Sumber: instagram HM Sejarah Undip |
Ingatan kolektif atas catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), membuat sebagian masyarakat menyebut bulan September sebagai “September Hitam”. Sejumlah peristiwa kelam masa lalu yang terjadi di bulan ini diantaranya ialah: G30S dan operasi pembersihan (1965-1966), Tanjung Priok (1984), Tragedi Semanggi (1999), Pembunuhan Munir (2004), Terbunuhnya Salim Kancil (2015), hingga Reformasi Dikorupsi (2019).
Himpunan Mahasiswa (HM) Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) mengadakan diskusi bertajuk ‘September Hitam: Kasus HAM yang Diabaikan” via Microsoft Teams pada Selasa (29/09/2020) untuk merespons hal ini.
Kepala divisi Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) HM Sejarah, Leonardo Tulus Marthin, mengatakan, tujuan adanya diskusi ini supaya mahasiswa bisa mengenang peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Bulan September.
“Nah, dengan hal ini juga diharapkan peserta diskusi mengetahui tentang HAM itu, dan sadar kalau mendiamkan kejahatan adalah sama halnya turut berpatisipasi di dalamnya (kejahatan tersebut),” kata Leonardo.
Selain itu, Leonardo juga menyampaikan, mengingat kejadian pelanggaran HAM masa lalu sama dengan menolak untuk lupa. Menurutnya, masyarakat Indonesia perlu menolak untuk lupa karena jika kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut dilupakan, maka kasus-kasus HAM tersebut tidak akan pernah terselesaikan. “Dan hal tersebut meninggalkan korban yang seharusnya berhak mendapatkan keadilan dari negara sebagai warga negara,” imbuh Leonardo.
Kegiatan diskusi ini menghadirkan Pegiat Aksi Kamisan Semarang, Azis Rahmad Ahmadi, sebagai pembicara. Kegiatan ini juga dimoderatori oleh Muhammad Daffa Firdaus, selaku staff muda Kastrat HM Sejarah Undip. Adapun terdapat sekitar 40-an orang yang menghadiri diskusi ini.
Pada diskusi, Azis mengatakan, alasan untuk terus menolak lupa atau selalu mengkampanyekan tragedi di bulan September, agar kasus-kasus HAM masa lalu itu bisa terungkap.“Sehingga,yang pertama, untuk para korban, itu bisa mendapatkan keadilan dan juga untuk para pelaku bisa diadili,” katanya.
Kemudian untuk masyarakat, lanjut Azis, menjadi pengingat. “Dan juga pengingat bagi aparat negara bahwasanya sejarah kelam jangan sampai kita ulang kembali,” kata Azis.
Alasan perlunya menolak untuk lupa yang kedua adalah sebagai peringatan. Bahwa Indonesia memiliki sejarah kelam soal pelanggaran-pelanggaran HAM. “Juga supaya bagaimana kedepan, di generasi kita, kita gak melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM,” tambah Azis.
Salah seorang peserta diskusi, Adzka Muhammad Al-hasri, mahasiswa Sejarah, mengatakan bahwa ia mengikuti kegiatan diskusi ini dikarenakan ingin mengetahui lebih banyak perspektif mengenai topik diskusi.“Juga sekalian ingin menambah ilmu,” katanya.
Ia juga berharap, saat waktunya tiba, kebenaran soal peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu dapat terungkap.
Reporter: Airell
Penulis: Airell
Editor: Qanish