara daring. Kuesioner ini dilakukan
tanggal 12-16 April dan telah diisi oleh 570 responden yang tersebar di 35
kabupaten dan kota Jateng. Selain menyebar kuesioner, Kobar juga mengaku telah
berbicara dengan sejumlah petani dan pedagang di Jateng serta melacak informasi
terkait upaya antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan
sebagai respons atas kekhawatiran sejumlah kelompok dalam Kobar.

“Ada kekhawatiran kelompok masyarakat yang tergabung
dalam Kobar mulai khawatir apakah pandemi COVID-19 ini akan berdampak terhadap
krisis pangan di Indonesia, khususnya Jawa Tengah,” tuturnya.
Infografis Profil dan Sebaran Responden
Rilis Pers Kobar 18/04/2020
Melalui survei, Kobar menyimpulkan bahwa harga sejumlah
kebutuhan pokok, seperti sayuran, beras, gula, cabai, dan minyak goreng sudah
mengalami kenaikan. “Kenaikan harga di pasar tersebut berbanding terbalik
dengan anjloknya harga jual hasil pertanian dari petani kepada tengkulak,” kata
Cornel.

Selain kenaikan harga, 79,87%dari 570 responden mengatakan
mengalami kesulitan pengadaan kebutuhan pangan. Sebanyak 43,4% mengatakan penyebabnya
karenakelangkaan barang dan naiknya harga. Sedangkan 36,3% mengatakan
penyebabnya karena harga naik saja.

Kobar juga menyurvei soal kemampuan daya beli masyarakat
terhadap kebutuhan pokok. Hasilnya, 75,1% dari 570 responden mengatakan
kesulitan keuangan sejak pandemi COVID-19. 55,4% responden mengatakanpenyebabnya
karena berkurangnya pembeli, 24,8% karena usahanya tutup, 13,5% karena pemotonganupah,
dan 6,3% sisanya karena PHK.

“Dari temuan ini kita dapat melihat bahwa mayoritas
penduduk sudah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangannya,” kata Cornel.

Soal masalah pekerja yang mengalami PHK, pemerintah pusat
sudah memberikan solusi dengan Kartu Pra-Kerja. Namun,Kobar menilai kebijakan
ini tidak tepat, “Karena kebutuhan masyarakat saat ini adalah pemenuhan
kebutuhan dasar,” kata Cornel.
Kobar: Reforma
Agraria Sejati dan Urban Farming sebagai Solusi Krisis Pangan
Dalam rilisnya, Kobar menyatakan krisis pangan di
Indonesia ini sebenarnya punya peluang untuk diselesaikan dengan baik oleh
masyarakat dan pemerintah Jawa Tengah bila tidak ada ketimpangan kepemilikan
lahan antara petani dengan perkebunan.

Seperti yang dikutip Hayamwuruk dari mongabay.co.id,
lahan pertanian yang menghidupi 91,9 juta petani hanya bertambah 2,96%.
Sedangkan lahan perkebunan yang dimiliki sedikit orang bertambah 144%.

Cornel menjelaskan Reforma Agraria dinilai tepat untuk
menyelesaikan persoalan ketimpangan lahan. “Redistribusi tanah kepada petani
itu akan memutus ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. Itu yang akan
meningkatkan produktivitas petani. Sehingga petani memiliki kemampuan untuk
menyuplai kebutuhan pangan nasional di dalam masa pandemi COVID-19 ini,”
katanya.

Kobar juga menilai masyarakat perkotaan harus mulai
menerapkan urban farming untuk
membantu ketahanan pangan. “Mulai dari pekarangan rumah, pekarangan perumahan,
taman-taman dan ratusan hektar lahan kosong di perkotaan,” ujar Cornel.

Cornel menambahkan, gerakan urban farming ini perlu
mendapatkan dukungan pemerintah, seperti penyediaan bibit dan berbagai alat
pertanian untuk menunjang gerakan tersebut.

“Kami mengimbau kepada pemerintah daerah untuk mendukung
gerakan menanam pangan dengan menyediakan lahan yang dikuasai oleh pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten dan kota untuk diolah oleh masyarakat,” pungkas
Cornel.
Reporter: Airell Luthfan Ababiel
Penulis: Airell Luthfan Ababiel
Editor: Zanu Triyono

One thought on “Kobar Ingatkan Ancaman Krisis Pangan di Jawa Tengah

  1. Baguslah udah ada ajakan urban farming untuk menanan tanaman pangan di daerah perkotaan. Hanya jangan berfokus pada land-based saja, menanam juga bisa dilakukan dengan teknik hidroponik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top