Judul : Educated
Penulis : Tara Westover
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Genre : Memoar/Non-Fiksi
Halaman : 516 hlm
Penerjemah : Berkat Setio
Berbagai permasalah pendidikan di Indonesia sampai sekarang masih belum menemukan titik pencerahan. Siklus permasalah yang terus berulang tanpa pernah serius untuk dievaluasi seperti telah mencapai titik jenuh. Hal itu merupakan indikasi atas ketidakmampuan dalam memahami arti penting sebuah pendidikan.
Educated merupakan memoar yang menjawab tentang pertanyaan seberapa pentingnya pendidikan. Tara Westover, penulis sekaligus tokoh utama dalam buku Educated menceritakan pengalaman hidupnya dalam keluarga Mormon yang fanatik. Mormon sendiri merupakan aliran kepercayaan yang pertama kali didirikan oleh Joseph Smith. Aliran Mormon merupakan salah satu bagian dari kristen, walaupun terdapat beberapa ajaran. Selain itu, kepercayaan Mormon juga memiliki kitab sendiri di samping juga menggunakan Alkitab.
Tara dan keluarga tinggal di kaki lereng bukit Bucks’ Peak, Idaho. Ayahnya, bernama Gene merupakan seorang konservatif ekstrim yang percaya akan tibanya Hari-Hari Kemurkaan. Gene memiliki sifat penuh dengan ambivalensi, paranoid, manipulatif, penuh kebencian, skeptis akut, misoginis, dan suka mendominasi. Sifat buruk Gene itu lah yang membuat keluarga Westover terpencil baik secara fisik dan mental dari kehidupan masyarakat.
Gene, sebagai penganut fanatik Mormonisme mencoba memutus hubungan keluarganya dengan negara. Ia yang sangat membenci pemerintahan, menolak untuk percaya dengan dokter, sekolahan, bahkan dalam kehidupan kesehariannya, Gene tidak mendaftarkan anak-anaknya ke dalam akta kelahiran. Bahkan sangking bencinya dengan pemerintah, Gene hidup dalam bayang-bayang yang membuat dirinya merasa sebagai pemberontak dan sedang dalam pengejaran Federal Bureau of Investigation (FBI) hanya karena tidak memasukkan anaknya ke sekolah formal.
Sifat Ayahnya yang cenderung brutal telah memberikan dampak fisik dan psikologis berat kepada keluarga nya. Pernah suatu ketika saat Gene dan anak-anaknya mengalami kecelakaan saat akan pulang ke rumah dari rumah neneknya (dari pihak ibu) yang berada di Arizona pada malam hari. Padahal neneknya sudah memperingatkan mereka, akan tetapi Gene tidak memperdulikan nasihat mertuanya. Sejak kejadian tersebut, Tara dan beberapa anggota keluarganya mengalami cedera fisik yang membuat tubuhnya seperti lumpuh. Bahkan sejak kecelakaan tersebut, mereka mengalami gejala penyakit mental posttraumatic stress disorder.
Keluarga Westover juga memiliki keyakinan yang sangat kaku tentang bagaimana perempuan dilihat dan diidealkan. Nilai-nilai patriarki yang tumbuh subur dalam keluarga ini memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan Tara sendiri. Salah satunya adalah kasus saat melakukan kekerasan fisik kepada Tara saat sedang tidur. Shawn pernah mencengkram tenggorokan dan membentak Tara dengan kata-kata ‘jalang’ dan ‘pelacur’, alasannya hanya karena Tara dekat dengan teman laki-lakinya bernama Charles. Sedangkan Ibunya menjadi seorang bidan tanpa lisensi dan pembuat obat herbal atas paksaan kehendak suaminya.
Pada akhirnya, Tara memutuskan untuk mengikuti ujian masuk kuliah di Brigham Young University (BYU). Sebagai anak yang sejak kecil tidak pernah menerima pendidikan formal, Tara mengalami kesulitan dalam belajar beberapa materi seperti bahasa Inggris, matematika, sains, dan membaca. Akan tetapi berkat bantuan kakaknya Tyler yang sudah lebih dulu menempuh pendidikan di universitas, Tara akhirnya berhasil diterima di BYU bahkan sampai menyelesaikan gelar doktor di Harvard University.
Kehidupan selama di dunia pendidikan pun membuat Tara mengalami banyak culture shock. Tara yang berkepribadian kaku dan tertutup harus berhadapan dengan nilai-nilai liberal. Namun, pada titik inilah Tara mengalami bertransformasi menjadi sosok yang baru. Tara menyebut transformasi ini dengan istilah ‘pendidikan’. “Aku percaya bahwa kemampuan untuk mengevaluasi banyak gagasan, banyak sejarah, banyak sudut pandang, adalah inti dari apa artinya menciptakan-diri-sendiri” (halaman 456).
Pendidikan telah mengeluarkan Tara dari jerat-jerat nilai-nilai dogmatis keluarga nya. Tara menjadi sosok apa yang disebut Albert Camus sebagai pemberontak metafisik, seperti budak yang memprotes dirinya berada dalam perbudakan. Meski telah memutus belenggu dengan mempertahankan pendidikan dan menyelesaikan gelar doktor, Relasi Tara dengan Ayahnya belum sepenuhnya tuntas. Tara mencoba untuk tidak membenci ayahnya atas kekerasan yang pernah dilakukan terhadapnya saat masih kecil. Walaupun kenangan terhadap Ayahnya telah memberikan trauma yang begitu berat terhadap Tara Westover.
Educated memberi kesan dramatik dan emosional mengenai perjalanan hidup Tara dalam mendapat pendidikan yang layak. Tara berkisah tentang peran keluarga, pendidikan, masyarakat, dan pemerintah mampu memberi dampak yang besar kepada individu. Pendidikan telah membuat Tara menjadi sosok yang lebih sensitif dalam memandang realitas. Walaupun pada akhirnya, Tara harus menerima konsekuensi untuk berpisah (tercatat lebih dari dua dekade) dengan ayah, ibu, dan beberapa saudaranya untuk menghindari hubungan yang toxic. Ada nada melankolis dalam bukunya yang menggambarkan bagaimana kesedihan Tara atas kondisi keluarga nya “Bagaimana Paronia dan fundamentalisme telah mengukir hidupku, telah merampas orang-orang yang kupedulikan dan kusayangi dan hanya menyisakan gelar dan sertifikat – yang memberikan nuansa kehormatan bagiku. Apa yang terjadi sekarang telah menjadi sebelumnya. Ini merupakan perpisahan yang kedua antara Ibu dan dan anak. Rekaman ini berputar dalam satu lingkaran.” (Halaman 46)
Apabila kita tarik lebih dekat, kekerasan yang dialami Tara Westover merupakan kondisi yang masih banyak terjadi termasuk di Indonesia. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari sejak tahun 2021. Seperti yang dikutip dalam Tempo menurut data Sistem Informasi Online atau Simfoni milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah kekerasan terhadap anak tahun 2021 tercatat sebanyak 14.57. Angka tersebut naik pada tahun 2022 mencapai 21.241. Kemudian tahun 2023 meningkat menjadi 24.158 kasus. Kebanyakan kasus merupakan kekerasan seksual. Ironisnya lagi, tinggi kasus kekerasan anak pelakunya merupakan orang-orang terdekat, seperti pacar, teman dan orang tua.
Menilik kondisi Tara dan Indonesia, keduanya memiliki akar yang hampir sama yaitu fanatisme. Masih banyak masyarakat Indonesia yang tenggelam dalam perilaku fanatik, baik dalam agama, politik, olahraga, pendidikan, dan masih masih banyak lagi. Fanatisme sendiri merupakan kepercayaan atau keyakinan yang teramat kuat terhadap suatu ajaran,. Alhasil menyebabkan ketidakmampuan dalam melihat dan menerima kondisi yang berbeda bahkan berseberangan. Kecenderungan inilah yang menyebabkan permasalah pendidikan sulit untuk terus maju. Jika dibiarkan terus seperti ini pendidikan hanya akan melahirkan orang-orang fanatik baru.
Penulis : Diaz Fatkhur
Editor : Farhan