Kamis (25/02/2021), Sahabat Seni Nusantara mengadakan diskusi yang berjudul “Bersetia dengan Buku Cetak.” Diskusi tersebut dilakukan melalui layanan live streaming Youtube dan Zoom Meeting.
Diskusi dimoderasi oleh Indah Ariani, menghadirkan Laura Bangun Prinsloo, ketua Yayasan Tujuhbelasribu Pulau Imaji (YTPI); Nina Andiana, seorang editor Gramedia Pustaka; dan Ronny Agustinus, dari Penerbit Marjin Kiri.
Diskusi ini membahas mengenai bagaimana tingkat konsumsi masyarakat terhadap buku cetak ataupun buku digital. Seiring berkembangnya teknologi digital, timbul kekhawatiran akan tergantikannya buku cetak dengan buku digital (e-book).
Roni Agustinus, dari Penerbit Marjin Kiri, meyakini bahwa buku cetak akan tetap eksis meskipun telah ada buku digital (e-book). “Generasi ini menyukai buku cetak. Ada juga tren tidak terduga dari Instagram. Instagram memunculkan tren bookstagram dan itu memunculkan minat terhadap buku cetak. Ada tren yg tidak terduga seperti itu yang saya pikir kekhawatirkan buku cetak akan menurun masih jauh dari perkiraan. Yang terjadi sekarang minat orang semakin beragam sehingga sedikit buku yang mencapai eksemplar seperti 20 tahun yang lalu. Marjin kiri juga mempunyai buku digital, namun orang lebih banyak menanyakan tentang buku cetak,” kata Roni.
Hal serupa juga dikuatkan dengan data-data yang disampaikan oleh Nina Andiana, editor Gramedia Pustaka, “Pada tahun 2018, di Amerika, revenue yang didapat melalui publishing sebesar USD 16M, dari print USD 22,6M, dan dari e-book sebesar 2M yang pada tahun 2019 turun di angka 1M,” jelas Nina. Ia juga menjelaskan bahwa pada tahun 2020 penjualan buku fisik meningkat sebesar 8%.
Menurut Laura, yang berbeda dari penerbitan buku cetak adalah strategi pemasaran. Saat ini penerbit menggunakan toko buku konvensional juga menggunakan ecommerce untuk memasarkan buku fisik. Bahkan Laura mengatakan bahwa pendapatan penerbit melalui online marketing mengalami kenaikan sampai lebih dari 400%.
Reporter : Hawari
Penulis: Meilina
Editor: Restutama