Judul : Memaksa Ibu Jadi Hantu: Wacana Maternal Horror dalam Film Indonesia Kontemporer
Penulis: Annissa Winda Larasati & Justito Adiprasetio
Penerbit: Cantrik Pustaka
Tahun: 2022
Tebal: 254 hlm
ISBN : 978-623-6063-72-9
Buku ini bermula dari kolaborasi naskah tesis Annissa Winda di Program Studi Kajian Budaya & Media, Universitas Gadjah Mada dengan perbaikan data, penambahan subbab dan penajaman analisis oleh Justito Adiprasetio.
Winda dan Tito mengelaborasi wacana film Indonesia kontemporer terlebih relasinya dengan motherhood dan wacana Orde Baru terkait reproduksi pengetahuan dan budaya populer. Mereka menguraikan bagaimana representasi perempuan (ibu) sebagai teror dan hantu, selalu bersifat diskursif dan historis.
Pengabdi Setan (2017) dan Perempuan Tanah Jahanam (2019), salah dua film horor paling sukses di perfilman Indonesia, jadi objek analisis utama buku ini.
Dalam Pengabdi Setan, kekuatan maternal (keibuan) lebih kuat alih-alih wacana religi. Konflik dalam film in bermula dari sang ibu yang menjadi anggota sekte kesuburan pemuja setan demi interdikursivitas keturunan. Sekte tersebut menuntut adanya tumbal anak bungsu sebelum genap berusia tujuh tahun untuk menjadi anggota sekte tersebut.
Teror sang ibu sudah dimulai bahkan sebelum ia meninggal. Ia bagaikan mayat hidup yang tergeletak di ranjang. Setelah meninggal arwah sang ibu meneror anggota keluarganya untuk menuntut tumbal yang pernah dijanjikan. Usaha praktik ritual agama guna menepis ketakutan bahkan tak mampu mengalahkan teror hantu sang ibu.
Dalam Perempuan Tanah Jahanam, wacana perempuan direpresentasikan pada kekuatan iblis dalam posisinya sebagai “dukun”. Sang ibu yang melakukan ritual ilmu hitam mendatangkan malapetaka pada warga desa. Figur ibu sebagai sosok yang jahat dan mengerikan turut menyuburkan ketakutan teradap hal-hal seputar feminitas bahkan mengasingkan perempuan secara sosial.
Framing wacana maternal horror dalam berbagai film horor menunjukkan bagaimana kondisi sosio kultural ihwal konsep ibu yang ideal. Sosok ibu dalam film terbagi menjadi dua, yakni good mother dan bad mother. Kedua konsep tersebut pada dasarnya mengikuti logika patriarkal.
Dua film horor kreasi Joko Anwar yang secara spesifik menampilkan sosok monstrous mother ini secara tidak langsung mengamplifikasi peran maternal seorang ibu sebagai bad mother. Mereka digambarkan sebagai monster. Uniknya, sosok ayah justru digambarkan sebaliknya..
Maternal horror menggeser sosok ibu dari dari entitas pemberi kehidupan ke entitas pemberi kematian. Sosok ibu menjelma jadi liyan, mengerikan bahkan disfungsional. Tak hanya itu, ruang domestik —ruang yang identik dengan ibu dan keibuan— juga mengalami disfungsi karena menjadi tempat kengerian teror terjadi.
Film horor hampir selalu menunjukkan paradoks atas sosok perempuan. Di satu sisi mereka dikonstruksi sebagai korban, sedangkan di sisi lain mereka di-framing memiliki sisi montrous. Dalam konteks maternal horror, montrositas ibu merepresentasi bagaimana terbebaninya ia akan idealisasi sosok ibu yang diciptakan masyarakat sehingga ia berperilaku menyimpang.
Buku ini cocok bagi para penikmat film horor. Meskipun fokus mengkaji dua film karya Joko Anwar, terdapat benang merah dan referensi dari film horor lokal maupun internasional.
Duo penulis ini menguraikan bagaimana maternal horror memiliki intertekstualitas dan interdikursivitas dengan produk budaya lain, seperti film-film sebelumnya, folklor, hingga narasi keagamaan.
Buku yang disampaikan dengan gaya populer namun mendalam ini menggaungkan pesan untuk membaca secara kritis film horor Indonesia yang berkelindan dengan ideologi patriarkal dalam masyarakat kita.
Kita diajak untuk terus mengasah daya kritis tatkala menikmati film horor agar tidak sekadar terbius oleh aura kengerian semata tetapi juga berusaha tidak terbawa arus yang melanggengkan stereotip pengiblisan sosok ibu.
Penulis: Albertus Hendy (magang)
Editor: Aan