April, UKT Naik, dan Hal-Hal yang (Mesti) Dipungut Kembali

Ilustrasi: LPM Hayamwuruk
8 APRIL
2020
adalah hari bersejarah bagi Anik Sulistiyawati. Ini bukan perihal
kelahiran Koffi Anan, mantan Sekretaris Jenderal PBB, atau matinya musisi Kurt
Cobain. Mungkin Anik tidak terlalu peduli soal siapa politisi internasional yang
lahir atau musisi overrated yang
meninggal di tanggal yang sama. Menjelang pukul 13.00, ketika matahari sedang
terik-teriknya, Anik menunggu nasibnya muncul dari layar ponsel pintar.
Pukul 13.00 hanya tinggal beberapa menit dan sejak
pagi jantung Anik tak tentu tempo
nya.
Ia menunggu pengumuman kelulusannya
masuk di universitas. Pukul 13.00 datang. Anik langsung
mengisi data untuk mengakses pengumuman dengan tempo jantung yang semakin
amburadul. Data terisi, tombol “LIHAT HASIL SELEKSI” ditekan, dan server
pengumuman down.

DI TEMPAT LAIN
di hari yang sama, Rizki menunggu nasib di rumahnya di Semarang. Rizki adalah
remaja asli Semarang. Sejak lahir, Rizki hidup di Semarang. Karena itu, orang tuanya
menginginkan dia untuk tetap di Semarang

2020
adalah tahun kelulusan Rizki dari Sekolah Menengah Atas
(SMA).
Pada saat yang sama, ia harus memilih nasibnya untuk melanjutkan pendidikan
tingkat tinggi. Karena keinginan orang tuanya, ia harus memilih kampus yang ada
di Semarang. Akhirnya ia memantabkan pilihan untuk mendaftarkan diri ke
Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Diponegoro
(Undip)
melalui jalur SNMPTN

Pada 8
April 2020, Rizki, Anik, dan hampir 500.000 lulusan SMA lainnya sedang bersiap
untuk menghadapi pengumuman SNMPTN 2020. Pengumuman yang akan dikirimkan adalah
nasib baru yang akan mereka terima dari layar gawai

***

ANIK
gembira bukan kepalang. Layar ponselnya dengan jelas menuliskan “Selamat, Anda
dinyatakan lulus SNMPTN 2020”. Mungkin ia bisa berloncat-loncat, berteriak
sekencang
-kencangnya, atau menangkap layar pengumuman lalu membagikan
tangkapan itu di akun media sosialnya. Kesenangan bisa berwujud dalam bentuk
apapun, seperti ketika orang tua Anik memberikan ucapan selamat.

“Ya
alhmadulillah kalau lulus,” ucap Ibu Anik. “Kalau emang pengen kuliah ya dilakukan dengan serius. Pas di sana cari
pergaulan yang baik. Jangan banyak keluar-keluar kecuali emang penting banget,”
tambah ibunya sembari
memberikan wejangan.

Anik
memang sejak lama mengidamkan Un
dip. Kampus yang masuk
dalam 10 besar perguruan tinggi di Indonesia ini memang cukup menjadi idaman banyak
siswa di Jawa Tengah, termasuk Anik yang tinggal di Demak.

“Karena
dari dulu udah bercita-cita mau nerusin
kuliah di Undip,” tulis Anik dalam pesan singkat, Jumat (24/4
/2020).
Cita-cita itu terjawab sudah. Anik resmi menjadi mahasiswa Departemen Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Diponegoro angkatan 2020.

Pengumuman
sudah keluar dan sambil dipenuhi rasa gembira, Anik mulai mencari-cari
informasi tentang kuliah di Undip. Salah satunya adalah biaya kuliah.

***

RIZKI
sedang menyiapkan diri dan mentalnya. Tubunya bisa kebanjiran keringat dingin
hanya untuk memantabkan diri mengetuk tombol “LIHAT HASIL SELEKSI”. Tombol itu
adalah lubang kunci dari gerbang menuju nasib barunya. Rizki kehilangan
keberanian.
Untungnya, ada teman Rizki yang menyediakan jasa membukakan
pengumuman itu. Nasib Rizki kini ada di kecepatan jaringan internet kawannya

Melihat
sendiri hasil pengumuman kelulusan memang bisa semenegangkan ini.

“Alhamdulillah
dapat, seneng banget,” tulis Rizki dalam pesan singkat, Jumat (24/4).

Meski
bukan kampus impiannya
– dan meski Rizki
memilih Undip karena kampus ini dekat rumahnya dan tidak berada di luar
Semarang, Rizki masih gembira.

“Lagipula
U
ndip terkenal baik, jadi tidak ada salahnya hehe,” tulis Rizki.

8 APRIL 2020,
sebuah kiriman di akun resmi Line
PesanBocahUndip menjadi perbincangan. Akun itu menyertakan tangkapan layar
surat keputusan berisi kenaikan beberapa golongan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan penambahan golongan baru, Golongan 8. Postingan
itu cukup ramai dan tercatat telah disebar sebanyak 246 kali sampai Selasa (11/5
/2020).

Kiriman
itu membuat mahasiswa
Undip cukup gaduh. Meski kejelasan statusnya masih
simpang siur, perbincangan atas surat itu cukup banyak di beberapa grup media
sosial saya. Surat itu sebenarnya sudah ditetapkan pada 26 Februari 2020 dan
dipublikasikan di situs um.undip.ac.id.

“UKT
GOL 7, nominalnya 6.000.000 kalau
Sastra Indonesia. Agak mahal ya,” tulis Rizki (24/4/2020).
Hari itu adalah pengumuman golongan UKT yang diterima para mahasiswa baru Un
dip
jalur SNMPTN 2020.

Angka Rp.6.000.000,00 dirasa terlau besar bagi Rizki.
Ketika mengisi berkas untuk penentuan golongan UKT, Rizki berharap
golongan yang lebih kecil,
tetapi ia
malah
mendapat
penurunan
satu tingkat
saja
di bawah golongan
yang
tertinggi
(golongan
8
).

Rizki
masih memiliki dua orang adik yang masih bersekolah. Biaya untuk sekolah
adik-adiknya menurut Rizki tergolong mahal. Hal ini cukup memberatkan, apalagi
gaji orang tuanya dirasa sudah banyak terambil untuk kebutuhan sehari-hari. Gaji
kedua orang tua Rizki berjumlah Rp.5.000.000,00. Itu adalah gaji bersih setelah
dikurangi tunjangan.

***

MENURUT pendapat orang tuaku itu
lumayan berat kak,” tulis Anik kepada saya. Anik mendapat UKT Golongan 3 untuk
berkuliah di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia
Undip.
Nominalnya adalah Rp.3.000.000,00.

Ketika
Anik mencari informasi tentang uang kuliah, di hari yang sama dengan pengumuman
SNMPTN, Anik menemukan bahwa UKT Golongan 3 untuk Departemen Bahasa dan Sastra
Indonesia adalah Rp.2.000.000,00 melalui salah satu situs di internet. Ketika
mendapat pengumuman Golongan UKT baru yang akan dibebankan pada dirinya, Anik
mengaku kaget. Anik belum mengetahui bahwa ada kebijakan baru dari pihak Un
dip
untuk nominal UKT yang baru.

Orang
tua Anik adalah dua pekerja informal. Ayah Anik adalah seorang juru parkir di
Demak. Sang Ibu, yang memberinya wejangan, bekerja sebagai seorang pedagang di
pasar. Karena ketidakpastian pendapatan sebagai pekerja informal, Anik mengisi
penghasilan ayahnya sebesar Rp.2.000.000,00 dan ibunya sebesar Rp.1.000.000,00.
Ketika nominal Golongan UKTnya keluar, Anik mengaku cukup kaget.

Ditambah
lagi dengan keadaan di tengah pandemi seperti ini, kedua orang tuanya merasakan
dampak yang luar biasa.

“Pada
saat pandemi begini pasti jadi sepi banget,” tulis Anik.

Anik
dan Rizki sempat berpikir untuk mengajukan banding UKT. Namun, hal itu
diurungkan oleh mereka berdua.

Rizki
sempat melihat dokumen untuk banding UKT. Di dokumen tersebut, tertulis bahwa
terdapat beberapa syarat untuk bisa mengajukan banding UKT, yaitu minimal
mahasiswa semester 2 atau penerima Bidikmisi semester lanjut, tulang punggung
keluarga meninggal dunia, tulang punggung keluarga di-PHK atau pensiun, tulang
punggung keluarga sakit permanen sehingga tidak mendapat penghasilan, dan
kondisi ekonomi keluarga menurun drastis.

“Tapi
kalau misalnya nih, Undip sudah menetapkan golongan UKT, tapi ternyata masih
benar-benar berat untuk ekonomi keluarganya, namun mereka tidak bisa mengajukan
banding karena tidak memenuhi persyaratan. Yang begitu bukannya juga kasihan?”
tulis Rizki.

Sementara
Anik dilarang oleh orang tuanya. Orang tuanya merasa takut jika banding UKT
dilakukan oleh Anik, anaknya akan dibebankan golongan yang lebih berat.

Rizki
mengaku bahwa orang tuanya akan berusaha menjamin biaya pendidikan yang menurut
mereka berat tersebut. Apapun akan diusahakan demi membiayai Rizki
yang mengenyam
pendidikan di bangku kuliah.

Sama
seperti orang tua Rizki, orang tua Anik tetap mengusahakan adanya uang untuk
biaya kuliah anaknya. Orang tua Anik memang sejak lama mengetahui bahwa anaknya
itu ingin kuliah, maka mereka sudah menyiapkan uang yang disisihkan untuk
ditabung dan mengusahakan banyak hal agar anaknya bisa menggapai harapannya
melanjutkan pendidikan.

“Namanya
orang tua, udah niat nyekolahin
anaknya otomatis kan ya walaupun nggak ada tetep dicari-cari to,
Kak,”
tulis Anik.

“Dengan
belajar kita bisa menggali apa yang belum kita ketahui. Sarana untuk mengasah
kemampuan kita, menciptakan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain,” tulis Anik ketika saya tanya soal makna pendidikan baginya.

“Harapannya
ya bisa membanggakan orang tua, dapat menjadikan hidup ke depan lebih baik lagi,”
t
ambah Anik ketika saya tanya tentang harapannya berkuliah
di Undip.


*Model
korespondensi seperti ini baru di Hayamwuruk
. Redaksi belum pernah melakukan rilis resmi terkait ini. Beberapa hal sudah kami pertimbangkan
sebelumnya
. Dengan melihat ramainya
perbincangan soal isu pendidikan di Undip, akhirnya kami melakukan beberapa
suntingan terhadap tulisan ini
.
Reporter:
Gregorius Manurung (Koresponden)
Penulis:
Gregorius Manurung
Editor: Qanish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top