Foto : Diskusi daring Hari Lingkungan Hidup 2020 |
Dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan dan Program Doktor Ilmu Lingkungan dari Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan web seminar (webinar) yang berjudul “Mengelola
Keanekaragaman Hayati untuk Ketahanan dan Kesejahteraan”pada Jumat(05/06/2020). Webinar tersebut membahas pentingnya merawat dan melestarikan keanekaragaman hayati guna mencegah kerusakan dan ketidakseimbangan dalam lingkungan yang akan berdampak pada sektor lain, seperti kesehatan dan pertanian.
Keanekaragaman Hayati untuk Ketahanan dan Kesejahteraan”pada Jumat(05/06/2020). Webinar tersebut membahas pentingnya merawat dan melestarikan keanekaragaman hayati guna mencegah kerusakan dan ketidakseimbangan dalam lingkungan yang akan berdampak pada sektor lain, seperti kesehatan dan pertanian.
Webinar yang berdurasi sekitar 3,5 jam ini diadakan secara langsung melalui aplikasi Zoom dan Youtube serta diikuti 4000 peserta dari Indonesia, Malaysia, Brunei, dan masih banyak lagi.
Pada materi pertama yang dijelaskan Sudharto P. Hadi, selaku dari Undip, menyampaikan bahwa rusaknya keanekaragaman hayati akibat alih fungsi lahan mengakibatkan habitat alam juga rusak dan dapat mengganggu fauna yang ada.
Paradigma pembangunan, lanjut Sudharto, perlu juga berubah supaya keanekaragaman hayati tidak terpuruk. Kalau kita terus mengagungkan rezim pertumbuhan jangka pendek maka yang terjadi adalah inversi Sumber Daya Alam (SDA), kemerosotan keanekaragaman hayati yang berujung pada tidak berdaulatnya kita pada bidang kesehatan dan pertanian, degradasi lingkungan yang mengakibatkan bencana alam, tambahnya.
Medi Herlianto, selaku dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan soal Mitigasi Biohazard. Menurutnya, Indonesia memiliki banyak regulasi tentang pembangunan, namun implementasi pada penegakan hukum masih tidak jelas. Investasi mitigasi menjadi tanggung jawab bersama, walaupun BNPB sebagai sektor utama penanggulangan bencana.
“Mitigasi sendiri digunakan untuk mengurangi dampak yang terjadi, tentunya dengan bantuan teknologi, sains dan ilmuwan sehingga mitigasi merupakan hal yang sangat penting dan menjadi akses penting. Pentahelix dalam hal ini adalah peran dari pemerintah, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi, dan media,” jelasnya.
Ia juga berharap, bahwa Undip sebagai perguruan tinggi dapat menjadi leading sector dalam upaya penanggulangan bencana biohazard.
Senada dengan itu, Mohd Hairy Ibrahim dari Universitas Pembangunan Sultan Idris, Perak, Malaysia menjelaskan mengenai keanekaragaman hayati di Malaysia. Ia mengatakan bahwa sejak terjadinya pandemi Covid-19, keanekaragaman hayati di Malaysia menjadi lebih sejahtera. “Seperti halnya di Indonesia, masih banyak masalah yang ditimbulkan dari kerusakan keanekaragaman hayati, misalnya banjir dan tanah longsor seperti yang terjadi di Sungai Kim-Kim, Malaysia,” ungkapnya.
Mohd Hairy menambahkan bahwa manusialah yang mengakibatkan hal tersebut. Saat manusia mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan, maka akan terjadi kerusakan lingkungan yang dapat membahayakan diri manusia sendiri. Perlu langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati, seperti membentuk komunitas dan partisipasi dari masyarakat guna memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga keanekaragaman hayati, tambahnya.
Di akhir sesi, Farwiza Farhan selaku dari Yayasan HAkA, Aceh menceritakan pengalamannya dalam menjaga keanekaragaman hayati di Taman Nasional Leuser, Sumatera Utara.
“Keanekaragaman hayati di sana sangatlah dijaga guna melindungi tanaman kopi yang merupakan sumber penghidupan utama masyarakat di sekitar daerah tersebut, agar terhindar dari hama. Para ibu di sana juga sangat memperhatikan lingkungan dengan cara berpatroli dan merestorasi hutan bahkan sambil bekerja sampingan sebagai pengusaha,” terangnya.
Reporter: Widya, Della
Penulis: Widya
Editor: Airell