Diskusi Terbuka BEM UNDIP Soroti Pelanggaran HAM dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

Dok. Mahes

Senin (23/09), Bidang Sosial dan Politik (Sospol) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) telah menyelenggarakan diskusi terbuka di Student Center Universitas Diponegoro. 

Diskusi bertajuk “Pelanggaran HAM dalam Beberapa Isu” yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro ini merupakan diskusi pembuka dari rangkaian diskusi dan acara peringatan September Hitam.

Anissa Paramita, salah satu penanggung jawab acara, menjelaskan bahwa diskusi ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang hingga saat ini belum menemui titik terang. 

“Tujuan acara ini adalah untuk mengingatkan masyarakat, terutama mahasiswa, tentang pentingnya sadar secara intelektual mengenai pelanggaran HAM,” ujarnya.

Disisi lain, Ariq, Kepala Bidang Sospol BEM Undip, juga menegaskan pentingnya diskusi pelanggaran HAM di kalangan mahasiswa. 

“Mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam pencerdasan mengenai pelanggaran HAM. Kita harus mengadvokasi isu ini dan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya HAM,” ujarnya. 

Ariq menekankan bahwa pelanggaran HAM, terutama yang berat dan belum terselesaikan, perlu terus diawasi dan disuarakan oleh mahasiswa.

Dalam diskusi tersebut, kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi juga disinggung. Jumlah kasus kekerasan seksual dianggap sebagai fenomena gunung es, di mana banyak korban belum berani melapor karena stigma sosial dan kurangnya dukungan, baik dari teman sebaya maupun institusi kampus. 

Nia Lishayati dari Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia  (LRCKJ-HAM) menjelaskan pentingnya pengawalan kasus kekerasan seksual, meski sudah ada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), efektivitasnya masih dipertanyakan. 

“Kasus kekerasan seksual di kampus ibarat gunung es, hanya sedikit yang terungkap, dan banyak korban yang enggan melapor karena stigma sosial dan minimnya dukungan dari lingkungan,” tegas Nia.

Tidak hanya fokus pada perempuan, diskusi ini juga mengangkat isu lingkungan. Salah satu pembicara lainnya menekankan bagaimana pelanggaran HAM sering terjadi dalam konteks perusakan lingkungan. 

Rizky Riansyah dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah menyoroti bagaimana kebijakan pemerintah, seperti UU Minerba dan proyek strategis nasional, memperburuk kondisi lingkungan serta mengkriminalisasi para pejuang lingkungan. 

“Pemerintah semakin kuat dengan kebijakan yang mengancam lingkungan dan hak asasi manusia. Kasus seperti Wadas dan Rawapening dan baru baru ini terkait isu pltp dieng yang mengancam mata air warga, nah itu semakin masif di Jawa Tengah,” tegasnya.

Acara ini berlangsung sebagai bagian dari rangkaian kegiatan memperingati September Hitam, bulan di mana banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia terjadi. Beberapa kasus yang diangkat dalam diskusi antara lain kasus Munir, tragedi Tanjung Priok, serta peristiwa Salim Kancil.

Diskusi ini juga memberikan ruang bagi para mahasiswa untuk berkolaborasi dan berbicara lebih lanjut mengenai upaya mencegah pelanggaran HAM di masa depan. 

Diskusi tersebut tidak hanya mencakup isu pelanggaran HAM yang bersifat fisik, tetapi juga terkait hak-hak hidup dan lingkungan yang menjadi ancaman nyata bagi masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah, seperti kasus Wadas dan Dieng.

Billy Al Sabit seorang mahasiswa Universitas Diponegoro, menjelaskan alasan kehadirannya di acara diskusi hari ini.

“Acara ini bagus dan jarang diadakan di kota Semarang. Pada momen penerimaan mahasiswa baru, penting untuk memperkenalkan budaya-budaya yang ada di kampus dan organisasi mahasiswa. Saya ingin merawat sejarah pelanggaran HAM di masa lalu dan tidak terjebak dalam agenda diskursus semata,” ujar Billy.

Mengenai acara diskusi tersebut, Billy menambahkan.

 “Saya rasa ini perlu dilanjutkan. Kawan-kawan BEM Universitas Diponegoro juga harus terlibat, dan partisipasi mahasiswa sangat tergantung pada penyebaran informasi,” imbuhnya.

Diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh BEM Universitas Diponegoro ini menjadi langkah penting dalam menjaga ruang dialog kritis di kalangan mahasiswa mengenai isu-isu pelanggaran HAM dan kekerasan seksual. 

 

Reporter: Amel, Mahes, Rafi
Penulis: Naila
Editor: Farhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top