[OPINI] Kartu Prakerja: Bantuan yang Masih Hitung-hitungan

Ilustrasi: LPM Hayamwuruk

Oleh: Raihan (mahasiswa FIB)

Telatnya pemerintah dalam menanggapi Covid-19
membuat ketar-ketir banyak orang, termasuk teman saya. Ia mengaku mengalami
kesulitan ekonomi hingga harus membuatnya jualan AC keliling kampung. Beda
cerita lagi dengan teman saya yang berprofesi menjadi satpam. Sebelum terkena
PHK, ia mendapat dua tawaran. Bila berhenti, gaji terakhir akan lebih besar
dari gaji bulanan biasanya.Bila lanjut, gaji tetap normal dan diberikan alat penunjang
kesehatan (masker/handsanitizer).
Cerita dari teman saya hanyalah sebagian kecil dari masyarakat yang terdampak
dari pandemi Covid-19.

Seakan ingin menjawab permasalahan yang ada,
pemerintah mengeluarkan kebijakan Kartu Prakerja. Awalnya program Kartu
Prakerja ini dilaksanakan secara offline dengan
menyasar ke calon tenaga kerja untuk menambah atau mengupgrade skill peserta. Kartu
Prakerja mengarah pada persiapan calon tenaga kerja, baik yang ingin kerja
kantoran atau untuk membuat usaha sendiri. Di masa pandemi ini, Kartu Prakerja
dijadikan dalam salah satu JPS (Jaringan Pengaman Sosial).

Sistem dari Kartu Prakerja tidak jauh berbeda
dengan kursus biasa, perbedaannya hanya terletak di dana yang akan cair bila
peserta lulus dari kelas tersebut. Peserta yang terdaftar di Kartu Prakerja ini
akan mendapatkan dana dari pemerintah yang terbagi menjadi dua. Dana yang tidak
bisa dicairkan, difungsikan sebagai bayaran atas kelas yang ingin diikuti.Serta
dana yang dapat cairkan sebagai uang saku dengan syarat telah lulus dari kelas
tersebut.

Sayangnya, Kartu Prakerja bukanlah Kartu Dana Umum
di monopoli yang menguntungkan kita setiap ngambil.
Ia hanyalah sesuatu yang tidak jelas, bagaimana mungkin disaat kondisi seperti
ini kita malah disuruh belajar untuk meningkatkan skill dengan iming-iming imbalan yang dapat diterima.


***

Sederhananya, bagaimana
cara masyarakat bertahan hidup di pandemi ini?baik mereka yang terkena PHK,
abang bengkel, abang fotocopy, tukang
parkir, pak ogah, aaburjo, petani, dimana
bukan pekerjaan dengan gaji tetap. Apakah mereka harus melatih skill untuk bertahan hidup di kondisi
sekarang?


Efek nyata dari pandemi ini adalah sektor
ekonomi terganggu dan mana mungkin perusahaan tetap mempertahankan karyawan
dengan pemasukan yang menurun. PHK adalah langkah efektif yang diambil
perusahaan untuk menekan kerugian. Anjuran workfromhome
pun sama alasannya, selain sebagai pencegah penyebaran Covid-19.Kondisi ini pun
jelas membuat masyarakat lebih membutuhkan bantuan langsung untuk menunjang
hidupnya. Pekerjaan mereka sudah terganggu akibat Covid-19 dan tidak masuk akal
bila masih disuruh untuk mencari pekerjaan baru/sampingan dimana kemungkinan
untuk diterima sangat kecil dan berisiko tertular Covid-19.

***
Makan, tagihan
listrik/air, jatuh tempo kontrakan, biaya pendidikan anak, adalah monster
ketakutan bagi masyarakat terdampak. Ketakutan ini meningkat skalanya saat
pandemi. Wajar bila masyarakat banyak yang tergiur oleh tawaran Kartu Prakerja.
Uang yang didapat setelah lulus sebesar Rp600.000 dan tambahan intensif survei
Rp50.000 sebanyak empat kali[1].
Biaya ini sudah dipotong untuk pembayaran kelas sebesar Rp 1 juta. Kelas-kelas
yang dihadirkan antara lain bahasa Inggris, manajemen waktu, pengelolaan dana,
berjualan di sosial media, ataupun pengelolaan stres agar tetap produktif[2].

Setelah peserta mendaftar, mereka berkata bahwa
tidak ada bedanya dengan tutorial di youtube
atau google[3].
Beban biaya tidak diperhitungkan dalam meluncurkan Kartu Prakerja ini.
Dengan modelnya yang online,
masyarakat membutuhkan kuota internet agar dapat mengaksesnya Sudah kewalahan ngurus hidup, kini harus
dibebani dengan hal-hal yang tak masuk akal.Hfft.


Akhir kata, pengen masukin sepenggal lirik No Surprise-nya Radiohead

…Bring down the government
They dont, they dont speak for us…


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top