Re: dan peRempuan: Sisi Gelap Dunia Pelacuran yang Diabaikan

Sumber Gambar: Gramedia.com

Identitas Buku

Penulis : Maman Suherman

Penerbit : Penerbit Pop

Cetakan : XII, September 2023

Halaman : 330

ISBN : 9786024815615

Maman Suherman, atau Herman, tokoh utama sekaligus penulis buku ‘Re: dan Perempuan,’ menceritakan sekelumit pengalamannya selama beberapa puluh tahun mendalami kehidupan pekerja seks di Jakarta. 

Demi menuntaskan skripsinya, Herman, mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia (UI) rela mempertaruhkan nyawanya dengan terjun ke dalam dunia gelap pelacuran untuk sebuah penelitian yang tulisannya akan pula diabadikan untuk redaksi tempat ia bekerja. 

Dalam perjalanannya, Herman bertemu Rere yang kerap ia sebut sebagai Re:, wanita yang dipaksa menjadi pekerja seks untuk melayani sesama perempuan karena utangnya yang berlipat ganda kepada Mami Lani, mucikari kelas kakap. Herman pun memilih Re: sebagai obyek penelitian skripsinya sekaligus bekerja sebagai sopir pribadi Re: untuk mendapatkan sedikit pemasukan demi menuntaskan kuliahnya. 

Dua tahun berkelana menjadi sopir seorang pekerja seks, ia ternyata turut masuk ke dalam lika-liku dan gelapnya dunia pelacuran. Herman menyaksikan sendiri bagaimana sebuah pesta seks berlangsung hingga serentet kematian dan ketidakadilan yang dialami oleh para pekerja seks namun diabaikan bak mereka bukanlah bagian dari negara, mereka bukan manusia. 

Dalam buku ini, tokoh perempuan diagungkan oleh Herman, mengingat Re: adalah salah satu tokoh penting dan sangat berjasa bagi masa depannya sebagai mahasiswa. Herman memaparkan secara blak-blakan bagaimana dunia Re: dan teman-temannya berjalan di sisi lain kehidupan yang biasanya terlihat.

“Mengapa buku kehidupan perempuan harus sarat seloka luka?”

Tak hanya sarat akan luka-luka perempuan, novel ini juga sarat akan ilmu hukum dan keagamaan. Di dunia Re: pula, Herman menggali ilmu-ilmu tersebut. Ilmu yang tak pernah ia duga akan ia temukan dalam kehidupan para pekerja seks. 

Novel ini merupakan gabungan dari dua novel berjudul ‘Re:’ dan ‘peRempuan’ karya Maman Suherman. Bagian ‘Re:’ sepenuhnya bercerita tentang Re: dan perjalanan Herman di dunia Re:, sedangkan bagian ‘peRempuan’ adalah cerita tentang kehidupan Herman bersama anak Re:, Melur, sekaligus obrolan-obrolan mengenai rahasia masa lalu yang Herman tutup rapat-rapat.

Tak hanya kumpulan cerita pengalaman yang penuh luka dan air mata, Herman menyisipkan puisi-puisi pendek, setitik humor dan obrolan tentang cinta yang ia pelajari dari Re:, sahabat sekaligus cintanya yang abadi dalam tulisan-tulisannya. 

“Cinta tak terdefinisi, tak berujung, seperti minuman yang semakin diminum semakin tak membuat hilang haus. Jangan berhenti, terus saja mencintai.”

Re: selalu mengungkapkan bahwa ia begitu bahagia dan beruntung walau pada kenyataan, hidupnya tentu penuh luka. Re: mencintai kehidupannya, mencintai Melur, dan sampai akhir ia mencintai dirinya sendiri. 

Sampai akhir pun, cintanya tidak berhenti. Cinta Re: kepada Melur dilanjutkan melalui Herman, cinta Re: kepada dunia ini hidup dalam diri Melur, dan cinta Re: kepada dirinya sendiri hidup di antara mereka berdua. 

Ketika Melur pulang ke Indonesia, yang ingin ia tahu adalah kehidupan sebenarnya tentang ibu kandung Melur. Melur ingin tahu siapa ibu kandungnya, siapa yang membunuhnya, apa pekerjaan ibu kandungnya, dan rentetan pertanyaan lain yang ia kejar untuk mencapai garis balas dendam.

Sedangkan, Herman, yang diikat janji untuk membawa serta rahasia-rahasia hidup Re:, merasa gelisah dan takut kalau sampai Melur berniat membalaskan dendam ibunya. Herman ingin Melur tetap jadi orang baik dan bersih, jauh dari segala dosa dan rasa bersalah. Apalah daya, pilihan Melur bukan lagi kuasa Herman.

Selama membaca novel ini, sesekali saya berhenti untuk mengembuskan napas panjang. “Kisah penuh sesak dan rasa sakit!” begitu komentar saya saat menamatkan bagian ‘Re:’. 

Saya kira kisah penuh luka itu cukup berhenti pada satu bagian saja, ternyata kisah tersebut berlanjut pada bagian kedua, ‘peRempuan.’ Saya tidak hanya membaca kisah-kisah yang dikumpulkan Herman, namun saya turut belajar melalui obrolan-obrolan panjang mengenai hukum negara, teori pemidanaan, kepercayaan pada Tuhan, serta belajar tentang cinta dan kehidupan yang belum saya lihat sepenuhnya.

Walau ditulis oleh laki-laki, Herman menyajikan tulisan tentang perempuan ini untuk menunjukkan bahwa di balik luka-luka yang dialami perempuan, mereka jauh lebih kuat melawan kehidupan, penuh syukur, hingga berani menyebut diri mereka beruntung dan bahagia. 

Sayang sekali, masih banyak ejaan-ejaan yang perlu diperbaiki dalam penulisan novel ini. Masih banyak huruf dan tanda baca yang kurang tepat hingga menyulitkan saya untuk memahami beberapa kalimat. 

Mengingat sudah mencapai cetakan keduabelas, seharusnya isi dalam buku ini dicek kembali dan diperbaiki kesalahan ejaannya. Gaya penulisan kedua bagian pun berbeda. Pada bagian ‘Re:’ tampak lebih sederhana dibandingkan ‘peRempuan’ yang ditulis lebih rapi dan cukup indah.

Buku ini sangat cocok bagi siapa pun yang mencintai perempuan dan haus akan ilmu mengenai sisi lain kehidupan yang belum diperlihatkan. Juga siapa pun yang tidak percaya bahwa negara akan membalaskan dendam setiap rakyatnya yang sengsara.

“Keadilan yang dilanggar, tidak boleh diadili melalui cara yang tidak adil.”

Penulis: Marricy
Editor: Andtiv

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top