Rabu (1/5/2024), Aliansi Masyarakat Jawa Tengah mengadakan aksi peringatan hari buruh sedunia di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Aksi ini dihadiri oleh massa buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang.
Dalam orasinya, Mulyono selaku koordinator KASBI Jawa Tengah menyerukan bahwa nasib buruh di Jawa Tengah sangat menyedihkan jika dilihat dari naiknya harga-harga kebutuhan pokok yang tak sebanding dengan upah buruh di Jawa Tengah yang dapat dikatakan cukup rendah.
Dalam aksi ini ada beberapa tuntutan yang dibawa oleh KASBI, tuntutan utama yang dibawa ialah cabut UU Cipta Kerja dan perlakukan upah layak nasional.
“Pertama cabut UU Cipta Kerja Omnibus Law, lalu hapus perjanjian kontrak dan outsourcing, perlakukan upah layak nasional juga sediakan akses pendidikan bagi anak-anak para buruh, pendidikan yang murah dan berkualitas. Lalu turunkan harga bahan pokok,” jelas Mulyono.
Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Feri Agung Gumelar selaku koordinator lapangan dari Universitas Sultan Agung (Unissula).
“Pemerintah perlu memberikan upah layak secara nasional karena mengingat upah di Jawa Tengah ini adalah upah yang paling rendah dari semua provinsi,” tegas Feri Agung.
Pada mulanya aksi berjalan kondusif, peserta aksi berkumpul di titik aksi sekitar pukul 12.30 WIB, tetapi sekitar pukul 15.54 WIB polisi mulai memukul mundur massa aksi serta menyemprotkan water canon. Tidak berhenti di situ, polisi juga memukul dan menyeret beberapa massa aksi.
Tindakan represif dari polisi ini terjadi setelah massa aksi meminta untuk memasuki kantor gubernur atau meminta dipertemukan dengan pejabat yang bersangkutan untuk menemui massa aksi di depan kantor Gubernur.
Berdasarkan rilis pers Aliansi Masyarakat Jawa Tengah, setidaknya terdapat lebih dari tiga massa aksi yang terluka dan memar akibat tonfa (pentungan polisi) pada bagian tangan, leher, maupun dada.
Setelah terjadi tindakan represif ini kemudian datang massa buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). FSPMI dan KSPI dalam aksi ini membawa empat tuntutan, yaitu:
- Cabut Omnibus Law atau UU Cipta Kerja
- HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah)
- Cabut gugatan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) terhadap UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) Jawa Tengah 2024
- Pekerjakan kembali delapan pekerja Pertamina Cilacap yang di PHK (pemutusan hubungan kerja) sepihak karena menjadi calon legislatif Partai Buruh.
Ketika massa FSPMI dan KSPI datang, massa aksi dari mahasiswa dan KASBI sudah mundur dari depan kantor gubernur dan menyisakan sedikit massa yang berhadapan dengan aparat kepolisian.
Buruh-buruh FSPMI dan KSPI kemudian menggelar aksi di selatan gerbang kantor gubernur.
Meski diwarnai dengan tindakan represif, Mulyono selaku koordinator KASBI menyatakan bahwa aksi-aksi seperti ini harus tetap hidup.
“Aksi Hari Buruh ini sangat bagus karena dikompilasi dengan Hardiknas, Hari Pendidikan Nasional, dan mudah-mudahan momen-momen seperti ini harus tetap terlaksana,” tegas Mulyono.
Dia juga menambahkan bahwa gerakan bersama antara buruh, mahasiswa dan elemen sipil lainnya perlu terus menerus berkembang.
“Gerakan-gerakan buruh, rakyat, bersama mahasiswa ini bisa lebih berkembang lagi untuk mengkritisi regulasi pemerintah yang memang tidak memihak kepada rakyat, terutama bagi buruh,” jelas Mulyono.
Penulis: Farhan
Reporter: Farhan, Faruq, Dewa dan Wildan (magang)
Editor: Fajri