Musik bukan hanya tentang melodi dan harmoni, tetapi musik adalah cerminan tentang perasaan, pandangan, dan aspirasi kuat yang mendesak akan perubahan. Ditengah hiruk pikuk industri musik di Indonesia, hadir angin segar dengan semangat baru dari aliran musik Post-Punk.
Aliran musik Post-Punk adalah aliran musik kompleks dan beragam yang muncul sebagai perkembangan budaya Punk Rock di akhir tahun 1970-an. Band-band Post-Punk masih mempertahankan akarnya dalam gerakan punk, tetapi lebih bereksperimen dengan menggabungkan unsur-unsur musik Gothic, Disco, Funk hingga Krautrock
Sukatani merupakan grup musik Post-Punk asal Purbalingga, Jawa Tengah. Sukatani beranggotakan duo punk yang aktif dalam gerakan sosial dan lingkungan. AL atau Alectroguy sebagai gitaris/produser, serta Ovi atau Twister Angel sebagai vokalis.
Pada tanggal 24 Juli 2023, Sukatani merilis album pertamanya dengan format digital yang berjudul “Gelap Gempita”. Album tersebut berisikan delapan lagu. Diantaranya adalah Sukatani, Bayar Bayar Bayar, Semakin Tua Semakin Punk, Tanam Kemandirian, Alas Wirasaba, Realitas Konsumerisme, Jangan Bicara Solidaritas, dan Gelap Gempita.
Album “Gelap Gempita” memainkan musik Post-Punk dengan sensibilitas New Wave yang kental. Nada-nada gelap Gothic-Rock berpadu padan dengan melodi New Romantic hingga kecerian Synth-Pop. Album “Gelap Gempita membawa pesan penting bagi pendengarnya.
Lirik-lirik dari album tersebut mengangkat isu sosial dan lingkungan yang beberapa dekat dengan realitas masyarakat Purbalingga. Sukatani juga memasukan dialek Banyumasan atau biasa disebut bahasa Ngapak dalam beberapa lagunya yang menambah kedalaman dan kekayaan pada karya mereka.
Secara keseluruhan album ini membahas isu sosial, politik dan lingkungan. Isu yang diangkat diantaranya pada lagu pembuka yang berjudul “Sukatani”, memuat lirik yang menggambarkan keakraban band Sukatani dengan para petani.
Matur Nuwun wong tani
Dewek dadi teyeng mangan
Matur Nuwun wong tani
Sing wis ngejaga lingkungan
Lirik dalam lagu ini semuanya berbahasa Jawa dialek Banyumasan yang dibalut dengan musik Post-Punk menambah keunikan dari lagu yang dibawakan.
Sukatani menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pertanian bagi kehidupan serta sebagai wujud terima kasih kepada para petani atas kerja keras mereka dalam menjaga ketahanan pangan. Sukatani berharap para petani mendapatkan keadilan serta kesejahteraan, karena petani adalah penghasil pangan dan penjaga lingkungan.
Kemudian pada lagu yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”, Sukatani mengangkat isu korupsi dan pungutan liar di kepolisian.
Mau Korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Lagu ini menceritakan bagaimana korupsi dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan cara yang amat banyak. Penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri akan mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum serta menimbulkan ketidakadilan di lapisan masyarakat. Muatan lirik dalam lagu ini adalah sebuah perlawanan dalam upaya pemberantasan budaya korupsi di kalangan aparat penegak hukum.
Pada lagu “Alas Wirasaba” Sukatani membahas bagaimana pembangunan infrastruktur itu berdampak bagi lingkungan sekitarnya.
Pas esih cilik inyong, pada mlaku-mlaku
Karo batir-batir maring, alas Wirasaba
Pada ngarahi tebu, meneki wit jambu
Dolanan sudamanda, karo brancakan
Lah saiki alas era ana
Wis dadikna bandara
Terus inyong arep dolanan nang ngendi ya
Jebul batire mbarang, wis pada ilang
Lagu ini ditulis dengan menggunakan dialek bahasa Banyumasan yang membawa nostalgia masa kecil para personil Sukatani di hutan yang dulunya menjadi tempat bermain mereka waktu kecil yang sekarang berubah menjadi bandara. Lagu ini menjadi pengingat dampak dari pembangunan bandara yang tidak jarang akan berdampak mengorbankan alam dan kenangan masa kecil personil Sukatani.
Alas atau kerap disebut hutan memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat sekitar. Dampak negatif dengan adanya bandara dapat menghilangkan sumber daya alam, kerusakan habitat flora dan fauna, serta menyebabkan pencemaran air bagi masyarakat sekitarnya.
Sukatani tak melulu membahas lingkungan, pada lagu “Realitas Konsumerisme”, mereka juga mengangkat isu kehidupan manusia modern.
Kehidupan dihadapkan banyak keinginan
Keinginan tak ubahnya ujian
Kredit cicilan dan hutang tanpa ada urgensi
Kaji ulang dan pikir lagi
Sesungguhnya kemampuan
Belum mencukupi
Realitas konsumerisme
Produktivitas nol
Mengangkat tentang pola hidup konsumerisme karena dampak dari globalisasi. Hal tersebut menciptakan ketimpangan sosial dimana kehidupan banyak dihadapkan oleh keinginan yang sesungguhnya kemampuan belum mencukupi akan pola hidup konsumerisme. Ditambah produktivitas yang tidak seimbang dengan pola konsumerisme seseorang akan membuat seseorang mengalami kesenjangan sosial dan ketidakseimbangan ekonomi.
Pada lagu penutup berjudul “Gelap Gempita”, Sukatani mencoba menyampaikan pesan penutup, yaitu sebuah pesan perlawanan terhadap pemerintah.
Di dalam otak mereka hanyalah kekuasaan
Di dalam hati mereka tak ada kepuasan
Di dalam cara mereka terpampang kedzaliman
Di dalam harap mereka cahaya kemenangan
The light shining on them
Will be blocked by this flag
Sukatani tidak segan untuk menyampaikan sikap perlawanan terhadap mereka yang mempunyai jabatan di pemerintahan yang dengan kesewenang-wenangannya menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Dampak buruk dari kesewenang-wenangan penguasa terhadap masyarakat adalah terciptanya konflik sosial, melemahnya perekonomian, kemiskinan, dan ketidakadilan.
Album “Gelap Gempita” adalah sebuah karya musik yang patut diapresiasi karena keberanian Sukatani dalam menyuarakan kritik terhadap sosial, politik dan lingkungan yang tidak jauh dari kehidupan mereka.
Sukatani membawa angin segar bagi industri musik Indonesia dengan musiknya yang unik dan lirik lagunya yang sarat akan makna. Sukatani mengajak masyarakat untuk membangun kesadaran dan mendorong perubahan yang lebih baik di masyarakat.
Penulis: Imam Choiridho
Editor: Farhan