Membicarakan Feminisme: Perjuangan Perempuan untuk Dunia

Dok. Alus.or.id

Identitas Buku

Penulis : Nadya Karima Melati

Penerbit : EA Books

Cetakan : keenam, Maret 2022

Halaman : 256

ISBN : 9786239108908

Ketika membahas feminisme, mungkin sebagian dari kita akan berpikir bahwa perjuangan bagi perempuan itu sebenarnya sudah selesai. Perempuan telah mendapatkan kesempatan untuk bekerja dan bersekolah, mendapatkan cuti hamil dan menstruasi, hingga kesempatan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Nadya Karima Melati, seorang sejarawan feminis, berkarya melalui Membicarakan Feminisme untuk membuktikan bahwa perjuangan bagi perempuan belum usai.

Kita mungkin harus mulai merenungkan, apakah feminisme hanya hadir untuk membela dan memajukan perempuan, ataukah ada peran lain bagi setiap gender di dalam feminisme. Nadya menerangkan dengan amat runtut dan jelas bahwa feminisme berjuang pula bagi semua gender yang ada di dunia ini. Di samping itu, kita harus menyadari dengan benar bahwa feminisme di Indonesia kian berkembang, baik dalam membela perempuan, hingga berjuang untuk kelompok minoritas gender.

Dalam buku ini, Nadya turut menambahkan bahwa peran-peran yang dipercaya sebagai bentuk alamiah dalam gender nyatanya adalah konstruksi sosial belaka. Perempuan sebagai ibu, laki-laki sebagai pemimpin, atau transpuan sebagai penghibur. Semua itu adalah konstruksi sosial. Manusia sendiri lah yang menyebutnya sebagai kodrat sedangkan perempuan diletakkan dalam ruang yang sempit dan tidak bebas.

Bagian yang menarik bagi saya muncul di halaman 121, berjudul ‘Kenaikan Harga Cabai bukan Salah Ibu-Ibu Bergosip’. Diceritakan bahwa Bapak Menteri Amran Sulaiman sempat mengatakan, “Kalau 126 juta ibu-ibu di Indonesia mengurangi gosipnya dan bergerak menanam cabai, persoalan (kenaikan harga cabai) akan selesai,” dikutip dari harian Tempo (13/01).

Pada bagian itu, Nadya menjelaskan bahwa kenaikan harga cabai tentu disebabkan oleh beberapa faktor, dalam hal ini bukan ibu-ibu bergosip yang tidak menjadi petani cabai. Menurut saya, menyalahkan ibu-ibu bergosip bukanlah satu cuitan yang akan menyelesaikan masalah. Tentu hal ini membuktikan bahwa Bapak Amran adalah seorang misoginis (sikap ketidaksukaan kepada perempuan) sebab perkataannya yang seksis, merendahkan perempuan khususnya ‘ibu-ibu bergosip’.

Nadya memulai tulisannya dengan ucapan terima kasih dan penghormatan yang panjang untuk salah satu pejuang perempuan di Indonesia, R.A. Kartini. Lalu, Nadya mengakhirinya dengan pertanyaan, “Apakah feminisme sudah benar-benar selesai?”

Buku ini luar biasa, isinya begitu padat dan sarat akan data. Setiap bab yang ditulis Nadya adalah feminisme dalam perspektif sebagai ilmu pengetahuan. Nadya menyisipkan analisis-analisisnya terhadap peristiwa yang nyata terjadi di Indonesia. Mulai dari kenaikan harga cabai, hingga pernikahan Aming yang tentunya menarik untuk dibahas. Buku ini membeberkan segala bentuk permasalahan dan diskriminasi berbasis gender dengan lengkap dan penuh makna. Membaca buku ini membantu kita membuka pandangan dan pemikiran kita terhadap dunia yang diciptakan apa adanya serta penuh keragaman.

Walaupun menarik dan menyenangkan untuk dibaca, selain membuka wawasan, buku ini juga membantu para pembaca untuk lebih peduli dan menghormati kehidupan orang lain tanpa berkehendak untuk menghakimi mereka. Buku ini cukup berat sebab berisi banyak data dan istilah-istilah akademik yang mungkin sulit dipahami oleh pembaca. Secara keseluruhan, saya menyimpulkan bahwa buku ini bukanlah sekadar bahan bacaan, melainkan sebuah jendela ilmu yang perlu dipahami dengan dibaca berulang kali. Membaca buku ini membutuhkan waktu yang panjang, selain untuk berusaha memahami keseluruhan isi buku, juga karena buku ini mengangkat topik yang serius.

Sebagai penutup, feminisme adalah salah satu gerakan sosial untuk perjuangan berbasis gender yang telah melekat dan beraksi sejak puluhan tahun yang lalu. Meskipun pada awalnya feminisme muncul untuk hak pilih perempuan dan pendidikan bagi perempuan, kini feminisme memperjuangkan hak bagi setiap insan di dunia, khususnya kelompok marjinal. Lantas, apakah feminisme sudah benar-benar selesai?

 

Penulis : Maricy

Editor : Fajri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top