[ULASAN BUKU] The Dead Returns: Perspektif

Sumber Gambar : Penerbit Haru

Informasi Buku:

Judul Buku                  : The Dead Returns

Jenis Literasi               : J-Lit

Penerbit                       : Penerbit Haru

Penulis                         : Akiyoshi Rikako

Jumlah Halaman          : 248 halaman

           

 

“Di kelasku memang tidak ada tindakan bullying, tetapi, tidak dianggap dan tidak pernah diperhatikan itu justru lebih menyakitkan.”

Hari itu, aku menerima sepucuk surat di mejaku, yang berisi undangan untuk menuju ke tebing Miura Kaishoku. Di malam yang sangat gelap, aku tiba di tepi tebing itu. Namun, tiba-tiba seseorang mendorongku dari belakang dan aku pun terjatuh dari tebing. Rasa sesak dan nyeri menghujam sekujur tubuhku. Malam itu, diriku, Koyama Nobuo dibunuh oleh seorang teman sekelasku, dan kini aku datang dalam wujud orang lain untuk mencari tahu tentang kematianku.

 

Dunia Yang Kejam

Koyama Nobuo merupakan seorang siswa di SMA Higashi.

Otaku kereta api.

Suram.

Penyendiri.

 

Itulah Koyama Nobuo jika digambarkan menggunakan tiga kata saja. Memang di kelasnya tidak ada tindak bullying, tetapi seorang Koyama Nobuo selalu dianggap “tidak ada” oleh teman-temannya, begitu pula dengan Maruyama dan juga Yoshio yang diperlakukan serupa.

Bullying memanglah tindakan yang kejam dan juga menyakitkan, tetapi dalam novel ini, Akiyoshi Rikako mencoba menunjukkan bahwa perasaan tidak dianggap dan diacuhkan oleh teman-teman sekelas, justru lebih menyakitkan daripada tindak bullying.

Dalam novel ini diceritakan, Koyama Nobuo sebagai sosok yang tinggi dan memiliki paras yang biasa-biasa saja. Peristiwa saat Koyama Nobuo didorong dan dinyatakan meninggal, jiwa Koyama Nobuo ternyata berpindah ke seseorang yang lain yang pada saat itu, ikut terjatuh juga – karena mencoba menolong Nobuo, Takahashi Shinji. Seorang pemuda tampan dan juga pintar. Seseorang yang benar-benar berkebalikan dengan Koyama Nobuo.

Saat menjadi Takahashi Shinji, Koyama Nobuo mencoba untuk kembali menjadi dirinya sendiri, ia pun membuka secara terang-terangan bahwa ia seorang maniak – atau yang biasa disebut otaku – kereta api dan mulai mendekati sahabatnya Yoshio, yang juga sesama otaku kereta api. Namun, pandangan teman-teman sekelasnya berbeda jauh kepada Takahashi Shinji daripada saat dirinya menjadi Koyama Nobuo. Teman-teman sekelasnya beranggapan bahwa saat Takahashi Shinji yang mulai menjadi maniak kereta api itu keren, lucu, dan mengagumkan, bahkan beberapa gadis di kelasnya mulai mencoba mengikuti Takahashi Shinji dan mulai mempelajari mengenai kereta api, untuk mendekati Takahashi Shinji. Sedangkan Koyama Nobuo, ia selalu dipandang rendah dan juga suram oleh teman-teman sekelasnya.

Di dalam kehidupan realita, kasus serupa pun sering kita jumpai. Dimana masyarakat kita lebih berpihak kepada mereka yang memiliki paras mempesona. Ambil contoh saja kasus yang baru-baru ini terjadi. Sebut saja artis “N” yang “dimaklumi” karena perbuatannya yang “menggoda” suami orang. Sedangkan, kejadian serupa pun pernah terjadi pada seorang mantan pemain E-Sport, dan apa yang terjadi? Masyarakat kita mencaci habis-habisan dan mengata-ngatainya.

Kenyataan bahwa keadilan serta perlakuan baik lebih berpihak kepada “si berparas menawan” masih berlaku di dalam masyarakat kita. Bahkan mungkin, kita pun masih memiliki pemikiran serupa…?

Kita Bukanlah Pemeran Utama Dalam Kehidupan Ini

Mungkin kita pernah mendengar pernyataan bahwa kita adalah pemeran utama dalam hidup kita, kan? Namun, di dalam novel ini, secara tidak langsung mengajarkan kepada kita bahwa belum tentu kita adalah sosok pemeran utama tersebut.

Perspektif adalah hal yang sangat rumit, dan di dalam novel ini, Akiyoshi Rikako mencoba bermain-main tentang konsep perspektif tersebut. Koyama Nobuo beranggapan bahwa “sang antagonis” adalah salah seorang teman sekelasnya, bahkan ia pun mencurigai Ibunya, Yoshio, dan juga Takahashi Shinji sebagai pembunuhnya. Namun ternyata, dalam akhir dari buku ini, terungkap bahwa sebenarnya tidak ada yang membunuhnya. Ia, lebih tepatnya, terbunuh pada malam itu oleh salah seorang teman sekelasnya.

Hal ini juga mengajarkan pada kita, bahwa belum tentu fakta dibalik sebuah kejadian adalah sesuai seperti apa yang kita lihat. Mencoba melihat sesuatu melalui sudut pandang orang lain. Mencoba memahami sebuah kejadian, bukan hanya atas dasar apa yang kita pikirkan saja. Perspektif daripada ego.

Hal ini pun juga mengajarkan bahwa kita bukanlah seorang main character dalam kehidupan ini. Bisa saja, dalam hidup, kita adalah sang antagonis bagi orang lain, bisa saja kita adalah sang protagonis dalam kehidupan orang lain, atau bisa juga kita hanyalah pemeran sampingan. Jangan terlalu naïf dan memandang diri terlalu tinggi dan menganggap bahwa, “Akulah sang pemeran utama.”

 

Penulis: Yuan

Editor: Restutama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top