Lalu Tidak Ada Bantahan Ketika Bising Itu Ternyata adalah Tubuh yang Kau Banting Begitu Keras

Ilustrasi: Raihan

“Melihat
kondisi keluarganya seperti itu, sejak pertama kali Undip memberitakan bahwa
perkuliahan dialihkan menjadi online, ia memutuskan untuk keluar kost.”

Namanya Afrah Rizqi Rafidah, akrab dipanggil
Afrah, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia 2019 Universitas Diponegoro (Undip).
Saya mewawancarainya via daring pada Rabu, 6 Mei 2020. Sebelum mulai proses
wawancara, tiba-tiba dia nyeletuk, “By The Way, Mas, wawancara
antar anak (LPM) Hayamwuruk gitu boleh ya?” Mata saya terpaku pada layar gawai
untuk beberapa waktu.Saya spontan membalas bahwa itu sah-sah saja dilakukan
jika narasumber (anggota LPM Hayamwuruk) mempunyai keterkaitan pada
isu.Sudah.Ia merupakan penerima beasiswa bidikmisi sekaligus penerima subsidi
dana Rp50.000 (lima puluh ribu) gelombang pertama. Dana itu sudah cair
sejak pertengahan April dan berlanjut hingga awal Mei.“Sebulan sekali cairnya,”
imbuhnya.

Undip membagikan subsidi dana dengan nominal Rp50.000
(lima puluh ribu) yang tertuju pada mahasiswa Bidikmisi, serta mahasiswa dengan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) golongan 1 dan golongan 2. Dan berlanjut pada
pembagian kuota sebesar 10gb yang diperuntukkan untuk mahasiswa Bidikmisi
gelombang kedua (yang belum terdaftar pada gelombang pertama) bersamaan dengan
mahasiswa dengan UKT golongan 1, 2, 3, dan 4. Subsidi kuota ini dinilai sebagai
respon yang lambat dan juga menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, awal
subsidi kuota ini hanya tersedia bagi pengguna provider Telkomsel dan Indosat,
serta mengingat kuliah online sudah bergulir sejak Senin, 23 Maret 2020,
lalu mahasiswa harus menunggu sampai 1 Mei 2020 untuk mendapatkan subsidi kuota
tersebut.

Gua
tadinya dapet subdisi kuota karna info terbarunya kan sampe golongan 4. Tapi
pas dicek lagi tadi di Single-Sign-On (SSO) jadi gak dapet, tulisannya “Anda tidak berhak menerima’,” ungkap Puspa
Putri Latifah, mahasiswa jurusan Antropologi Sosial 2019 Undip.

Informasi mengenai subsidi kuota ia dapatkan
dari temannya. Setelah menerima informasi tersebut, ia langsung mengaksesnya
pada tanggal 28 April 2020, yang di mana batas pengiriman formulir pendaftaran
paling lambat dikirim pada tanggal 29 April 2020. Ketika masuk pada laman situs
SSO, informasi itu benar adanya.

Formulir pendaftaran itu mencakup: Nomor Induk
Mahasiswa (NIM), provider (kartu pengguna), juga nomor telepon, dan terpampang
pernyataan bahwa kuota dipergunakan untuk kegiatan pembelajaran. Jika ketahuan
untuk mengakses selain kegiatan pembelajaran resikonya akan diberhentikan.
Sebuah cacat pikir saya rasa, ketika di mana wabah Covid-19 mengharuskan
masyarakat agar tetap di rumah, di era yang serba digital, segala informasi
ataupun hiburan tersedia pada platform
digital. Dan pernyataan itu seakan-akan berkata bahwa hiburan tidak diperlukan untuk
mengusir rasa bosan karena diharuskan di rumah.

Dengan diadakannya kuliah secara online,alih-alih
ingin menjaga produktivitas belajar, banyak mahasiswa yang mengeluh bahwa
kuliah online tidak membuat otak menerima materi-materi perkuliahan
dengan baik.Ini dikeluhkan oleh Muhammad Ihsan Tuanku Dilaga, mahasiswa jurusan
Sastra Indonesia 2018.“Pas kuliah biasa,gua
sering banget bikin catetan kecil dari materi-materi yang diterangin dosen yang
gua gak paham, sekarang mah udah kagak.Sekarang
kuliah bisa sambil tiduran, sambil ngobrol.Bukannya gimana, ya selesai dosen
ngirim QR-Code(absen),
udah tuh fokusnya kepecah.Kadang-kadang juga kasian kalo dosen ngomong
sendiri dan gak ada mahasiswa yang nanggepin,”
ucapnya ketika diwawancarai secara langsung.

Biaya yang ditanggung oleh mahasiswa tidak
sedikit untuk menghadiri setidaknya satu pertemuan mata kuliah secara online.
“Emang kadang ada dosen yang pembelajarannya pake VC (Video Call) selama
satu jam-an lebih, dan itu cukup nguras kuota. Tapi (subsidi) 50k (lima puluh
ribu) lumayan membantu walau gak nge-cover semua pengeluaran kuota
sebulan. Untuk kuota kira-kira harus nyisihin sebulan itu 150rb,” ungkap Afrah.

“Kalo pemakaian kuota itu tergantung. Aturan
baru kan 15 menit, cuma itu gak berlaku dah
kayaknya buat mata kuliah gua (yang)
kadang satu jam. Itu satu jam bisa ngabisin 300mb per satu mata kuliah,” terang
Puspa.

“Sekali kulon (kuliah online) kan kurang
lebih abis 400mb. Kalo sehari ada 2 kulon bisa abis satu giga,” senada dengan
Puspa, ucap Meilina Dwi Putri Lestari, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia 2019.

Akun Twitter @ssoundip pada tanggal 6 Mei
2020 mengeluarkan tweet pemberitahuan sekaligus menyertakan gambar
semacam surat edaran yang secara ringkas berisi: akan ada pemberian kuota 10gb
untuk semua provider (kartu pengguna) untuk mahasiswa/i yang belum mendapatkan
bantuan kuota internet pada periode sebelumnya. Bantuan ini jika mengacu pada
gambar yang dimuat akun Twitter @ssoundip akan diberikan pada periode
awal bulan Juni. Pada tanggal yang sama saya kembali menghubungi Puspa via
daring untuk menanyakan tentang bantuan kuota internet periode awal Mei.

“Yang kemarin aja belum kelar urusan, udah
ditambah aja lagi, gak jelas dan
aneh.Kenapa dibagiinnya awal Juni?Pertengahan Juni udah UAS (Ujian Akhir
Semester), abis UAS gak ada
perkuliahan lagi, jadi cuma sekali dapetnya gak sih? Ah, gak masuk akal.
Aneh banget,” ungkap Puspa.

“Kalo menurut gua ini cuma buat nenangin yang
lagi viral aja tuh kemarin (tagar #UndipKokJahatSih),”
tambah Puspa.Ia juga menambahkan bahwa pembagian yang baru akan mulai pada
bulan Juni menurutnya prosesnya sangat lambat dan juga terlalu banyak
buang-buang waktu. Dan otomatis mahasiswa yang belum mendapatkan subsidi yang
seharusnya sudah tersedia pada bulan Mei harus menunggu sampai awal Juni.

Mei (sapaan akrab Meilina Dwi Putri Lestari)
punya nasib yang sedikit beruntung, ia masuk ke dalam UKT golongan 3 dan pada
awalnya bernasib sama dengan Puspa: sama-sama menunggu subsidi kuota internet.
Mei pada awalnya hanya bersikap pasrah dan berkomentar bahwa jika terdapat
penundaan pemberian sebaiknya cepat-cepat diberitahukan ketika saya wawancarai
pada Selasa (5/5/2020).

Tepat pada Senin (18/5/2020), ada pemberitahuan
pesan masuk pada gawai saya. Di dalam kontak Line saya tercacat nama
Meilina. Ia memberitahukan bahwa ia sudah mendapatkan subsidi kuota internet.

Banyak keteledoran yang UNDIP lakukan dalam
pendistribusian subsidi kuota internet. Hal ini menjadi kritik bagi Riski
Amalia atau Kiki, mahasiswa Sastra Indonesia 2019.Dalam wawancara via daring,
Kiki menyebutkan bahwa pembagian subsidi ini kurang adil.Ia menjelaskan kondisi
di mana semua mahasiswa sama-sama membayar UKT. Meskipun nominalnya berbeda,
semua berhak mendapatkan subsidi kuota.“Kalau dari pihak univ sendiri mempertimbangkan
subsidi tidak berhak diberikan untuk UKT yang tinggi, ya gimana ya…nyatanya ada
yang ekonominya mengalami perubahan signifikan saat pandemi,” tutupnya.

Situasi yang sama disampaikan oleh Umi Prihati
Ningsih, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia 2018. Menurutnya malahan, 85% UKT
mahasiswa sebaiknya dikembalikan.Ia menambahkan bahwa jalannya perkuliahan
sebelum ada pandemi ini baru sebentar dan ketika perkuliahan diliburkan,
mahasiswa tidak mendapatkan fasilitas penuh dari kampus.

Anjuran untuk tetap di rumah adalah cara yang
paling efektif dalam upaya menangani penularan virus Covid-19. Situasi mudah
diatasi ketika instansi pendidikan atau para pekerja kantoran menggunakan
aplikasi MsTeams, Zoom, ataupun Goggle Meet untuk mengatur
pertemuan rapat ataupun kuliah online.Namun kondisi seperti itu tidak
hadir pada setiap lingkup keluarga, salah duanya adalah Antika Alfiyanti dan
juga Afrah.

Antika adalah teman satu jurusan dan juga satu
angkatan Afrah. Pada masa pandemi ini seringkali ia merasa membebani
orangtuanya karena rengekan tugas dan juga kuliah online yang
mengharuskannya mondar-mandir membeli kuota internet. Belum lagi materi yang
disampaikan dosen sulit untuk dipahami.Pikiran itu selalu bergelayut pada isi
kepalanya.Mencari ilmu dalam ruang virtual baginya begitu menyulitkan.

Afrah pun sama, pekerjaan tidak tetap Ayahnya
membuatnya ketar-ketir dengan kondisi ekonomi keluarga kedepannya. Ayahnya
pekerja serabutan.Pekerjaan yang bisa dibilang tetap saat ini adalah supir
angkot.Tapi itu tidak bertahan lama, karena sepi penumpang dan juga banyaknya
jalan yang ditutup.Uang tabungan menjadi alternatif terakhir jika memang
pandemi ini nantinya berakhir lama.

Melihat kondisi keluarganya seperti itu, sejak
pertama kali Undip memberitakan bahwa perkuliahan dialihkan menjadi online,
ia memutuskan untuk keluar kost.



Reporter: Restutama
Penulis: Restutama

Editor: Qanish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top