Postingan di akun Instagram Undip Official |
Oleh: Naufal*
Isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Universitas Diponegoro (Undip) di tengah pandemi
COVID 19 menuai banyak pertanyaan di benak para mahasiswa, termasuk saya. Di
saat banyak mahasiswa yang perekonomiannya terdampak dan harus melakukan segala
aktivitasnya di rumah, pihak kampus malah seakan-akan memanfaatkan situasi
tersebut. Kabar UKT naik tersebar tanpa permisi dan tenpa kejelasan
transparansi. Maka wajar ketika mahasiswa tidak diam dan mempertanyakan alasan
dinaikkannya UKT tahun 2020. Tidak lama kemudian, muncul tagar #UndipKokJahatSih
yang viral di media sosial (twitter dan instagram). Mahasiswa menilai kebijakan
rektor tersebut tidak transparan dan tidak adil.
COVID 19 menuai banyak pertanyaan di benak para mahasiswa, termasuk saya. Di
saat banyak mahasiswa yang perekonomiannya terdampak dan harus melakukan segala
aktivitasnya di rumah, pihak kampus malah seakan-akan memanfaatkan situasi
tersebut. Kabar UKT naik tersebar tanpa permisi dan tenpa kejelasan
transparansi. Maka wajar ketika mahasiswa tidak diam dan mempertanyakan alasan
dinaikkannya UKT tahun 2020. Tidak lama kemudian, muncul tagar #UndipKokJahatSih
yang viral di media sosial (twitter dan instagram). Mahasiswa menilai kebijakan
rektor tersebut tidak transparan dan tidak adil.
Perasaan gumun
merasuk ke kepala saya ketika pihak Undip mencoba menanggapi gelombang gerakan
mahasiswa itu dengan cara yang menyamai mahasiswa, ketika mereka memberikan strike-back yang tidak menjelaskan
apapun soal kenaikan UKT. Bahkan, secara etis sebagai lembaga pendidikan tinggi,
cara ini sangat tidak tepat. Bagaimana tidak? Pihak Undip melalui akun resmi
instrgram @undip.official mengunggah sebuah postingan dengan judul “Kata
Siapa UNDIP Jahat?” disertai tagar #UndipBaikHati dan #UndipPeduli di mana
berisikan kebaikan-kebaikan Undip yang sama sekali tidak berkaitan dengan
tuntutan mahasiswa pada saat itu. Cara tersebut memperjelas kesan panik pihak
rektorat akan keutuhan nama baik universitas gara-gara tagar #UndipKokJahatSih
yang viral itu. Lagian ngapain juga?
ketimbang ribet mikirin pembelaan dengan
membuat tagar balasan, mendingan
sampaikan saja kejelasan soal alasan kenaikan UKT. Toh, mahasiswa juga terserah mau kampusnya baik atau jahat, yang menjadi
harapan mahasiswa saat itu kan agar UKT-nya
nggak jadi dinaikkan.
merasuk ke kepala saya ketika pihak Undip mencoba menanggapi gelombang gerakan
mahasiswa itu dengan cara yang menyamai mahasiswa, ketika mereka memberikan strike-back yang tidak menjelaskan
apapun soal kenaikan UKT. Bahkan, secara etis sebagai lembaga pendidikan tinggi,
cara ini sangat tidak tepat. Bagaimana tidak? Pihak Undip melalui akun resmi
instrgram @undip.official mengunggah sebuah postingan dengan judul “Kata
Siapa UNDIP Jahat?” disertai tagar #UndipBaikHati dan #UndipPeduli di mana
berisikan kebaikan-kebaikan Undip yang sama sekali tidak berkaitan dengan
tuntutan mahasiswa pada saat itu. Cara tersebut memperjelas kesan panik pihak
rektorat akan keutuhan nama baik universitas gara-gara tagar #UndipKokJahatSih
yang viral itu. Lagian ngapain juga?
ketimbang ribet mikirin pembelaan dengan
membuat tagar balasan, mendingan
sampaikan saja kejelasan soal alasan kenaikan UKT. Toh, mahasiswa juga terserah mau kampusnya baik atau jahat, yang menjadi
harapan mahasiswa saat itu kan agar UKT-nya
nggak jadi dinaikkan.
Hal lain yang membuat saya bertanya-tanya adalah
terkait motif pengunggahan postingan tersebut. Undip menggunakan
“kebaikan-kebaikan”-nya sebagai alat untuk berdalih. Alih-alih menunjukkan
transparansi dengan menjelaskan alasan dinaikkannya UKT, Undip malah
melontarkan narasi pembelaannya dengan semakin menihilkan substansi dari
tuntutan para mahasiswa. Seolah-olah tidak ada yang perlu ditanyakan lagi
terkait kenaikan UKT dengan mengajak publik mengimani bahwa Undip itu baik.
Namun, kenapa kemudian postingan itu dihapus? Pertanyaan ini bahkan tidak
mendapat respon ketika Hayamwuruk
mencoba menanyakannya pada bagian Kasubbag Humas Undip.
terkait motif pengunggahan postingan tersebut. Undip menggunakan
“kebaikan-kebaikan”-nya sebagai alat untuk berdalih. Alih-alih menunjukkan
transparansi dengan menjelaskan alasan dinaikkannya UKT, Undip malah
melontarkan narasi pembelaannya dengan semakin menihilkan substansi dari
tuntutan para mahasiswa. Seolah-olah tidak ada yang perlu ditanyakan lagi
terkait kenaikan UKT dengan mengajak publik mengimani bahwa Undip itu baik.
Namun, kenapa kemudian postingan itu dihapus? Pertanyaan ini bahkan tidak
mendapat respon ketika Hayamwuruk
mencoba menanyakannya pada bagian Kasubbag Humas Undip.
Idealnya, sebuah lembaga pendidikan tinggi, apalagi
sudah ternama seperti Undip seharusnya memperhatikan cara-cara yang lebih
berwibawa dalam menanggapi persoalan yang berkaitan dengan mahasiswanya serta
dapat berkomunikasi dengan memperhatikan etika publik yang ada. Sebagaimana
pernyataan Paulus Reinhard, Ketua BEM FH 2020.
sudah ternama seperti Undip seharusnya memperhatikan cara-cara yang lebih
berwibawa dalam menanggapi persoalan yang berkaitan dengan mahasiswanya serta
dapat berkomunikasi dengan memperhatikan etika publik yang ada. Sebagaimana
pernyataan Paulus Reinhard, Ketua BEM FH 2020.
“Mengingat Undip adalah Perguruan Tinggi Negeri,
secara otomatis status dari Undip juga adalah Badan Publik. Oleh karena itu,
dalam pengelolaan organisasi Undip itupun harus memperhatikan pada etika-etika
publik yang dipakai pada seluruh Badan Publik, utamanya yang berada di bawah
payung pemerintah. Namun sayangnya, postingan pada konten tersebut tidak
mencerminkan UNDIP berkomunikasi dengan mengacu pada etika publik, secara
khusus dalam fungsi menyebar informasi secara tepat, akurat, dan berdaya
guna,” ujar Paul.
secara otomatis status dari Undip juga adalah Badan Publik. Oleh karena itu,
dalam pengelolaan organisasi Undip itupun harus memperhatikan pada etika-etika
publik yang dipakai pada seluruh Badan Publik, utamanya yang berada di bawah
payung pemerintah. Namun sayangnya, postingan pada konten tersebut tidak
mencerminkan UNDIP berkomunikasi dengan mengacu pada etika publik, secara
khusus dalam fungsi menyebar informasi secara tepat, akurat, dan berdaya
guna,” ujar Paul.
“Yang menjadi sesat logika, kesannya rektorat
saat ini ingin menyamakan kapasitas dalam hal berkomunikasi dengan mahasiswa.
Padahal sebagai perumus kebijakan, sepatutnya Rektorat dapat merespon berbagi
suara protes dan kritik yang dibangun atas kebijakan dengan laiknya perumus
kebijakan yang cakap untuk berargumen secara rasional tentang latar belakang
ataupun tujuan dikeluarkannya beberapa kebijakan yang mengundang banyak
kontroversi tersebut,” tambahnya.
saat ini ingin menyamakan kapasitas dalam hal berkomunikasi dengan mahasiswa.
Padahal sebagai perumus kebijakan, sepatutnya Rektorat dapat merespon berbagi
suara protes dan kritik yang dibangun atas kebijakan dengan laiknya perumus
kebijakan yang cakap untuk berargumen secara rasional tentang latar belakang
ataupun tujuan dikeluarkannya beberapa kebijakan yang mengundang banyak
kontroversi tersebut,” tambahnya.
Meskipun unggahan itu telah dihapus dari Offical Account Instagram
Undip, hingga saat ini saya masih gumun
dengan watak Undip yang tertutup dan tidak straight
to the point soal kenaikan UKT kemarin. Apa perlunya memberitahu
kelebihan-kelebihan di mana tidak menjawab keresahan mahasiswa pada saat itu?
Apa susahnya menjelaskan dengan gamblang ke publik pada saat itu? Saya juga
khawatir jika watak itu terus ada di dalam birokrasi kampus ini. Baiklah mereka
menjawab soal defisit dan inflasi. Tapi sekali lagi, that answer not transparan sama sekali.
Undip, hingga saat ini saya masih gumun
dengan watak Undip yang tertutup dan tidak straight
to the point soal kenaikan UKT kemarin. Apa perlunya memberitahu
kelebihan-kelebihan di mana tidak menjawab keresahan mahasiswa pada saat itu?
Apa susahnya menjelaskan dengan gamblang ke publik pada saat itu? Saya juga
khawatir jika watak itu terus ada di dalam birokrasi kampus ini. Baiklah mereka
menjawab soal defisit dan inflasi. Tapi sekali lagi, that answer not transparan sama sekali.
*Penulis adalah mahasiswa Undip angkatan 2018
Editor: Qanish