Oleh : Andriv
Pernahkah pembaca yang budiman kebingungan setelah menonton film-film yang disutradarai Christopher Nolan karena plot cerita yang non-linear? Sebenarnya langkah simpel yang bisa kita lakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menonton kembali filmnya. Namun, ternyata ada opsi lain, salah satunya menonton video buatan content creator alur cerita film.
Secara garis besar, content creator adalah seseorang yang mengartikulasikan ide atau informasi yang ia punya kepada media. Seiring berkembangnya zaman, anggapan umum tentang cakupan kerja mereka mengerucut menjadi media digital saja. Content creator bahkan sering diidentikkan dengan youtuber, para pembuat konten di platform Youtube.
Fenomena content creator alur cerita film sedang ramai dewasa ini. Youtube, sebagai platform berbasis video paling beken menjadi sarang yang besar bagi mereka. Meskipun sepengetahuan saya, ada juga di TikTok, Facebook, atau Instagram. Terhitung angka ratusan ribu hingga jutaan bisa menunjukkan bahwa apa yang mereka buat cukup laris berdasarkan banyaknya view.
Para content creator alur cerita film menawarkan opsi yang lebih praktis dari menonton film secara utuh: meringkasnya lalu didongengkan. Harus diakui memang, mereka merupakan pendongeng yang baik, paling tidak dalam hal menarik animo penonton. Intonasi, retorika, dan pemilihan diksinya mantap betul. Rasa penasaran penonton dipacu sedemikian rupa.
Ambil contoh yang satu ini misalnya.[1] Bagaimana ia menjelaskan 2 plot dari film Memento (2000) sangatlah baik. Penonton diajak untuk mengikuti plot secara linier alih-alih plot asli di filmnya sendiri yang non-linier. Mungkin pikirnya, sesuatu yang acak-acakan lebih baik disusun secara rapi terlebih dahulu untuk bisa memahaminya.
Potongan-potongan adegan juga ditampilkan secara korelatif dengan suara narator berdasarkan bagian mana yang sedang diceritakan. Ketika narasi sampai pada bagian si tokoh utama Leonard membunuh Teddy, kita juga bisa melihat adegan tersebut secara visual lewat potongan adegan pada bagian tersebut. Walhasil, kerumitan Memento mampu dipecahkan hanya dengan video berdurasi 16 menit 55 detik.
Isi konten alur cerita film jarang yang menyinggung persoalan teknikal dan teoritis lain tentang pembuatan film seperti sinematografi, score, soundtrack, akting pemain, hingga dialog. Beberapa aspek itu sedikit dikesampingkan di sini. Hal inilah yang membedakan mereka dengan para reviewer film dan kanal-kanal Youtube seperti Every Frame a Painting, Thomas Flight, atau Insider.
Sebagaimana lazimnya ekosistem media digital, thumbnail memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat orang-orang untuk menekan suatu konten. Cara paling pragmatis untuk mewujudkan hal itu adalah sedikit mendramatisasinya. Masih dengan contoh yang sama, pilihan penggunaan kalimat “Punya Otak? Tonton Ini!” pada thumbnail video tersebut mengindikasikan usaha untuk menantang nafsu intelektualitas penonton. Dengan begitu, kita bisa tahu bahwa mengetahui bahwa film yang didongengkan memang rumit.
Saya masih bisa memahami tabiat dramatisasi pada bagian thumbnail seperti ini. Namun saya kesal dengan kanal-kanal semacam ini.[2] Melihat sekilas koleksi video-videonya serasa membaca novel stensil. Penuh dengan kata-kata jorok nan banal. Judul-judul video yang dikombinasikan dengan angka sepertinya hanya akal-akalan untuk menghindari aturan dari pihak Youtube.
Pilihan film-filmnya juga melulu soal perselingkuhan, inses, kehidupan seks ABG, seks di bawah umur, bahkan pemerkosaan. Hal ini menunjukkan pemilik kanal tersebut hanya punya satu ide yang ia tawarkan tak lebih dari sekadar fantasi seksual semata.
Celakanya, perempuan yang dijadikan objek. Kita bisa mengetahuinya melalui pilihan foto yang dijadikan thumbnail. Pilihannya tidak jauh dari foto adegan ketika aktris di film tersebut hanya mengenakan bikini, atau pada adegan yang lain namun dengan shoot yang mengatah ke bagian dada.
Persoalan lain yang bakal diperdebatkan banyak menyikapi fenomena content creator alur cerita film adalah: apakah perbuatan mereka melanggar hak cipta? Satu pihak biasanya bakal mengajukan argumen soal keterbatasan akses, materi, hingga waktu terhadap film itu sendiri. Sedangkan pihak satunya bakal mengajukan argumen bahwa para content creator itu lambe lamis, menurunkan minat penonton untuk datang ke bioskop, hingga dianggap amoral karena mencuri karya orang lain.
Editor : Restutama
[1] https://youtu.be/GFY1F84I5qo
[2] https://youtube.com/c/RAWABOKOR
sudah kuduga ada yang sepemikiran, menurut saya konten seperti sama saja seperti pembajakan, kalau alur nya di diskusikan lewat reddit atau media sosial gitu mending lah ya seru jadinya