Reformasi di sektor keamanan adalah kunci penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang ada di Indonesia. Hal ini lantaran sikap Pemerintahan Jokowi terhadap pembela HAM memiliki pola yang sama, yakni sekadar memberi ketenangan palsu dan tidak bersungguh-sungguh menuntaskan kasus pelanggaran HAM secara adil, khususnya kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh aparat. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa Orde Baru.
Dalam siaran langsungnya di Ngaso Malam Kamis, Rabu (14/01). Andi Rezaldy dari KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), menjelaskan bahwa banyak sekali aksi brutalitas aparat seperti pada aksi Reformasi Dikorupsi dan Aksi Omnibus Law. Bahkan di kasus kerusuhan 21-22 Mei, ditemukan adanya indikasi penyiksaan yang dilakukan kepolisian terhadap anak-anak.
“Pemidanaan aktivis, extra judicial killing terhadap anggota FPI, penghilangan orang di Papua, tidak adilnya putusan-putusan kepada anggota keamanan yang melanggar kejahatan, sulitnya mengajukan pengaduan terkait aparat keamanan yang melakukan tindak kejahatan dan semacamnya. Ini kan sebenarnya pola-pola yang berulang dari orde baru,” ujar Andi Rezaldy.
Menurut catatan KontraS, Andi melanjutkan, aksi brutalitas aparat ini terus terjadi karena pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dan pemolisian yang bersifat otoriter. “Pemolisian otoriter itu cirinya pertama, pelayanannya berdasarkan kemauan si pemimpin. Kedua, legal basisnya itu sewenang-wenang, dan yang terakhir, pengawasannya itu lemah,” katanya.
Di samping itu, kekerasan yang kerap dilakukan anggota Polisi/TNI sulit diproses karena aduan tersebut hanya bersifat rekomendasi sehingga tidak ada proses penyelidikan lebih lanjut. “Misalnya, dalam kasus anarko di Tangerang di mana teman-teman LBH Jakarta mendampingi kasus ini. Kita ajukan proses pelaporan secara etik dan sampai sekarang tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Pegiat Aksi Kamisan, Syahar Banu. Dulu, DPR pernah memberikan rekomendasi ke negara soal pencarian 13 aktivis yang diculik. Isinya mendorong negara agar segera meratifikasi konvensiatif penghilangan paksa. Namun, hingga DPR-nya berganti tidak ada yang dilaksanakan.
Solusi dari permasalahan ini, Andi menambahkan, harus ada proses penyelesaian yang benar terkait kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Selain ungkapan kasus HAM berat masa lalu, kuncinya itu reformasi sektor keamanan dan hari ini itu tidak dilakukan oleh pemerintah,” pungkasnya.
Reporter : Lina, Stella
Penulis : Lina
Editor : Zanu