Di mana Ruang Aman FIB?

Ilustrasi: Khansa

Kekerasan seksual merupakan isu yang perlu mendapatkan ruang keadilan bagi pelaku, korban, dan saksi. Siapapun pelakunya tentu harus ditindak agar hal tersebut tidak terulang lagi pada orang lain, tak terkecuali pada lingkungan kampus. Kampus merupakan salah satu tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua warga kampus. Bukan tidak memungkinkan bahwa lingkungan kampus justru menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan dan laki-laki. Ruang aman adalah tempat yang diharapkan mampu menindak tegas pelaku dan membantu korban mendapatkan keadilan. 

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, terdapat kategori kekerasan seksual menurut pendidikan korban, yakin pada Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 11%. Sedangkan persentase pelaku menurut kelompok pendidikan pada PT yakni sebanyak 12.34%. Databoks juga menyebutkan bahwa data yang diterima Komnas perempuan pada tahun 2015-2021 dalam lingkungan PT sebanyak 35 kasus. 

Tetapi saya rasa data yang disebutkan belum mewakili kondisi aktual korban kekerasan seksual di lingkungan kampus. Beberapa kampus ingin menjaga nama baiknya dengan membungkam kasus kekerasan atau pelecehan, baik pada perempuan maupun laki-laki. Pelaku pun dibebaskan dari sanksi secara akademik maupun sosial. Padahal dengan diamnya kampus tersebut akan menjadi bom waktu, apabila suatu saat diketahui ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual pada perempuan atau laki-laki yang dapat menjatuhkan nama baiknya. Seperti bumerang memang, karenanya perlu langkah yang tepat untuk menangani isu ini.

Menanggapi isu kekerasan seksual, Universitas Diponegoro (Undip) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor No. 13 Tahun 2022 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Satgas (Satuan Tugas) PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) yang telah diangkat melalui SK Rektor No. 292/UN7.A/HK/XI/2022, dinilai masih kurang aktif dalam melakukan pencerdasan dan penanganan kekerasan seksual terhadap seluruh warga kampus. Pengangkatannya pun tidak melalui tahap uji publik sehingga kapabilitas para anggotanya masih perlu dipertanyakan. 

Seharusnya tim Satgas PPKS Undip lebih aktif dalam melakukan pencerdasan dan penanganan kasus sehingga mendapatkan kepercayaan dari para korban dan saksi yang selama ini memilih diam. Mengingat stigma masyarakat tentu melekat pada korban, bukan pada pelaku. Saya rasa perlu diberikan kejelasan terkait bagaimana alur pengaduan dan penanganan pada tiap-tiap fakultas sehingga korban dapat mendapatkan keadilan. Demi terciptanya ruang aman dalam lingkungan kampus. 

Hal ini seharusnya menjadi suatu pertanyaan besar, bagaimana bisa kampus ternama seperti Undip tidak mendukung ruang aman tersebut. Berkaca pada Universitas Indonesia (UI) yang gagal dalam melindungi sivitasnya, hingga akhirnya Satgas PPKS UI memilih untuk mundur. Hal ini seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi Undip untuk mempertegas bagaimana penanganan isu kekerasan seksual dengan baik dan benar. 

Dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus lain dan tidak adanya pencerdasan dan penanganan oleh fakultas tentu akan membuat sivitas akademika merasa tidak nyaman ketika beraktivitas di kampus. Setidaknya diberi pencerdasan mengenai langkah apa yang harus dilakukan ketika menjadi korban maupun saksi. Pencerdasan ini seharusnya tidak hanya diberikan kepada mahasiswa baru, tetapi juga diberikan kepada seluruh warga kampus. 

Menanggapi SK Rektor tersebut, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) mengeluarkan SE (Surat Edaran) No. 765/UN7.F6/SE/VIII/2023 tentang Kekerasan Seksual yang dikeluarkan pada 31  Agustus 2023. Namun SE tersebut tidak mencakup bagaimana penanganan pelecehan seksual itu sendiri. Surat edaran tersebut hanya sekedar membatasi pertemuan antar sivitas akademika. SE tersebut bukan merupakan jawaban atas keresahan mahasiswa dan juga mungkin di kalangan dosen maupun karyawan. Harapan dari sivitas akademika saya rasa adalah penanganan kekerasan seksual. Korban mendapatkan bantuan secara psikis dan hukum. Saksi mendapatkan bantuan dari segi keamanan. Pelaku mendapatkan kebijakan yang sepadan dengan apa yang dilakukan, serta sanksi sosial. 

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB memiliki program kerja untuk menciptakan ruang aman, yang sudah tertera pada Grand Design Organisasi ketua dan wakil ketua BEM FIB 2024. “Ruang aman merupakan sebuah wadah yang disediakan oleh BEM FIB Undip 2024 sebagai bentuk awareness BEM FIB Undip terkait dengan tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus,” bunyinya. Namun sampai sekarang belum juga terlihat tanda-tanda awareness terhadap isu ini, apalagi pencerdasan terhadap masyarakat FIB mengenai mekanisme pelaporan kepada BEM FIB. Hak ini seharusnya juga didukung oleh Senat Mahasiswa (SM) FIB dalam membuat Peraturan Mahasiswa (Perma) mengenai kekerasan seksual. Bukan hanya sebatas mengawasi ormawa (organisasi mahasiswa) atau UKM (Unit Kreativitas Mahasiswa) dan melewatkan perihal yang urgent ini.

Rekam jejak kepedulian Ormawa dalam pencegahan serta penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual belum cukup terlihat. Seakan-akan Ormawa hanya mau bergerak ketika ada pelaporan, dalam hal ini berarti Ormawa kurang berkontribusi dalam pencegahan dan pencerdasan. Ruang Aman FIB yang dibentuk BEM FIB 2022 juga tidak menunjukkan eksistensi dan keberlanjutan. Menjadi sebuah pertanyaan besar, masihkah ada ruang bagi korban untuk memperjuangkan keadilan?

Padahal UKM  seperti Teater EMKA (Emper Kampus) telah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu ini melalui pertunjukan yang berjudul “Andam Karam” pada pertunjukan Malam Gairah Bulan Purnama tahun 2023. Ormawa seharusnya menunjukkan kepedulian terhadap ruang aman ini bukan malah membiarkan terjadinya relasi kuasa untuk mengancam korban dan menjadi sarang bagi para predator seksual. 

Mungkin banyak Ormawa berpikir bahwa untuk menentukan langkah konkret dalam pencegahan serta penanganan kasus kekerasan seksual hanya bisa dimulai dari adanya pelaporan lalu investigasi lalu solusi. Padahal untuk pencegahan sendiri dapat dimulai dari hal yang kecil, misalnya menunjukkan simpati kita terhadap para korban atau memberikan pencerdasan kepada warga kampus. Kekerasan seksual di lingkungan kampus  merupakan bentuk dosa besar dalam lembaga pendidikan. 

Yang perlu dipertanyakan di sini adalah, di mana ruang aman FIB? Ruang aman ini tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga untuk laki-laki. Mengingat yang bisa menjadi korban pelecehan seksual tidak hanya perempuan. Baik secara verbal maupun non verbal. Ruang aman ini seharusnya tidak hanya ditujukan pada mahasiswa saja, siapapun bisa menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual. 

Mengingat sebelumnya pernah terjadi kasus pelecehan seksual oleh dosen mesum di FIB pada tahun 2019, dan penanganannya sebatas memberi sanksi pada pelaku. Sampai saat ini bisa saja pelaku, yang sudah aktif kembali menjadi dosen, melakukan hal serupa. Melihat hal ini, korban tidak berani melaporkan karena tidak mengetahui mekanisme pelaporan pelecehan seksual di FIB atau korban takut melaporkan karena yang menjadi pelaku merupakan dosen. 

Beberapa pengalaman dari korban mengatakan bahwa ketiadaan informasi yang jelas dan pendampingan yang memadai menjadi alasan mereka untuk tidak melaporkan apa yang dialaminya. Ketiadaan Satgas PPKS di tingkat Universitas dan ruang aman di FIB juga menjadi sebuah momok tersendiri bagi seluruh sivitas akademika. 

Ormawa-ormawa kampus peduli dengan isu politik, mendemo pemerintah dan menjadi oposisi. Tetapi di satu sisi melupakan isu kampus yang harus segera diberikan kejelasan, yang sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk memberikan output yang berdampak pada mahasiswa. 

Saya tidak habis pikir, bagaimana perasaan korban apabila berkehidupan dalam kampus harus bertemu pelaku yang dengan tanpa rasa bersalah hidup tenang. Tentu itu akan menjadi trauma tersendiri bagi korban, yang nantinya bisa berdampak pada kesehatan mental korban. Hal yang menjadi dasar dari tulisan ini adalah keresahan saya pribadi terhadap kurangnya kepedulian berlanjut oleh FIB perihal kekerasan seksual.  

Komnas Perempuan. 2024. Gerak Bersama Dalam Data Laporan Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2022. https://komnasperempuan.go.id/laporan-pemantauan-ham-detail/gerak-bersama-dalam-data-laporan-sinergi-database-kekerasan-terhadap-perempuan-tahun-2022. diunduh pada Kamis 11 April 2024. 

Kampus, Lingkungan Pendidikan dengan Kekerasan Seksual Terbanyak. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/12/20/kampus-lingkungan-pendidikan-dengan-kekerasan-seksual-terbanyak

Penulis: Diyah

Editor: Juno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top