Review Buku: Ternyata Adam Dilahirkan

Sumber gambar: bukalapak.com

Identitas Buku:

Judul: Ternyata Adam Dilahirkan

Penulis: Agus Mustofa

Penerbit: PADMA Press

Cetakan: Pertama, Mei 2007

Halaman: 256

ISBN: 978-979-1070-06-5

Sebelum masuk pada isi review, saya ingin sedikit bercerita kenapa akhirnya saya tertarik pada pokok pembahasan yang ada di buku ini. Ketertarikan tersebut dimulai dari sebuah pertanyaan konyol yang dilontarkan oleh salah satu senior saya di Ciputat.

“Menurut lu, Nabi Adam punya pusar ga?” kata senior saya.

Jawaban saya cuma, “ga tahu, Bang, mungkin ada.”

Pikir saya, orang mana yang menyusun pertanyaan tidak penting lalu meminta jawabannya kepada orang yang tidak peduli dengan itu? Tetapi setelah diberi penjelasan demi penjelasan, saya terpantik untuk mencari tahu lebih jauh dan menyelami sumber-sumber terkait yang mendukung jawaban bahwa Nabi Adam juga memiliki pusar seperti manusia pada umumnya.

Buku ini terdiri dari 5 bab dengan masing-masing bahasan yang berbeda tetapi tetap saling berhubungan antar babnya. Bab pertama menjelaskan tentang narasi besar (konvensional) bahwa Nabi Adam diciptakan Tuhan dari tanah liat dibentuk seperti boneka kemudian ditiupkan ruh sambil diciptakan Kun Fayakun maka jadilah Nabi Adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga.

Selanjutnya, Nabi Adam hidup di surga tetapi karena kesepiannya, Tuhan menghadirkan Hawa sebagai pendampingnya. Mereka berdua tinggal dan hidup di surga sampai akhirnya mereka kalah oleh godaan setan dengan melanggar perintah Tuhan dan menerima konsekuensinya, yakni turun ke bumi.

Apakah narasi ini sepenuhnya salah? Tidak. Agus Mustofa selaku penulis selalu menekankan pada pembacaan ayat-ayat Al-Quran secara utuh dan holistik. Bukan dengan mengambil ayat dan menafsirkannya sepenggal-sepenggal sehingga muncul kesimpangsiuran narasi.

Al-Quran sebagai sumber informasi yang akurat dan holistik akan selalu berkesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta bukti-bukti ilmiah. Selain memahami ayat-ayat tertulis dalam Al-Quran, kita juga harus senantiasa membaca kebesaran dan kesempurnaan Tuhan pada alam semesta (Kauniyah).

Bab kedua buku ini membahas tentang sejarah bumi. Bab ini dibuka dengan QS Al A’raf (7): 25, “Di Bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati. Dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” Bumi adalah planet istimewa yang dipilih Tuhan sebagai tempat berkehidupan manusia. Tidak ada atau belum ada planet sesempurna ini untuk ditinggali manusia.

Bumi memiliki daratan, air, atmosfer, gravitasi, angin, gunung, pepohonan, dan binatang guna memfasilitasi kehidupan manusia. Serta terdapat mekanisme untuk mempertahankan keseimbangannya seperti persediaan air bersih, rantai makanan, pergantian musim, serta siang dan malam. Semuanya sudah diatur oleh Tuhan sesuai ritme dan polanya (Sunnatullah), lagi-lagi untuk manusia hidup di muka bumi.

Tuhan mempersiapkan bumi dengan segala fasilitasnya tersebut selama hampir 5 miliar tahun. Selama masa persiapan itu, bumi mengalami perkembangan secara bertahap. Kalau dalam istilah Al-Quran diciptakan dalam dua masa, khusus untuk menyiapkan tempatnya (daratan, air, udara).

Sedangkan untuk menyiapkan kebutuhan makan untuk manusia, Tuhan menyiapkannya selama empat masa. Jadi, bumi ini perlu 6 masa sebelum ditempati oleh manusia dan kesemuanya itu bertahap serta berproses.

Maksudnya, dengan sifat Tuhan yang maha pencipta (Al-Khaliq) dan maha perkasa (Al-Aziz), Dia tetap menciptakan bumi dan seisinya melalui proses. Bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukannya secara langsung, Dia pasti mampu dan itu sangat mudah bagi-Nya. Akan tetapi berdasar pada ayat-ayat Al-Quran, secara holistik menjelaskan bahwa penciptaan bumi dan manusia terjadi melalui proses dan Tuhan telah menetapkan ukuran-ukuran penciptaannya tersebut secara tepat.

Lantas bagaimana dengan Nabi Adam? Diciptakan atau dilahirkan? Jika memang diciptakan dari apa ia diciptakan? Dari tanah? Tanah yang seperti apa? Sebab sekurang-kurangnya Tuhan menyebut tanah (untuk pembentukan manusia) dalam beberapa term di Al-Quran.

Ada thiin (tanah keras seperti berbatuan), sulaalatin min thiin (saripati tanah), shalahaal (tanah liat), shalshaalin kalfakhkhar (tanah tembikar), hamaa-in (tanah lumpur hitam), atau turob (tanah gembur atau topsoil). Mana yang paling cocok untuk penciptaan manusia termasuk Nabi Adam?

Sabar, enggak usah terburu-buru, sebab di dalam Al-Quran juga disebutkan jika manusia diciptakan Tuhan dari air sebagaimana dalam QS An-Nur (24): 45 yang berbunyi, “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air.” Penciptaan manusia dari air juga dijelaskan QS Al-Furqan (25): 54 yang berbunyi, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air.”

Bukan tanpa alasan Tuhan menyebut air sebagai dasar penciptaan manusia. Air menjadi faktor utama kehidupan, termasuk manusia. Setidaknya dalam susunan tubuh manusia dewasa terdapat kandungan 70% air, anak-anak di atas 80%, dan pada sperma-ovum sebagai cikal bakal manusia terdiri diri 96% air.

Jawaban atas kebingungan di atas terjawab pada QS Al-Mu’minun (23): 12-14. Ayat ini menjelaskan bahwa asal mula manusia (Al-Insan) adalah tanah, tetapi tanah tersebut disempurnakan terlebih dahulu dengan cara disaripatikan menjadi sperma-ovum (nuthfah) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian sperma-ovum itu menjadi segumpal darah/zigot (alaqah), lalu menjadi segumpal daging (mudhghah) hingga menjadi tulang belulang dan bayi yang terlahir.

Pada ayat-ayat yang bercerita tentang penciptaan manusia, Tuhan menggunakan dua term, yakni: Al-Basyar dan Al-Insan. Al-Basyar merujuk kepada penciptaan dari tanah langsung dan berupa bentuk fisik seperti: kepala, tangan, badan, kaki, dsb. Sedangkan Al-Insan merujuk kepada penciptaan manusia dari sperma-ovum lalu diproses di dalam rahim.

Mudahnya, Al-Insan ini adalah jenis yang lebih khusus, modern dan berperadaban daripada Al-Basyar. Gambaran lebih jelasnya ada di QS Al-Hijr (15): 28-30 dan Shad (38): 71-73 yang menceritakan tentang penciptaan manusia (Al-Basyar) dari tanah kemudian Tuhan menyempurnakannya lagi (menjadi Al-Insan) dan meniupkan ruh-Nya lalu menyuruh malaikat untuk bersujud (kepada Al-Insan).

Nabi Adam adalah Al-Insan. Sebagaimana Al-Insan lainnya, penciptaannya melalui proses kehamilan orang tuanya. QS Ali Imran (3): 59 berbunyi, “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu.”

Dari ayat di atas secara tidak langsung Tuhan menyamakan proses penciptaan Nabi Isa dan Adam. Ketika Nabi Isa yang dilahirkan dari rahim ibunya (Maryam) maka Nabi Adam pun dilahirkan seperti Nabi Isa.

Nabi Adam ialah spesies yang sudah berperadaban tinggi. Hal ini dibuktikan langsung pada QS Al-Baqarah (2): 30 yang mana Tuhan hendak menjadikan seorang khalifah (Adam) di bumi. Respons malaikat awalnya meragukan karena manusia dinilai hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Tetapi akhirnya malaikat mau bersujud kepada Nabi Adam (Al-Insan) karena kemampuan akalnya di luar dugaan malaikat.

Nabi Adam dengan mudahnya menguasai ilmu pengetahuan (nama-nama benda) yang diajarkan Tuhan kepadanya. Hal ini semakin diperkuat dengan cerita anak-anak Nabi Adam (Qabil dan Habil) yang sudah mengenal sistem pertanian dan peternakan, tidak lagi berpindah-pindah untuk berburu dan mencari makan. Artinya, Keluarga Adam sudah mengenal peradaban yang lebih maju dibandingkan pendahulunya (Al-Basyar).

Seperti manusia modern hari ini, Nabi Adam pun dilahirkan dari rahim seorang perempuan. Ia disebut sebagai Al-Insan dalam Al-Quran karena sudah memiliki intelektualitas yang tinggi berbeda dengan Al-Basyar (manusia purba). Oleh karenanya, Tuhan memilih Nabi Adam untuk memimpin umatnya seperti yang tercantum dalam QS Ali Imran (3): 33,  “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing).”

Kemudian Tuhan memberi penjelasan pada QS Ibrahim (14): 4, “Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka.” Maka kaum Nabi Adam (yang diragukan malaikat sebab akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah) adalah Al-Basyar.

Hadirnya Nabi Adam untuk mengubah dan memberi rahmat bagi seluruh alam semesta, makanya ia diberi akal oleh Allah untuk mengelola bumi. Bukan sebagai perusak seperti makhluk-makhluk sebelumnya yang Tuhan ciptakan dan tumbuhkan langsung dari tanah bumi.

Penulis: Raihan Immaduddin (Sejarah 2020)

Editor: Andriv

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top