Hari Bhayangkara Ke-78: Evaluasi Polri sebagai Pelayan Masyarakat

Policemen
Dok, Hayamwuruk/Amadeus

Instansi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) genap berusia 78 tahun pada 1 Juli 2024. Peringatan ulang tahun ini juga dikenal dengan Hari Bhayangkara. Peringatan ini merupakan agenda untuk mengenang serta merayakan Polri yang dibentuk pada 1 Juli 1946. Sebelumnya, Polri dibentuk dengan nama Badan Kepolisian Negara (BKN) pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Berdirinya Polri sebagai perangkat pelindung negara berfungsi memberantas kriminalitas dan menciptakan situasi kondusif, sehingga tercipta keamanan serta kenyamanan dalam masyarakat.

Namun apakah berdirinya Polri selama 7 dekade lebih berhasil memenuhi fungsinya?

Pada era yang serba digital ini, masyarakat lebih mudah mengakses serta mengunggah informasi. Fenomena “viral” kini merupakan hal yang sangat mudah terjadi. Hal ini kadang menjadi bumerang bagi publik, karena terkadang konten yang diunggah tidak sesuai kenyataannya. Namun hal ini juga dimanfaatkan baik oleh masyarakat Indonesia, untuk mengungkapkan kasus yang cenderung sulit mendapatkan perhatian dari kepolisian.

Sulitnya mendapat perhatian polisi dan proses yang lambat atau “mandek” memicu masyarakat mengambil perhatian dengan cara lain, yaitu dengan menggugah keresahannya lewat media sosial.  Mari ambil salah satu kasus besar yang naik kembali yaitu kasus Vina, seorang perempuan asal Cirebon yang tewas mengenaskan. Setelah 8 tahun, bahkan hingga kasus ini diangkat ke layar kaca dan menimbulkan kontroversi, pelaku utama belum juga tertangkap. Setelah mencuat di berbagai media, baru kasus ini terlihat ada perkembangan yang menonjol. Tertangkapnya pelaku juga menimbulkan kontroversi pada publik karena dianggap banyak kerancuan.

Kemudian beberapa pekan lalu, media dihebohkan dengan kasus Afif Maulana, anak berusia 13 tahun yang tewas di sungai Kuranji, Padang. Afif diduga tewas akibat siksaan karena ditemukan kerusakan lebam dan kerusakan pada paru-parunya.  Kematian Afif diduga karena siksaan polisi yang sedang mengintrogasi dirinya terkait dugaan kegiatan tawuran.

Dua kasus tersebut hadir seakan mewarnai euforia ulang tahun Polri yang ke 78. Dua kasus besar tersebut adalah bukti kurangnya transparansi, efisiensi dan juga profesionalisme kinerja Polri dalam melayani masyarakat. Kedua kasus ini merupakan contoh kasus yang berhasil mendapatkan atensi publik secara masif, belum diketahui kasus-kasus lainnya yang gagal mendapat keadilan karena kurangnya atensi.

Ulang tahun merupakan peringatan tahunan atas bertambahnya usia. Ulang tahun sering dipandang sebagai momen yang sakral, karena perkembangan usia menuju ke arah yang lebih baik.  Doa serta ucapan baik sering dilantunkan kepada orang yang sedang berulang tahun, seperti doa agar semakin mulia, dewasa, berkah dan lain sebagainya.

Ulang tahun Polri merupakan momentum berharga bagi institusi pengayom masyarakat. Seharusnya, hal ini dimanfaatkan Polri untuk meningkatkan citra dan kinerja sebaik-baiknya.

Citra dan kinerja Polri yang kian menurun seharusnya dibenahi secara masif dan terstruktur. “Pembersihan” Polri harus disapu hingga ke akar-akarnya. Hal ini bisa dimulai dari proses rekruitmen anggota Polri. Nyatanya, banyak polisi yang melanggar kode etik seperti melakukan kekerasan terhadap orang yang tak bersalah. Tindakan preventif seperti memperketat seleksi psikologis dan memberikan sanksi tegas kepada oknum-oknum yang merusak citra polisi tentunya perlu dilakukan.

Proses penyidikan kasus juga harus ditangani secara cepat dan transparan. Kepercayaan publik yang menurun akibat sulitnya mendapat jalan keluar saat melapor polisi, membuat publik mulai pesimis. Sebenarnya, keefektifan kinerja Polri bisa secara bertahap meningkatkan kepercayaan publik.

Polri seharusnya menjadi lembaga yang dapat dipercaya oleh masyarakat sebagai pelindung dan pengayom yang adil, tanpa memihak pada jenis kasus tertentu saja. Mereka harus mengayomi masyarakat tanpa pandang bulu.

“Rastra Sewakottama” merupakan nama lambang Polri yang berarti “Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa.” Lambang tersebut seharusnya menjadi representasi nyata bahwa Polri merupakan pelindung masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan.

Penulis : Nevissa Sabrina
Editor  : Farhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top