Universitas Diponegoro (Undip) menempati posisi ke-2 nasional sebagai kampus berkelanjutan versi Univeristas Indonesia (UI) GreenMetric World University Rangkings Award 2020. Posisi pertama dan ketiga diduduki oleh UI dan Universitas Gajah Mada (UGM). Secara internasional, Undip menduduki peringkat ke-39 dari 912 universitas di 84 negara.
UI Green Metric World University Rangkings Award 2020 merupakan inisiatif program dari UI. Program ini menilai universitas berdasarkan komitmen dan tindakan terhadap keberlanjutan dan penghijauan lingkungan. Adapun yang menjadi indikator penilaian antara lain: keadaan dan infrastruktur kampus, energi dan perubahan iklim, pengelolaan sampah, penggunaan air, transportasi, serta pendidikan dan riset.
Wakil Rektor IV bidang inovasi dan riset Undip, Ambariyanto, menyampaikan, prestasi tersebut adalah hal yang membanggakan. Sebab, selama ini Undip belum pernah mencapai di posisi kedua. Posisi tertinggi diraih adalah ketiga pada 2015 dan 2018.
“Tapi, kemudian kita berusaha betul untuk melengkapi fasilitas segala macem. Dan tahun ini (prestasi) kita sungguh membanggakan dan walaupun mengejutkan juga,” katanya ketika dihubungi Hayamwuruk pada Sabtu (12/12/2020).
Ambariyanto menerangkan, banyak peran yang bisa diambil guna memelihara keadaan lingkungan di kampus. “Misalnya habis kelas, itu lampunya dimatiin, Acnya dimatiin. Kalau itu sudah berjalan secara otomatis, itu bagus. (Itu) termasuk upaya kita mengurangi emisi karbon,” terangnya.
Kemudian peran selanjutnya adalah dengan menjaga dan menanam pohon. “Karena dia (pohon) akan menyerap karbon tadi. Jadi antara karbon yang dikeluarkan oleh motor atau mobil atau yang lain, itu harapannya bisa terserap oleh pohon. Jadi itu juga bagus penanaman pohon,” jelas Ambariyanto.
Undip, kata Ambariyanto, sedang menjalankan program Climate Action Plan (CAP) sebagai salah satu solusi untuk perubahan iklim. Program mengenai pemanfaatan energi, air, dan sumber daya lainnya, termasuk sampah. Ambariyanto mengatakan target dari CAP adalah zero carbon atau karbon netral. Rencananya adalah mengurangi pengeluaran emisi pada 2030 atau 2035.
“Tetapi pelaksanaannya sudah tetap dilakukan, misalnya, kita menanam pohon, kita mencoba mengurangi penggunaan kendaraan. Kemudian, kita sedang mencoba mengupayakan ada kendaraan yang muter di dalam kampus. Sehingga kalau ada mahasiswa mau ke fakultas A atau perpustakaan tidak perlu pakai motor sendiri tetapi pakai bus (secara) barengan,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan itu juga menjelaskan, yang lebih penting dari kampus hijau adalah bagaimana menjaga keberlanjutannya.”Kalau hanya ditanami (pohon) saja tetapi perilaku kita tidak mendukung itu, ya percuma juga,” jelasnya.
Dari sisi aspek keadaan dan infrastruktur, Ambariyanto mengatakan, pihak kampus menjaga rasio antara ruang terbuka dengan ruang bangunan. Soal pemanfaatan energi, ia mencontohkan dalam hal penggunaan AC. Menurutnya, penggunaan AC perlu dikurangi. “Karena ternyata listrik di Undip itu terbesar digunakan untuk AC. Jadi, itu harus diupayakan untuk dikurangi,” ungkapnya.
Kajian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip soal Green Campus, menyebutkan, saat ini, di Undip belum semuanya green and smart building. “Hanya gedung di Fakultas Psikologi yang sudah tersertifikasi untuk kategori green building,” tulis dalam kajian itu.
Berdasarkan kajian tersebut, kekurangan infrastruktur lainnya adalah belum diterapkan sepenuhnya fasilitas yang ramah bagi penyandang difabel. “Yang sudah ada contohnya adalah pengadaan jalur kuning untuk penyandang tuna netra yang baru ada di Widya Puraya. Tetapi, saat ini di semua fakultas dan unit sudah disediakan tempat parkir untuk difabel,” begitu tulis kajian tersebut.
Selain itu, kata Ambariyanto, kampus juga mengurangi penggunaan kertas. “Misalnya kertas untuk skripsi itu mbok ya tidak hanya one side, tapi double side. Jadi dua mukanya digunakan,” ujarnya.
Senada, Ketua divisi Lingkungan Hidup dan Kebencanaan bidang Sosial Masyarakat BEM Undip, Muhammad Hafizh Nafi’an Syah, berpendapat bahwa Undip telah pantas menyandang predikat sebagai kampus hijau. “Kita juga bisa melihat bahwa di Undip masih cukup banyak ruang terbuka hijau dan juga banyak ditanami pepohonan, Dan Undip merupakan salah satu universitas yang sudah memiliki tempat pembuangan sampah terpadu yang mana masih jarang dimiliki universitas lain,” katanya kepada Hayamwuruk, Selasa (15/12/2020).
Namun Hafizh menilai, terdapat catatan penting bagi pihak kampus, ialah masih kurangnya perhatian dan sosialisasi soal Undip sebagai green campus. Sebab, menurutnya, seharusnya prestasi dalam bidang lingkungan juga patut dibanggakan, bukan hanya dalam bidang akademik saja.
“Seharusnya isu lingkungan bisa lebih sering diangkat dan disosialisasikan kepada mahasiswa agar kita sebagai mahasiswa Undip memiliki kesadaran untuk menjaga apa yang sudah kita capai,” katanya.
Hafizh juga mengingatkan kepada semua pihak yang berada di lingkungan Undip agar memiliki kesadaran terhadap kondisi lingkungan. “Karena kondisi lingkungan di Undip pasti sedikit banyaknya dipengaruhi oleh habit yang kita lakukan di sekitar Undip, bahkan dengan hal kecil seperti mengurangi penggunaan plastik di lingkungan kampus pastinya akan memiliki pengaruh yang besar jika dilakukan secara massal dan sustainable,” jelasnya.
Harapan Ambariyanto ialah seluruh civitas akademika Undip, baik dosennya maupun mahasiswanya, mempunyai cara berpikir yang berkelanjutan. Sementara, Hafizh berharap, isu lingkungan di Undip bisa lebih digencarkan, bukan hanya pihak kampus saja, tetapi juga oleh mahasiswa. “Semua predikat yang sudah dicapai dalam bidang lingkungan betul-betul bisa dilihat secara nyata buktinya, bukan hanya sekadar peringkat saja,” tandasnya.
Reporter: Airell
Penulis: Airell
Editor: Zanu