Upaya Perbaikan Lingkungan Hidup yang Digalakkan Pemerintah Itu Cuma Angan-angan

Sumber Gambar: Antara Foto/Aditya Pradana Putra

Dalam Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 15 November 2022 lalu di Bali, Presiden Jokowi menyampaikan saat ini dunia sedang mengalami rintangan yang besar seperti krisis pasca pandemi covid-19, rivalitas antar Negara, dan perang yang sedang terjadi.

Beliau juga menyinggung dampak yang dirasakan oleh dunia khususnya negara berkembang seperti krisis energi. Perlu diketahui jika pasca dimulainya perang Rusia-Ukraina 24 Februari lalu, negara-negara Eropa yang mendukung Ukraina dengan memasok peralatan militer dikenai sanksi oleh Rusia dan dicap sebagai musuh oleh negeri beruang merah tersebut.

Sebagai respons atas intervensi negara-negara Eropa dalam perang di Ukraina, Rusia memutuskan untuk mengurangi bahkan memutus pasokan energi seperti gas alam menuju negara-negara Eropa  melalui jalur pipa darat maupun laut seperti jalur pipa Nord Stream 1&2.

Hal ini mengakibatkan krisis yang menerpa Eropa seperti krisis energi dan krisis ekonomi yang mengakibatkan jatuhnya nilai mata uang Euro.

Indonesia sebagai negara dengan sumber energi yang melimpah diharapkan dapat membantu negara-negara Eropa dalam mengatasi krisis yang sedang menerpa, salah satu upayanya adalah meningkatkan volume ekspor batu bara menuju Eropa.

Bulan Oktober 2022 menjadi ekspor yang terbesar dalam sejarah. Menurut Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), ekspor batu bara mencapai 3,5-4 juta ton.

Selain itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di pertambangan batu bara yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki peluang untuk menawarkan saham kepada masyarakat pada saat IPO (Initial Public Offers) yang membuat perusahaan pertambangan batu bara mempunyai dana lebih untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan melalui saham yang dibeli oleh masyarakat maupun pengusaha.

Batu bara selain dikenal sebagai material tambang yang digunakan untuk membantu memproduksi barang-barang industri, digunakan pula sebagai sumber bahan bakar alternatif pembangkit listrik maupun pembangkit listrik tenaga uap.

Keberadaan batu bara juga menjadi faktor penting dalam sektor ekonomi swasta maupun negara dari pertambangan selain emas, perak, dan sejenisnya yang merupakan barang tambang bernilai tinggi.

Batu bara dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, salah satu wilayah yang memiliki kandungan batu bara paling banyak berada di Kalimantan.

Kandungan batu bara yang melimpah di Kalimantan menjadi sasaran empuk bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara sehingga tidak mengherankan jika di Kalimantan terdapat banyak aktivitas pertambangan seperti pengangkutan biji-biji batu bara yang melintasi sungai Mahakam setiap harinya.

Namun di balik keuntungan dan manfaat dari pertambangan batu bara yang terdapat di Kalimantan, terdapat paradoks atau sisi lain dari kegiatan penambangan batu bara di kawasan tersebut yang memengaruhi kondisi lingkungan hidup masyarakat sekitar.

Salah satunya adalah lokasi pertambangan batu bara di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang berdekatan dengan permukiman masyarakat dan fasilitas umum dengan jarak kurang dari 500 meter. Padahal berdasarkan ketentuan yang ada, jarak antara lokasi pertambangan dengan permukiman masyarakat seharusnya 500 meter lebih.

Hal ini tentunya memengaruhi kualitas tanah permukiman masyarakat seperti pergeseran dan penurunan tanah yang dapat dilihat dari retakan yang muncul di setiap bangunan yang berada di sekitar area pertambangan yang dapat mengakibatkan longsor dan erosi pada pemukiman masyarakat dan menimbulkan korban jiwa.

Selain itu, lubang galian bekas pertambangan batu bara yang seharusnya ditimbun dengan tanah (reklamasi) tidak kunjung ditutup dan dibiarkan sehingga pada saat hujan turun air hujan menggenangi lubang tersebut sehingga menjadi danau.

Keberadaan danau juga memakan korban jiwa seperti anak kecil yang sedang bermain di sekitar danau tersebut. Padahal berdasarkan kesepakatan, lubang bekas galian tersebut akan dijadikan sebagai tempat wisata pemandian air panas. Keadaan ini tentunya dapat memperburuk kondisi lingkungan hidup bagi masyarakat sekitar.

Selain batu bara, pemerintah juga menggalakan upaya untuk menggunakan energi terbarukan seperti penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi karbon emisi pencemaran udara. Kendaraan listrik tentunya menggunakan baterai sebagai tenaga penggeraknya dengan memanfaatkan kandungan nikel yang terkandung dalam baterai kendaraan tersebut.

Nikel di Indonesia sangat melimpah khususnya di wilayah Maluku dan sekitarnya. Hal ini tentunya membawa keuntungan bagi pereknomian negara dari sektor energi khususnya untuk eskpor ke negara-negara produsen kendaraan listrik seperti Tiongkok.

Namun, pertambangan nikel tidak jauh berbeda dengan batu bara apabila dilihat dari dampak yang ditimbulkan.

Pertambangan nikel di Maluku memberikan dampak negatif bagi kebersihan laut dan kawasan permukiman warga sekitar yang berdekatan dengan area pertambangan. Polusi serta bahan material yang terbang di udara atau tercemar di air sebagai akibat dari ketidakpatuhan perusahaan dalam mengelola limbah hasil pertambangan dapat menyebabkan kerusakan bagi ekosistem bawah laut seperti racun yang terdapat dalam ikan.

Padahal, masyarakat sekitar area pertambangan kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan mengonsumsi ikan sebagai makanan pokok mereka sehari-hari. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan masyarakat sekitar terkena penyakit berbahaya yang dapat mengancam nyawa mereka.

Selain itu, perusahaan pertambangan nikel di Maluku sarat akan campur tangan oligarki pejabat negara yang menginisiasi pertambangan nikel di sana yang tentunya merugikan lingkungan hidup masyarakat sekitar.  

Pemerintah sendiri berupaya untuk meningkatkan perekonomian negara salah satunya dengan meningkatkan volume ekspor energi yang ada, seperti batu bara dan nikel. Meskipun mempunyai niat yang “baik” dalam meningkatkan perekonomian negara melalui ekspor energi dan mengupayakan penggunaan energi yang ramah lingkungan, di lain sisi pemerintah seolah tidak melihat dampak yang ditimbulkan dari pertambangan terhadap energi tersebut seperti pencemaran lingkungan.

Upaya pemerintah selaku pembuat kebijakan dalam memperbaiki lingkungan hidup bagi masyarakat melalalui peraturan dan kesepakatan yang dibuat masih kurang dalam menyikapi permasalahan yang ada, justru yang lebih memperihatinkannya lagi pemerintah seolah tidak peduli dengan permasalahan yang ada, malah pemerintah seperti anti kritik terhadap setiap permasalahan yang ada dan merepresi mereka yang gencar menyuarakan aspirasi rakyat yang tertindas karena kebijakan ini.

Contohnya seperti yang dialami oleh aktivis lingkungan Heri Budiawan atau Budi Pego yang menolak sekaligus melawan keberadaan tambang emas di awasan Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.

Budi dalam kurun waktu 2014 hingga 2017 telah dilaporkan ke pihak kepolisian setempat sebanyak lima kali. Pada laporan terakhirnya ia dituduh menyebarkan ajaran Komunisme melalui spanduk bergambar palu dan arit pada aksi terakhirnya di depan kantor Kecamatan Pesanggrahan, Banyuwangi.

Padahal ia mengakui tidak mengetahui apapun tentang komunisme. Ada perkiraan jika apa yang menimpa Budi Pego adalah skenario jahat yang digunakan untuk mengkriminalisasinnya dengan harapan agar dia dijebloskan ke dalam penjara.

Budi Pego divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi pada 15 Februari 2018. Saat menjalani masa tahanannya, Budi mendapatkan keadilan berupa kesempatan untuk melakukan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang pada akhirnya dia bebas.

Namun baru sebentar bebas, MA justru menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada Budi berupa penjara selama 4 tahun dan masih ditahan hingga saat ini.

Kasus kedua terjadi saat Greenpeace Indonesia melakukan kegiatan bersepeda dalam nama Chasing The Shadow (CTS) menuju Bali dengan tujuan untuk menggalakkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sekaligus menyampaikan aspirasi mereka mengenai permasalahan lingkungan yang terjadi di tengah perhelatan forum KTT G20 di Bali.

Di tengah perjalanan, mereka dibuntuti oleh orang-orang tak dikenal. Bahkan, saat mereka menginap, orang yang ikut membuntutui tersebut pun turut mengawasi.

Puncaknya saat berada di Probolinggo. Mereka didatangi oleh ormas Tapal Kuda Nusantara (TKN). Ormas tersebut menjelaskan bahwa tidak menerima kehadiran mereka di Probolinggo karena dianggap dapat mengganggu ketenangan di kota itu.

Tanpa menggunakan kekerasan atau beradu argumen, mereka sepakat untuk meninggalkan Probolinggo dan membatalkan rencana kepergian ke Bali.

Namun disaat mereka kembali ke mobil, ternyata ban mobil sengaja dibocori. Sebelumnya pun, dalam perjalanan menuju Probolinggo mobil mereka ditabrak oleh motor dengan plat nomor warna merah, sehingga bisa disimpulkan jika hal ini dianggap sebagai teror bagi komunitas Greenpeace Indonesia.

Pada malamnya, saat mereka sedang menginap di salah satu hotel, hotel mereka ternyata diawasi oleh ormas dan polisi yang sudah menunggu di depan hotel. Bahkan, mereka tidak diizinkan keluar dari hotel tersebut.

Besoknya, perwakilan dari Greenpeace Indonesia diminta untuk menandatangani surat pernyataan bermaterai bahwa mereka tidak akan melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, saat berada di Malang, Jawa Timur, mereka juga ditolak oleh ormas yang mengatasnamakan masyarakat Malang bahwa mereka juga menolak kehadiran Greenpeace Indonesia di Kota Malang yang mengakibatkan mereka harus pergi lagi menuju kota selanjutnya.

Dari dua kisah di atas, dapat disimpulkan jika pemerintah kurang menanggapi isu lingkugan hidup yang ada dan hal ini juga menjadi bukti nyata jika pemerintah sendiri anti-kritik terhadap mereka yang menyuarakan aspirasinya mengenai kerusakan lingkungan yang ada melalui perantara seperti aparatur negara hingga ormas yang notabenenya merupakan masyarkat sipil.

Namun perlu diperhatikan juga jika tindakan represif yang dilakukan terhadap mereka yang menyuaran aspirasi mengenai masalah lingkungan hidup sangat berhubungan dengan kegiatan pertambangan yang merusak ekosistem alam.

Sehingga, dapat dicurigai jika terdapat sangkut pautnya dengan pengusaha pertambangan yang mempunyai relasi atau hubungan dengan pejabat negara maupun pejabat negara yang mempunyai andil dan ikut terlibat dengan kegiatan pertambangan tersebut.

Hal ini tidak menjadi rahasia umum semenjak video dokumenter Watchdoc Documentary berjudul Sexy Killers yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta diunggah. Dalam video tersebut dijelaskan bahwa terdapat pejabat-pejabat negara yang terlibat dalam kegiatan pertambangan baik dalam bentuk pemegang saham perusahaan maupun pemilik perusahaan melalui anak perusahaan yang berada di bawahnya.

Hal ini menjadi suatu paradoks mengenai citra serta tujuan utama para pejabat negara khususnya pemerintah dalam mengkampanyekan perbaikan lingkungan hidup dalam setiap agenda politiknya yang ironisnya mereka mempunyai hubungan dengan kegiatan pertambangan yang merugikan masyarakat dan ekosistem alam yang tercemar sebagai akibat dari kegiatan pertambangan tersebut.

Dan bisa dikatakan, jika upaya serta peran pemerintah dalam memperbaiki kondisi lingkungan hidup hanyalah angan-angan saja selama mereka masih terlibat dalam kegiatan pertambangan yang merusak ekosistem alam.

Penulis: Muhammad Irsyad Khairan Amir (magang)
Editor: Rilanda

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back To Top