Selasa, (10/5/22), sejumlah mahasiswa Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) wilayah Semarang menggelar demonstrasi di depan Patung Diponegoro, Universitas Diponegoro (Undip), Pleburan, Semarang. Aksi dimulai pukul 09.00 WIB dengan rute konvoi dari Asrama Mahasiswa Papua menuju Simpang Lima dan berakhir di Patung Diponegoro Undip Pleburan.
Aksi ini digelar untuk menuntut pemerintah Indonesia mencabut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus jilid 2), menolak pemekaran wilayah atau daerah otonomi baru (DOB), dan menuntut untuk diberikannya hak menentukan nasib sendiri (referendum).
Sebelumnya, di awal Maret PRP telah menggelar demonstrasi untuk menolak DOB di Jakarta, Yogyakarta, Sorong, Wamena, Paniai hingga di Yakuhimo yang—sabagaimana tertulis dalam rilis pers PRP—berujung dengan penembakan terhadap 10 massa aksi, 2 orang meninggal di tempat, dan 8 orang kritis.
Juru bicara PRP wilayah Semarang Hutan Rimba mengatakan, pembentukan DOB terlalu dipaksakan oleh negara. “Rakyat Papua menolak itu (pembentukan DOB), karena bagi rakyat Papua, itu malapetaka, tidak akan pernah menyelesaikan akar persoalan Papua,” terangnya.
Melalui UU Otsus Jilid 2, sebagaimana ditulis oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Usman Hamid, kewenangan pemerintah daerah Papua sebagai daerah otonomi khusus menjadi terbagi, bahkan didominasi oleh pemerintah pusat. Salah satunya terlihat pada pasal 76 Ayat (1) dalam UU Otsus Jilid 2 berbunyi: “Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memerhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang”.
Adanya kata dapat pada pasal tersebut menghilangkan sifat wajib dari persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). “Artinya pemekaran wilayah itu boleh dilakukan oleh MRP, tetapi juga dibolehkan untuk dilakukan oleh pemerintah pusat dengan tanpa persetujuan MRP. Dengan kata lain, revisi UU Otsus yang baru ini ingin memusatkan kembali kendali Papua pada Jakarta,” ujar Usman (5/8/21).
Oleh karena itu, ayat tersebut melegitimasi langkah pemerintah pusat untuk membuat Rancangan Undang Undang (RUU) tentang pemekaran di wilayah Papua April 2022 lalu sebagai RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Hal ini disayangkan oleh Rimba, karena tawaran pemerintah Indonesia ketika dibentuknya UU Otsus pada 2001 adalah untuk memberi alternatif lain dari permintaan rakyat Papua yang sesungguhnya menginginkan referendum. “Kalo dalih untuk disahkannya undang-undang [UU Otsus Jilid 2] ini, ‘kan, soal kesejahteraan, tapi hari ini kesejahteraan itu paling minim di Papua. Bagaimana orang mau sejahtera hidup damai sementara operasi militer terus berjalan?” keluhnya.
Rimba menyebut Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, daerah yang menyimpan kandungan emas dan tembaga yang sangat tinggi sebagai salah satu contoh wilayah Papua yang menjadi daerah operasi militer (DOM) dan memakan banyak korban. “Pelanggaran HAM, perampasan lahan, hari ini seperti di Blok Wabu yang dikirim [pasukan] militer. Bahkan [demonstrasi] hari Selasa [ini] juga, ‘kan, gara-gara Blok Wabu. Itu pelanggaran HAM yang paling nyata di Papua sekarang,” tambahnya.
Oleh karena itu, Rimba menegaskan, UU Otsus Jilid 2 dan rencana pemekaran wilayah harus dicabut. “Bagi kami orang Papua, [UU Otsus Jilid 2] itu gagal. Tuntutan hari ini, ‘tuh, referendum di Papua. Referendum dengan damai,” tegasnya.
Di hari yang sama, demontrasi dengan tuntutan seragam oleh jaringan PRP di Jayapura, Papua, dibubarkan paksa polisi. Terjadi bentrok antar massa aksi dengan polisi yang membawa senjata berpeluru karet, water cannon, dan gas air mata. Dilansir dari CNN Indonesia, satu orang kritis akibat tertembak peluru karet, dan satu orang luka-luka akibat dianiaya aparat.
Reporter: Rilanda
Penulis: Rilanda
Editor: Raihan
Yazz. Otsus dan DOB akan menjadi malapetaka bagi rakyat Papua. Oleh karena itu, hak menentukan nasib sendiri solusi demokratis melalui mekanisme International yakni, Referendum.
#papuanlivesmatter
#tolakotsusdob
#referwndumyes