Catatan Kecil Sepulang Kongres

Minggu (21/05/2023), Kongres Nasional Pers Mahasiswa Indonesia Ke-XVII digelar di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kongres ini digelar hingga hari Jumat (26/05/2023). Lembaga pers mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul guna membahas resolusi perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. Acara ini juga digelar guna memilih Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang baru.  

Perlu diketahui bahwa lembaga pers mahasiswa yang ada di Indonesia tidak dilindungi oleh Undang-Undang no. 14 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).. UU Pers hanya melindungi perusahaan pers yang berbadan hukum dan lembaga pers mahasiswa tidak memiliki itu.  

Pers mahasiswa yang tidak memiliki perlindungan ini menjadi sangat rentan akan pemberedelan dan intimidasi dari pihak kampus atau aparat pemerintahan. Pemberedelan terhadap pers mahasiswa mencederai kebebasan informasi dan kebebasan bersuara di lingkungan kampus. 

Kongres Nasional kemarin, bagi saya tidak berhasil menemukan solusi konkret dalam memberikan perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. Solusi yang sedang diusahakan oleh Dewan Pers adalah membuat kesepakatan bersama (MoU) antara Dewan Pers, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan Kepolisian Republik Indonesia. 

Kesepakatan ini bertujuan agar permasalahan dan sengketa pers yang menimpa pers mahasiswa dapat diselesaikan oleh Dewan Pers selaku otoritas pers dan jurnalistik yang ada di Indonesia. Peran kepolisian cukup memberikan perlindungan bagi jurnalis mahasiswa dan penerbitan mereka serta menindak pidana siapa saja yang melakukan kekerasan, intimidasi dan represi kepada pers mahasiswa. 

Kesepakatan atau MoU semacam ini tidak cukup untuk memberikan perlindungan hukum kepada pers mahasiswa. Hal ini dikarenakan kesepakatan atau MoU antara beberapa pihak yang terlibat dapat dibatalkan begitu saja oleh satu pihak terkait. Pers mahasiswa perlu mengambil langkah-langkah mandiri dan bergerak secara mandiri tanpa perlu menunggu Dewan Pers, misalnya. 

Jaringan pers mahasiswa yang luas dapat dimanfaatkan guna menyebarluaskan isu perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. Aksi-aksi yang dapat diambil oleh jaringan pers mahasiswa adalah membuat pemberitaan atau publikasi serentak secara nasional tentang pentingnya perlindungan hukum bagi pers mahasiswa.

Akan memalukan jika pers mahasiswa yang memiliki jaringan yang luas di seluruh Indonesia hanya mengandalkan Dewan Pers untuk memenuhi aspirasi pers mahasiswa. Pers mahasiswa selalu merayu, meminta, dan berharap kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas. Jejaring pers mahasiswa harusnya berani menuntut dan mendesak kepada Dewan Pers dan kementerian-kementerian terkait.

Harapannya aksi tersebut dapat menarik perhatian publik sehingga isu ini dapat menjadi perhatian masyarakat luas. PPMI juga perlu untuk melakukan dialog dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan Kepolisian Republik Indonesia guna mencari solusi baru.

Solusi baru bisa berupa pencetusan undang-undang baru yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pers mahasiswa serta menjamin kebebasan berpendapat di dalam masyarakat. 

Amerika Serikat dapat menjadi contoh dalam perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat menjamin kebebasan pers seluruh warga Amerika, termasuk mahasiswa walau terdapat perbedaan implementasi di setiap negara-negara bagian. 

Salah satu negara bagian yang baru saja memberikan payung hukum bagi jurnalisme kampus adalah Virginia Barat. Negara bagian ini menjadi negara bagian yang ke-17 dalam memberikan hukum perlindungan pers mahasiswa dengan mengesahkan Student Journalist Press Freedom Protection Act beberapa bulan yang lalu.

Langkah-langkah yang dapat diambil oleh jaringan pers mahasiswa di Indonesia adalah membentuk semacam pusat bantuan hukum pers mahasiswa seperti yang ada di Amerika Serikat yang bernama Student Press Law Center (SPLC). Lembaga bantuan hukum non-profit ini didirikan pada 1974. 

Lembaga pusat bantuan hukum pers mahasiswa yang perlu didirikan di Indonesia harus bertujuan untuk memberikan bantuan advokasi hukum serta memberikan pendidikan advokasi bagi pers mahasiswa di Indonesia. Lalu bagaimana dengan PPMI?

PPMI tidak memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan hukum kepada pers mahasiswa yang terjerat masalah hukum atau dipidanakan. PPMI memiliki Badan Pelaksana Advokasi, akan tetapi PPMI bukanlah lembaga yang memiliki badan hukum sehingga tidak cukup kuat dihadapan sistem hukum Indonesia.

Pers mahasiswa perlu berusaha lebih keras lagi guna memperjuangkan perlindungan hukumnya. Pers mahasiswa dengan jaringannya yang kuat dapat mengangkat isu ini ke khalayak nasional sehingga dapat menjadi perhatian para pakar dan pembuat hukum di Indonesia.

Pers mahasiswa perlu belajar untuk berjuang menggunakan “suara” dan “tangan” mereka sendiri, sehingga aspirasi-aspirasi pers mahasiswa tentang perlindungan hukum dapat diperjuangkan secara lebih lantang dan masif. 

Untuk apa pers mahasiswa di seluruh Indonesia ini berjejaring jika hanya untuk sekedar berharap dan meminta kepada Dewan Pers untuk membuat kesepakatan payung hukum bagi pers mahasiswa? 

Pers mahasiswa dengan kekuatannya sendiri perlu menuntut dan mendesak dengan tegas kepada pihak-pihak yang berwenang untuk membentuk produk hukum yang sah dan kuat bagi perlindungan pers mahasiswa dan kehidupan jurnalistik di universitas yang bebas! 

Hari ini gerakan pers mahasiswa jangan menjadi gerakan yang memelas, meminta, dan berharap melainkan menjadi sebuah gerakan jaringan kuat yang menuntut, mendesak, dan menggugat!

Referensi

Bowen, J. (t.thn.). The First Amendment and student media. Dipetik Mei 26, 2023, dari Principal’s Guide to Scholastic Journalism: http://principalsguide.org/the-first-amendment-and-student-media/

splc.org. (t.thn.). About the Student Press Law Center. Dipetik Mei 26, 2023, dari splc.org: https://splc.org/about/

Penulis: Muhamad Farhan Prabulaksono
Editor: Andriv Pambudi Wicaksono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top